Penulis : Siti Fatimah (Pemerhati Sosial dan Generasi)
Beredarnya isu kebocoran data publik pada kartu SIM pra bayar menimbulkan rasa kekhawatiran pada masyarakat luas. Dikatakan bahwa sebanyak 1,3 miliar data pendaftaran pada SIM card telepon Indonesia telah bocor. Data tersebut adalah data pendaftaran yang mencantumkan informasi NIK, tanggal pendaftaran, nomor telepon, serta nama provider. Peretas menyatakan bahwa data-data yang didapatkan berasal dari Kominfo RI. Namun begitu, pihak kominfo sendiri mengaku tidak mengalami kebocoran informasi terkait data-data pelanggan. Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan tegas membantah dan merespon isu yang beredar di masyarakat tersebut.
"Tidak ada, [kebocoran] bukan dari Kominfo, formatnya juga beda. Yang mengecek [soal kebocoran tersebut] Pak Ismail ( Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kominfo)” kata Sekretaris Jenderal Kominfo, Mira Tayyiba ketika dikonfirmasi wartawan (tirto.id, 1/01/2022).
Terlepas benar atau tidaknya pernyataan Sekretaris Jendral Kominfo tersebut, masyarakat patut merasa was-was. Pasalnya sudah beberapa kali Indonesia mengalami kebocoran data. Sebut saja kebocoran data PLN Sebesar 17 juta data. Terdiri dari informasi identitas pelanggan, nama, alamat, nomor meteran, type energy, KWH serta nama unit .
Anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk, Indihome juga pernah mengalami kebocoran data kurang lebih sekitar 26 juta yang diperjualbelikan di sebuah forums peretas. Masih ada lagi beberapa kebocoran data lain seperti yang di alami oleh e-HAC dan juga Salah satu platform e-commerce ternama Indonesia.
Kebocoran data yang terjadi berulang kali otomatis menimbulkan pertanyaan besar di benak masyarakat. bagaimana bisa data-data penting bisa tersebar dan diperjualbelikan secara bebas oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Kemana saja negara selama ini hingga bisa terjadi kecolongan? Siapa yang mesti bertanggung jawab bila Kominfo sendiri melimpahkan masalah ini kepada Direktorat Jenderal dan Dirjen Aptika untuk melakukan audit?
Kinerja pejabat Kominfo saat ini benar-benar dipertanyakan, sehubungan dengan tanggapan sang peretas dengan akun bernama Bjorka yang menganggap remeh sistem pertahanan informasi teknologi pemerintah Indonesia. Belum lagi akun Bjorka ini mengancam akan membocorkan dokumen rahasia presiden RI. Tak sampai hanya disini, akun bjorka juga mengancam akan membobol data MyPertamina.
Saat ini memang pemerintah dianggap telah lalai terhadap kewajiban meriayah umat. Kesejahteraan rakyat tidak terwujud, keamanan pun juga tidak bisa dijamin, kejahatan dimana-mana. Bahkan keamanan identitas pun juga patut dipertanyakan. Sebagai pemimpin seharusnya mampu menjaga kerahasiaan data masyarakat. Apalagi terkait data-data penting yang bisa membahayakan keselamatan harta dan jiwa apabila informasi ini tersebar dan dijual-belikan untuk umum.
Dalam Islam pencurian dalam bentuk apapun adalah sebuah perbuatan yang melanggar hukum syariat. Termasuk membocorkan data, informasi pribadi yang kemudian dijual untuk mendapatkan keuntungan adalah sebuah kriminalitas dan pantas mendapat hukuman. Pemerintah Islam akan tegas menghukum para pelaku kejahatan. Hukuman dipastikan akan menimbulkan rasa jera dan mencegah orang untuk berbuat yang sama. Namun dalam sistem demokrasi kapitalisme saat ini, hukum sangat tidak adil dan hanya membela mereka yang memiliki uang dan kuasa. Sehingga para pelaku kejahatan pun tidak merasa takut dan bebas berbuat semaunya.
Wallahu'alam bish shawab [].