Oleh : Afrin Azizah
Bansos (
Bantuan Sosial ) menjadi salah satu jalan bagi rakyat untuk bisa terus
menyambung kehidupan. Maka bansos seharusnya didistribusikan hanya kepada rakyat
yang membutuhkan, bukan selainnya.Akan tetapi kenapa penyelewengan bansos
selalu menjadi perkara yang pasti ada, dan tidak dengan nominal yang sedikit
bahkan sampai merugikan negara.
Seperti
yang disampaikan dari Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) mengungkapkan tiga jenis
bantuan sosial ( bansos ) pada tahun 2021 yang tidak tepat sasaran, sehingga
berpotensi merugikan negara sebesar Rp 6,93 triliun, jumlah yang melebihi
toleransi kesalahan distribusi bansos.
Laporan
hasil pemeriksaan Semester II BPK tahun 2021 menyebutkan bahwa penetapan dan
penyaluran bansos Program Keluarga Harapan ( PKH ) sembako, Bantuan Pangan
Non-Tunai ( BPNT ), serta Bantuan Sosial Tunai ( BST ) tidak sesuai ketentuan.
“ Bansos
ini penyelewengan pasti ada, cuman kan ada toleransinya,” kata Achsanul.
Toleransi
tersebut menurut Achsanul sebesar 2,5 persen dari total bansos. Jika total
bansos tahun 2021 ada sebesar Rp 120 Triliun, maka toleransi dana salah sasaran
sebesar empat triliun rupiah.
Oleh
karena itu, temuan BPK yang menunjukkan adanya kesalahan dara penyaluran bansos
hingga mencapai Rp 6,93 Triliun sudah melewati batas toleransi yang ditetapkan.
“ Memang
kesempurnaan terhadap bansos ini kan masih terus diperbaiki, yang paling
mendekati sempurna itu PKH,” jelas Achsanul dalam program Sapa Indonesia Malam
Kompas TV, Rabu ( 25/5/2022 )
Miris
sekali jika penyelewengan bansos sudah dianggap menjadi hal biasa bahkan
diberikan toleransi dari dana yang diberikan kepada negara sampai berada
ditangan rakyat. Apakah tidak bisa dana bansos dari negara didistribusikan 100%
sampai di tangan rakyat?
Bansos
bukan lagi masalah per individu yang tidak menjalankan amanah nya, melainkan
sudah sampai ke takaran masyarakat hingga penguasa yang pemikirannya
materialistik.
Masih
banyak rakyat yang mengalami kelaparan, kemiskinan bahkan bencana kemanusiaan
yang diharapkan dari bansos ini bisa sedikit mengisi kekosongan perut yang
sudah mulai mengeram kelaparan.
Tidak
sampai bansos di tangan rakyat, bahkan database yang memuat data masyarakat
miskin, data kependudukan, data bansos dan data pajak masih sangat kacau dan
salah sasaran. Padahal itu sangat penting untuk bisa mengetahui keadaan
rakyatnya, bagaimana bentuk bantuannya, seberapa besar rakyat butuhkan.
Sampai
kapan pemerintah tidak bertindak tegas terhadap penyelewengan yang semakin
tidak manusiawi ini ?
Pemikiran
materialistik seakan sudah mendarah daging di sistem kapitalistik saat ini.
Sistem kapitalisme sendiri dapat merusak hati nurani manusia, karena hanya
kepentingan pribadi yang diutamakan. Bukan lagi amanah yang seharusnya
ditunaikan apalagi memikirkan kehidupan rakyat diluar sana yang sedang mengais
pundi-pundi uang untuk sekedar menyambung hidup.
Tidak
ada lagi dalam pemikiran manusia yang masih terjerat sistem kapitalisme ini
memikirkan orang lain, yang ada hanya memikirkan kepentingannya sendiri.
Penyelewengan
yang terjadi saat ini bukan tanpa solusi. Islam hadir dengan aturan berbeda
yang disebut dengan Khilafah. Mulai dari hal terkecil bangun tidur sampai takaran
negara, Islam hadir dengan aturan paripurnanya.
Seperti
sabda Rasulullah ketika berhubungan dengan mengatur rakyatnya
:
“Imam/Khalifah
itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap
gembalaannya.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Maka
kepemimpinan dalam Khilafah tidak hanya di dunia melainkan sampai dengan di
akhirat. Seorang pemimpin yang bertaqwa serta amanah tidak akan menyalahi
setiap tugasnya. Dalam mengelola keuangan negara, pemimpin akan menjalankannya
sesuai dengan pandang Islam.
Baik itu
keuangan yang dihasilkan dari hasil bumi maupun dari dana donasi masyarakat. Di
dalam Khilafah memiliki pas zakat yakni Baitul Mal yang berisi baik zakat
fitrah maupun zakat mal, infaq, shadaqah dan wakaf kaum muslimin.
Dan dari
dana-dana ini akan dikeluarkan sesuai dengan peruntukannya. Seperti dana zakat
akan dikeluarkan kepada 8 asnaf yaitu fakir, miskin, amil, mu’alaf, riqab,
gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil. Khilafah tidak akan menggunakan dana
pos ini untuk pembangunan, menjamin kesejahteraan rakyat atau lainnya.
Sebab
pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum Baitul Mal telah menjamin
kebutuhan tersebut, yaitu seperti pos kepemilikan negara yang bersumber dari
harta jizyah, ghanimah, fai, kharaj, ghulul dan sejenisnya. Dari dana pos ini
akan dialokasikan membangun infrastruktur negara yang dimaksudkan untuk
membayar pegawai negara, menangani korban bencana alam dan lainnya.
Sedangan
pos kepemilikan umum yang bersumber dari hasil pengelolaan SDA secara mandiri
oleh Khilafah tanpa ada campur tangan dari pihak asing. Dan dari dana pos ini
akan dialokasikan kepada kebutuhan publik yaitu seperti pendidikan, kesehatan
dan keamanan. Dari sini masyarakat akan terjamin kebutuhan tersebut dengan
harga terjangkau bahkan tidak mengeluaran uang sama sekali alias gratis.
Inilah
solusi Islam untuk mengelola keuangan dalam sistem Khilafah. Serta dalam
Khilafah juga akan mengawasi setiap pegawai yang terlibat dalam kebutuhan
publik, untuk tidak menyeleweng dari apa yang sudah diamanahkan. Bentuk
pengawasan dalam Khilafah tidak serta merta meniadakan sanksi bagi yang
melanggarnya, seperti sanksi bagi tindakan korupsi, suap dan
pelangaran-pelanggaran lainnya. Khilafah akan bertindak tegas kepada setiap
oknum yang melanggar apa yang sudah diamanahkan.
Seperti
yang terjadi pada masa Khilafah Turki Utsmaniyah, yang
pada masa itu tidak ada pemikirian materialistik dari setiap individunya bahkan
tradisi seperti Eskida Ekmek atau menggantung roti gantung yang diperuntukkan
bagi orang yang membutuhkan masih bertahan hingga sekarang. Terbukti bahwa
dalam Khilafah, dana publik bisa dikelola sesuai peruntukannya.
Wallahua’lam
bhiashawab..