Oleh: Ummu Ayla
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)
Kasus Covid-19 di Indonesia kembali melonjak. Hal ini membuat pihak pemerintah pun memberikan diskresi terhadap pelaksanaan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri, yakni Mendikbudristek, Menag, Menkes, dan Mendagri Nomor 01/KB/2022, Nomor 4O8 Tahun 2022, Nomor HK.01.08/MENKES/1140/2022, Nomor 420-1026 Tahun 2022 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Masa Pandemi Covid-19.
Hal ini tercantum dalam Surat Edaran (SE) Mendikbudristek No. 7/2022 tentang Diskresi Pelaksanaan SKB 4 Menteri tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran pada masa pandemi Covid-19. Makna “diskresi” menurut KBBI V adalah kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi.
Rencananya, penghentian sementara PTM akan diberlakukan selama 7 atau 5 hari tergantung tingkat penyebaran Covid-19 di sekolah masing-masing(muslimah.news/5/8/22).
Ironisnya,ancaman Learning Loss bisa terjadi pada generasi.
Satu hal yang paling tidak bisa dihindari sekaligus sebagai tantangan terbesar dunia pendidikan selama pandemi.Learning loss sendiri adalah kondisi berkurangnya pengetahuan dan keterampilan secara akademis. Keadaan ini memperlihatkan bahwa siswa dianggap kehilangan pembelajaran atau tidak belajar apa-apa.
Faktanya,sedikit atau banyak, learning loss sudah terlihat dampaknya. Kemampuan akademis peserta didik jelas berkurang. PTM 100% saja sejauh ini belum menampakkan hasil signifikan sebagaimana sebelum pandemi, apalagi jika PTM harus berkurang lagi.
Tidak hanya itu, target pendidikan tidak hanya tentang akademis dan aspek kognitif. Ada hal lain yang tidak kalah penting dan justru sangat urgen, yakni output pendidikan pada diri peserta didik.
Bagaimana mungkin kita mengharapkan sosok peserta didik yang berkarakter kuat jika sistem pendidikan begitu rapuh dan minim antisipasi pada kondisi-kondisi luar biasa sebagaimana pandemi ini? Hal ini tentu sangat sulit.
Sejak awal, rekam jejak pemerintah gelagapan dalam mengatasi pandemi. Juga dalam urusan data-data pengungkapan jumlah kasus. Saat ini pun faktor-faktor penyebab melonjaknya angka kasus positif Covid-19 tidak semata akibat kerumunan. Masih banyak faktor lain yang semestinya bisa diminimkan penguasa, asal jangan sampai mengorbankan sistem pendidikan lagi.
Cepat atau lambat, pada akan muncul ketimpangan karena laju sebaran virus tidak sepadan dengan upaya untuk menetapkan kebijakan yang tepat sasaran.
Ironisnya,harus diakui, sistem pendidikan selama pandemi telah keropos dari spirit pendidikan itu sendiri. Sistem pendidikan berjalan ala kadarnya. Pandemi dianggap pemakluman untuk melaksanakan pembelajaran minimalis.
Ketika sekolah daring dianggap solusi bagi mekanisme pendidikan peserta didik di awal pandemi, realitasnya tidak segarang jargonnya. Banyak peserta didik yang tidak memiliki gawai sehingga terpaksa tidak mampu menunaikan pembelajaran.
Di sisi lain, masalah sosial juga muncul. Mereka yang kalangan ekonomi bawah (miskin) dan tidak punya gawai, tidak sedikit yang harus terlibat tindak kriminal (seperti mencuri) demi bisa memiliki gawai. Ini jelas gambaran sistem pendidikan era pandemi yang kosong dari sistem pendukung yang sahih. Jargon pun hanya tinggal jargon.
Pada saat yang sama, aspek medis pandemi juga tidak diatasi secara sungguh-sungguh. Fasilitas dan tenaga kesehatan dibiarkan kalang kabut sendiri merawat pasien Covid-19. Vaksinasi tidak ubahnya sekadar tergenjot.
Titik kritis sebaran pandemi, yaitu keluar masuknya orang dari dan ke luar negeri malah dibiarkan tidak terkendali. Pada akhirnya, sektor pendidikan yang harus mengalami diskresi. Sungguh tidak habis pikir.
Padahal sejatinya menuntut ilmu (thalabul ilmi) adalah wajib bagi setiap muslim. Rasulullah saw. bersabda, “Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim.” (HR Ibnu Majah)
Namun, penyelenggaraan dan penyediaan sistem pendukung bagi sistem pendidikan (termasuk sistem pendidikan itu sendiri) adalah hak warga negara yang harus ditunaikan penguasa.
Sebagai bentuk pengurusan urusan warganya, penguasa harus memfasilitasi pelaksanaan kewajiban warganya dalam menuntut ilmu dengan sebaik-baiknya. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)
Penyelenggaraan sistem pendidikan juga tidak boleh ala kadarnya, sekalipun di tengah pandemi. Motivasi yang dibangun dalam pengambilan kebijakan harus berlandaskan amal terbaik demi tunainya kewajiban thalabul ilmi sebagai salah satu aktivitas ibadah sehingga ilmu yang dipelajari menjadi berkah dan berbuah pahala.
Sistem pendidikan yang berlangsung juga harus menjamin terjadinya transfer ilmu yang dibarengi elevasi keimanan dan daya juang untuk mengisi peradaban. Ini karena spirit menuntut ilmu adalah bersandingnya iman, ilmu, dan amal.
Allah Taala berfirman, ” … niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadalah [58]: 11)
Hanya dengan penerapan Islam secara utuh,hal itu dengan mudah akan diwujudkan.
Wallahu'alam bissawab
Tags
Opini