Oleh: Hamnah B. Lin
Berita kriminalitas hampir setiap hari kita dapati. Yang menyesakkan dada, kebanyakan pelakunya adalah remaja dengan usia belasan tahun. Remaja dulu nakal dengan membolos, nyontek. Namun kini, remaja makin liar tanpa aturan. Apa yang sebenarnya terjadi.
Sebagaimana dilansir sindonews.com, 14/8/2022. Seorang remaja asal Minahasa berinisial I (12) jadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh lima orang remaja lainnya. Usai dianiaya, korban kemudian dicekoki dengan minuman keras (miras) oplosan. Korban dan para pelaku masih berstatus pelajar.
“Kelima terduga pelaku masing-masing berinisial J (13), R (13), V (16), A (15), dan N (15). Sedangkan korbannya berinisial I (12),” ujar Kabid Humas Polda Sulut, Kombes Pol Jules Abraham Abast, Minggu (14/8/2022. Penganiayaan terjadi pada Jumat (12/8/2022) siang. Awalnya sekitar pukul 12.30 WITA, korban usai pulang sekolah lalu berjalan kaki sambil mencari ojek di Jalan Raya Kaayuran, Kecamatan Langowan Selatan, Kabupaten Minahasa.
Laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, hingga Agustus 2020, terdapat 123 kasus anak berhadapan hukum (ABH) sebagai pelaku. Kriminalitas terbanyak berupa kekerasan fisik (30 kasus) dan kekerasan seksual (28 kasus). Selain itu, anak sebagai pelaku kecelakaan lalu lintas dan pencurian menyusul dengan masing-masing 13 dan 12 kasus. (Katadata, 31/08/2020)
Memperbaiki kerusakan remaja tidak cukup dengan penyelesaian dari ranah individu dan keluarga. Persoalan kriminalitas dan kenakalan remaja adalah buah penerapan kehidupan kapitalis sekuler. Penyelesaiannya haruslah sistemis dan komprehensif. Negara selaku penyelenggara sistem pendidikan turut bertanggung jawab atas masa depan generasi.
Sebagai langkah awal atas rusaknya remaja saat ini adalah, negara secara sungguh-sungguh menyusun dan menerapkan kurikulum berbasis aqidah Islam. Dengan asas ini, maka seluruh program pembelajaran akan kembali kepada penguatan aqidah dan pemikiran Islam. Sehingga mereka akan beramal dengan kesadaran bahwa dirinya diciptakan semata beribadah kepada Allah SWT, dan rasa diawasi olehNya amatlah tinggi.
Kemudian masyarakat, yang perannya tak kalah penting adalah menjadi pengontrol sosial yang efektif. Kesamaan pemikiran, perasaan dan peraturan membuat masyarakat secara otomatis memiliki kepekaan yang amat tinggi terhadap segala bentuk kemaksiatan dan pelanggaran norma agama. Maka sirnalah sikap individualisme yang sedang subur hari ini.
Sedangkan peran keluarga yang sehat dan kondusif amatlah menentukan pribadi remaja. Keluarga yang penuh dengan kasih sayang akan menjadikan remaja tumbuh dalam ketaatan. Yakni keluarga yang berjalan seluruh fungsi dan peran di dalamnya. Ayah memegang peran sebagai pemimpin dan wajib mencari nafkah. Maka negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi para laki-laki. Dan ibu, sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, ilmu dan hatinya harus tertata daan tercukupi dengan baik. Tidak ada beban tambahan lain baginya, yakni bekerja hingga meninggalkan banyak kewajibannya dalam rumah tangga.
Dalam penegakan hukum, negara akan adil tanpa pandang bulu. Remaja sebagai anak pejabat maupun anak warga biasa. Hukum tetap berlaku bagi setiap pelaku pelanggaran syariat.
Wallahu a'lam.