Sisi Lain Isu Pemaksaan Hijab



Oleh: N. Vera Khairunnisa



Seorang siswi SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY, diduga mengalami depresi karena dipaksa gurunya untuk mengenakan jilbab. Peristiwa tersebut terjadi pada Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

Siswi itu saat mengikuti MPLS disebut nyaman-nyaman saja. Hanya saja pada tanggal 19 Juli, anak tersebut dipanggil oleh tiga guru Bimbingan dan Konseling (BK). Saat itulah, diduga siswi itu dipaksa untuk menggunakan jilbab.

Kepala Disdikpora DIY Didik Wardaya turut angkat bicara terkait dugaan murid dipaksa pakai jilbab oleh guru di SMA Negeri 1 Banguntapan. Pihaknya akan menelusuri informasi tersebut.

Didik mengatakan bahwa sesuai aturan, sekolah yang diselenggarakan pemerintah tak boleh melakukan pemaksaan. Dijelaskan bahwa sekolah harus mencerminkan kebinekaan.

"Jadi kalau memang anak belum secara kemauan memakai jilbab ya tidak boleh dipaksakan karena itu sekolah pemerintah, bukan sekolah basis agama," tegasnya. (kumparan. com, 31/07/22)

Sementara itu, Disdikpora DIY telah memeriksa kepala sekolah, guru bimbingan konseling (BK), guru agama, serta wali kelas SMAN 1 Banguntapan Bantul terkait dugaan pemaksaan memakai jilbab terhadap salah seorang siswi beragama Muslim kelas X pada Senin 1 Agustus 2022.

Menurut Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY Didik Wardaya, apabila dari hasil penyelidikan terbukti sekolah melakukan pelanggaran, maka Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DIY akan memberikan sanksi. Soal bentuk sanksinya, ia belum dapat memastikan.

Ia juga menuturkan bahwa sesuai dengan Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 sudah diatur bahwa tidak boleh ada pemaksaan menggunakan atribut agama tertentu di sekolah negeri. (www. tempo, co. 03/08/22)

Dari fakta di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa dalam aturan hari ini, pihak sekolah tidak memiliki hak untuk memaksa siswinya menggunakan pakaian sesuai dengan yang diperintahkan agama.

Jika terbukti ada pemaksaan, maka bisa termasuk kategori perundungan dan pelanggaran. Sehingga mereka yang terlibat dalam pemaksaan tersebut, layak diberikan sanksi atau hukuman.

Terlepas dari bagaimana kondisi psikologis siswi yang diduga dipaksa berhijab, serta apakah yang dilakukan pihak sekolah merupakan sebuah perundungan sehingga layak diberikan hukuman, ada beberapa poin yang lebih krusial untuk dibahas.

Pertama, kasus dugaan pemaksaan penggunaan hijab oleh pihak sekolah ini jangan sampai dibesar-besarkan. Pihak-pihak tertentu semestinya tidak memberikan statemen yang dapat memunculkan islamopobhia di tengah-tengah masyarakat. 

Kedua, yang paling krusial dari kasus ini adalah bahwa kita menemukan sebuah fakta dimana seorang siswi yang beragama Islam, dia enggan menggunakan hijab. Bahkan, ketika "dipaksa" untuk mengenakan hijab, ia sampai mengalami depresi.

Mengapa bisa seperti itu? Padahal dalam agama Islam, seorang muslimah wajib menutup auratnya secara sempurna. Semestinya, ia memiliki kesadaran untuk memakai hijab. Terlebih, jika ia sudah memasuki usia baligh.

Mengenai realita muslimah yang enggan memakai hijab, bukan hanya terjadi dalam kasus di atas saja. Namun, betapa banyak kita temukan di Indonesia, para muslimah yang tidak malu memperlihatkan auratnya.

Hal ini bisa dipengaruhi oleh banyak faktor. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, faktor keluarga. Pendidikan di rumah merupakan faktor yang sangat fundamental untuk membentuk kepribadian seseorang. Sebagus apapun sekolah, tetap pendidikan yang utama ada dalam keluarga.

Ketika di lingkungan keluarga proses mendidik anaknya tidak dilakukan dengan optimal, apakah dikarenakan ketidakmampuan orangtua dalam hal mendidik, atau disebabkan orang tua sibuk bekerja, maka anak-anak dididik oleh lingkungan masyarakat.

Kedua, faktor lingkungan masyarakat. Kita melihat bagaimana realitas masyarakat di Indonesia hari ini. Di tengah-tengan sebagian masyarakat yang mulai berproses untuk hijrah, para muslimahnya banyak yang mulai berhijab, namun sebagian muslimah lainnya tetap percaya diri dengan penampilan yang memperihatkan aurat.

Ditambah sebagian publik figur yang secara terang-terangan menafsirkan tentang kewajiban menutup aurat secara serampangan. Mereka menyebutkan bahwa ada perbedaan terkait dengan batasan aurat. 

Disebutkan pula bahwa berpakaian yang baik tidak harus dengan berhijab, yang penting sopan. Bahkan, ada banyak yang berkomentar, yang penting hatinya berjilbab. Karena pakaian dianggap hanya sebagai sebuah simbol semata.

Lebih parah lagi, remaja atau para pemuda hari ini yang sudah sangat akrab dengan media sosial, begitu mudah mengakses kehidupan di luar, semisal kehidupan di Barat. Mereka terpengaruh oleh Barat dalam banyak hal, termasuk dengan style berpakaian.

Ketiga, kebijakan negara. Kita tahu bahwa di Indonesia, tidak ada peraturan yang mewajibkan setiap muslimah untuk menutup aurat. Bahkan, ketika ada pihak-pihak yang memaksa seorang muslimah berhijab, maka ia justru yang akan mendapatkan hukuman.

Inilah yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang mengacu pada sekulerisme. Ide pemisahan agama dari kehidupan ini telah merusak kepribadian seorang muslimah. Jika terus dibiarkan, bukan hal yang mustahil jika di Indonesia nanti semakin sekuler dan liberal. 

Kewajiban Menutup Aurat dalam Islam

Sebagai seorang muslimah, kita harus mengetahui dan memahami bahwa menutup aurat merupakan sebuah kewajiban. Batasan aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangannya. Terkait dengan dalil kewajiban serta batasan aurat, di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, Allah SWT dalam Quran surat An Nur ayat 31 berfirman mengenai kewajiban menutup aurat bagi wanita muslimah dan laki-laki muslim.

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

Artinya: dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya (aurat), kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.

Kedua, Allah SWT berfirman dalam Quran surat Al Ahzab ayat 59:

Arab: يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Artinya: Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu'min: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ketiga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda mengenai batasan aurat wanita. Berdasarkan hadist Abu Daud, dari 'Aisyah radhiallahu'anha, beliau berkata,

Arab: أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ

Artinya: Asma' binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan memakai pakaian yang tipis. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun berpaling darinya dan bersabda, 'Wahai Asma, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini', beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya.

Aturan Islam, Aturan Negara

Dalam Islam, pendidikan memiliki tujuan untuk melahirkan generasi yang berkepribadian Islam. Artinya, siswa ditargetkan agar memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. 

Salah satu wujud dari kepribadian yang Islami yang dimiliki oleh seorang muslimah adalah dengan menutup auratnya secara sempurna. Keluarga, masyarakat dan negara harus saling bersinergi untuk melahirkan genearasi terbaik.

Jika dilihat dari perspektif Islam, apa yang dilakukan oleh guru BK dalam kasus di atas tidak sepenuhnya salah. Guru hanya memastikan alasan siswi tersebut belum berhijab dan mencoba melatih siswi tersebut agar mau mengenakan hijab.

Dalam Islam, antara wali murid dan sekolah bersinergi dan saling memiliki kesamaan visi dan misi. Para orang tua dengan suka rela menyerahkan proses pendidikan pada sekolah. Dengan bersekolah, mereka berharap agar anak-anak bisa semakin sholeh.

Di samping itu, keberadaan media dalam Islam akan sangat dikontrol dengan ketat. Berbagai konten atau kreativitas yang tidak sesuai dengan Islam, akan dilarang dengan tegas. Keberadaan media bukan sekadar ajang hiburan dan mencari cuan, namun sebagai sarana dakwah dan pendidikan.

Terakhir, negara memiliki peran paling penting untuk melahirkan generasi shalih dan taat syariah. Dalam Islam, apa yang diwajibkan syariah, maka menjadi kewajiban dalam negara. Apa yang dilarang syariah, juga menjadi larangan dalam negara.

Ketika Islam mewajibkan para muslimah untuk menutup aurat dengan berkerudung dan berjilbab, maka negara harus memastikan agar seluruh muslimah melaksanakan kewajiban tersebut. Siapa saja yang melanggar, maka dia layak mendapatkan sanksi.

Hal ini dilakukan tentu setelah adanya proses pembinaan atau pendidikan yang diberikan oleh negara melalui sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Aturan memakai pakaian muslimah akan diterapkan di setiap tempat, bukan hanya di lingkungan pesantren atau madrasah sebagaimana hari ini.

Para muslimah pun akan menggunakan kerudung dan jilbab dengan kesadaran, atas dorongan keimanan dan pemahaman mereka terhadap nash-nash syara'. Kemuliaan Islam dan umatnya terjaga, ketika Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak