Oleh : Sindy Utami, SH.
Penemuan Jenazah Bayi
Warga Desa Buntu, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap, digegerkan dengan temuan jasad bayi perempuan di pekarangan hari ini. Saat ditemukan tali pusar masih menempel di tubuh bayi malang itu.
Kasi Humas Polres Cilacap Iptu Gatot Tri Hartanto mengatakan penemuan mayat bayi tersebut terjadi sekitar pukul 07.25 WIB. Ia mengatakan mayat bayi pertama kali ditemukan oleh warga yang sedang bersih-bersih di depan rumah.
"Telah terjadi penemuan mayat bayi berjenis kelamin perempuan, dan masih menempel tali pusar dalam keadaan utuh, pada saat itu diketahui oleh salah satu orang saudara S," kata Gatot kepada wartawan, Jumat (12/8/2022). (Detik.com Jum'at 12 Agustus 2022)
Jika Aturan Agama Dijauhkan dari Kehidupan
Perempuan pada posisi rentan dalam sebuah jalinan hubungan bebas. Kasus di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah misalnya. Seorang perempuan melahirkan bayi hasil hubungan di luar nikah. Karena malu, ia lantas membuang bayi tak berdosa itu.
Bayi itu kemudian ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di genangan air hujan sebuah pekarangan rumah. Polsek Kroya yang menerima laporan temuan mayat bayi ini langsung bergerak bersama tim dari Polres Cilacap.
Setelah menggelar olah Tempat Kejadian Perkara dan evakuasi mayat bayi, Unit Reskrim Polsek Kroya bersama Unit PPA Polres Cilacap melakukan penyelidikan sampai akhirnya terungkap siapa pelaku pembuangan bayi.
Diduga ibu dari bayi tersebut berinisial AAS, warga Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap. Penyidik telah melakukan pemeriksaan medis terhadap AAS.
Tim medis menyatakan AAS dalam kondisi baru saja melahirkan dua atau tiga hari dari waktu ditemukan mayat bayi tersebut. Hal itu menurut pihak dokter dilihat dari hasil pemeriksaan bahwa di dalam kandungan AAS masih ada sisa jaringan hasil melahirkan yang belum bersih.
AAS membuang bayinya setelah dilahirkan karena takut ketahuan kalau bayi tersebut adalah hasil dari hubungan yang terlarang dengan seorang laki-laki.
Sat reskrim Polres Cilacap dan Unit Reskrim Polsek kroya Polres Cilacap hanya butuh waktu tiga jam untuk mengungkap siapa pelaku pembuangan bayi yang yang terjadi di Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.
Seperti telah diberitakan sebelumnya bahwa pada hari Jumat 12 Agustus 2022 pukul 07.25 WIB telah ditemukan mayat bayi jenis kelamin perempuan yang masih lengkap dengan talipusarnya. Bayi tersebut ditemukan pertama kali oleh seorang warga di sebuah pekarangan dalam kondisi tergenang air kurang lebih 10 cm milik Sarino di Desa Buntu, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.
Dalam KUHP jika memang bayi itu dibuang dengan maksud menyembunyikan kematian dan kelahirannya, maka ancaman pidananya terdapat dalam Pasal 181 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Mengenai pasal ini, Soesilo mengatakan bahwa yang dikubur, disembunyikan, diangkut, dan dihilangkan itu harus “mayat”, sedangkan maksudnya adalah untuk “menyembunyikan” kematian atau kelahiran orang itu (Ibid, hal. 178).
Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Magetan Nomor 177/Pid.B/2012/PN.Mgt. Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, ternyata terdakwa melahirkan bayi di kamar mandi rumah terdakwa. Karena bayi tersebut diam saja, terdakwa panik dan bingung, lalu terdakwa mengubur bayi tersebut di comberan belakang rumah. Dengan demikian, unsur “mengubur, menyembunyikan, membawa ke lain tempat atau menghilangkan mayat” telah terpenuhi. Di samping itu, ternyata terdakwa melahirkan bayi dan mengubur bayi tersebut tidak pernah bercerita kepada orang lain atau keluarganya, bahkan terdakwa beralasan mimpi bayinya hilang diambil orang, dengan demikian unsur “dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya” terpenuhi.
Hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “menyembunyikan kematian orang” sebagaimana disebut dalam Pasal 181 KUHP. Hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan 15 (lima belas) hari.
Hukum yang ada nyatanya tidak mampu memberikan efek jera. Kasus yang serupa terus terjadi dengan pelaku dan atau lokasi yang berbeda. Demikian karena regulasi yang ada tidak mampu menjawab tantangan yang sedang dihadapi. Sebagaimana pun regulasi itu diramu, jika sistem yang mengatur pola hidup masyarakat masih memisahkan aturan agama dari kehidupan (sekulerisme) dengan kebebasan sebagai landasan berperilaku. Maka, kasus demikian akan terus terjadi sebab penyebab dari maraknya pembuangan bayi akibat dari hubungan gelap adalah karena agama dijauhkan dari kehidupan. Sehingga manusia tidak lagi memikirkan konsekuensi perbuatan apakah itu berakibat pahala atau dosa. Sehingga tidak ragu membuang janin yang sudah dikandungnya.
Meregulasi Pergaulan Manusia Harus Ditangani oleh Negara
Sebagai din yang sempurna, Islam telah melarang dengan tegas segala perbuatan yang mendekati zina dalam QS Al-Isra ayat 32:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kalian mendekati zina: sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Dalam Tafsir Qurthubi Juz 10/hal. 253 dijelaskan tentang penggunaan lafaz, لَا تَقْرَبُوا makna dari kata tersebut adalah “Laa Tadnun”, dan janganlah kamu mendekati zina!” Allâh tidak berfirman, وَلَا تَـزْنُـوْا “Jangan berzina!” Kenapa demikian? Karena Allâh Azza wa Jalla hendak menutup rapat jalan-jalan yang membawa kepada perbuatan zina.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir Juz 5/hal. 72:
إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“(Zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk”
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lafaz ‘al-fâhisyah’ adalah ‘dzanban azhîman’, yaitu dosa yang besar.
Perbuatan zina merupakan hal yang paling buruk:
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، حَدَّثَنَا سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: إِنَّ فَتًى شَابًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ائْذَنْ لِي بِالزِّنَا. فَأَقْبَلَ الْقَوْمُ عَلَيْهِ فَزَجَرُوهُ، وَقَالُوا: مًهْ مَهْ. فَقَالَ: “ادْنُهْ”. فَدَنَا مِنْهُ قَرِيبًا فَقَالَ اجْلِسْ”. فَجَلَسَ، قَالَ: “أَتُحِبُّهُ لِأُمِّكَ؟ ” قَالَ: لَا وَاللَّهِ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ. قَالَ: “وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأُمَّهَاتِهِمْ”. قَالَ: “أَفَتُحِبُّهُ لِابْنَتِكَ”؟ قَالَ: لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ. قَالَ: “وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِبَنَاتِهِمْ”، قَالَ: “أَتُحِبُّهُ لِأُخْتِكَ”؟ قَالَ: لَا وَاللَّهِ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ. قَالَ: “وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأَخَوَاتِهِمْ”، قَالَ: “أَفَتُحِبُّهُ لِعَمَّتِكَ”؟ قَالَ: لَا وَاللَّهِ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ. قَالَ: “وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِعَمَّاتِهِمْ” قَالَ: “أَفَتُحِبُّهُ لِخَالَتِكَ”؟ قَالَ: لَا وَاللَّهِ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ. قَالَ: “وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِخَالَاتِهِمْ” قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ وَقَالَ: “اللَّهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ” قَالَ: فَلَمْ يَكُنْ بَعْدَ ذَلِكَ الْفَتَى يَلْتَفِتُ إِلَى شَيْءٍ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Jarir, telah menceritakan kepada kami Salim ibnu Amir, dari Abu Umamah, bahwa pernah ada seorang pemuda datang kepada Nabi saw., lalu pemuda itu bertanya, “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku berbuat zina.” Maka kaum yang hadir memusatkan pandangan mereka ke arah pemuda itu dan menghardiknya seraya berkata, “Diam kamu, diam kamu!” Rasulullah saw. bersabda, “Dekatkanlah dia kepadaku.” Maka pemuda itu mendekati Rasulullah saw. dalam jaraknya yang cukup dekat, lalu Rasulullah saw. bersabda, “Duduklah!” Pemuda itu duduk, dan Nabi saw. bertanya kepadanya, “Apakah kamu suka perbuatan zina dilakukan terhadap ibumu?” Pemuda itu menjawab, “Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.” Rasulullah saw. bersabda, “Orang lain pun tentu tidak suka hal tersebut di lakukan terhadap ibu-ibu mereka.” Rasulullah saw. bertanya, “Apakah kamu suka bila perbuatan zina dilakukan terhadap anak perempuanmu?” Pemuda itu menjawab, ‘Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah, semoga diriku menjadi tebusanmu.” Rasulullah saw. bersabda menguatkan, “Orang-orang pun tidak akan suka bila hal itu dilakukan terhadap anak-anak perempuan mereka.” Rasulullah saw. bertanya, “Apakah kamu suka bila perbuatan zina dilakukan terhadap saudara perempuanmu?” Pemuda itu menjawab, “Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.” Rasulullah saw. bersabda menguatkan, “Orang lain pun tidak akan suka bila hal tersebut dilakukan terhadap saudara perempuan mereka.” Rasulullah saw. bertanya, “Apakah kamu suka bila perbuatan zina dilakukan terhadap bibi (dari pihak ayah)mu?” Pemuda itu menjawab, “Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.” Rasulullah saw. bersabda, “Orang lain pun tidak akan suka bila perbuatan itu dilakukan terhadap bibi (dari pihak ayah) mereka.” Rasulullah saw. bertanya, “Apakah kamu suka bila perbuatan zina dilakukan terhadap bibi (dari pihak ibu)mu? Pemuda itu menjawab, “Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.” Rasulullah saw. bersabda, “Orang lain pun tidak akan suka bila hal itu dilakukan terhadap bibi (dari pihak ibu) mereka.” Kemudian Rasulullah saw. meletakkan tangannya ke dada pemuda itu seraya berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya dan bersihkanlah hatinya serta peliharalah farjinya.” Maka sejak saat itu pemuda tersebut tidak lagi menoleh kepada perbuatan zina barang sedikit pun.
قَالَ ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا: حَدَّثَنَا عَمَّارُ بْنُ نَصْرٍ، حَدَّثَنَا بَقيَّةُ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ، عَنْ الْهَيْثَمِ بن مالك الطائي، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ الشرك أعظم عند الله من نطفة وَضَعَهَا رَجُلٌ فِي رَحِمٍ لَا يَحِلُّ لَهُ”
Ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnu Nasr, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Abu Bakar ibnu Abu Maryam dari Al-Haisam ibnu Malik At-Ta-i, dari Nabi saw. yang telah bersabda, “Tiada suatu dosa pun sesudah mempersekutukan Allah yang lebih besar di sisi Allah daripada nutfah (air mani) seorang lelaki yang diletakkannya di dalam rahim yang tidak halal baginya.”
Allâh melarang mendekati zina, seperti melihat video/gambar yang memuat pornografi, berduaan dengan lawan jenis di tempat yang sepi, mengumbar pandangan, chatting/telpon dengan lawan jenis yang mengarah pada interaksi seksual, berpacaran, bercampur baur antara laki-laki dan perempuan tidak ada hajat syar’i dan segala bentuk yang memunculkan dorongan seksual. Semua celah yang mendekati zina ini harus ditutup rapat sehingga tidak ada peluang atau dorongan orang untuk melakukan perzinaan.
Oleh karena itu, dibutuhkan peran dari semua pihak untuk membangun ketakwaan individu melalui pendidikan dan nasihat atau taujih dari mubalig dan mubaligah. Dibutuhkan juga kontrol masyarakat sehingga ketika ada orang yang melakukan perbuatan yang mendekati zina berupa pacaran dan khalwat masyarakat tidak segan untuk menegur, mengingatkan dan menasihati agar tidak sampai terjadi perzinaan.
Selain itu, peran negara sangat penting untuk membuat kebijakan yang menutup semua tempat hiburan yang berbau pornografi dan pornoaksi, melarang iklan yang mengumbar aurat, melarang media baik cetak, elektronik, maupun media sosial menampilkan pornografi atau pornoaksi.
Negara juga menugaskan qadhi muhtasib untuk mengontrol tempat umum seperti taman-taman kota, halte dari anak-anak muda yang pacaran. Negara pun akan memberikan sanksi berupa takzir yang tegas kepada pelaku yang mendekati zina. Dengan Langkah-langkah tersebut Islam menutup semua pintu yang memicu terjadinya perzinaan. Walhasil perzinaan bisa dicegah sedini mungkin. Wallahualam.
Tags
Opini