Refleksi HUT RI Ke 77 : Akankah Indonesia Bangkit?



Oleh : Ummu Maryam

Peringatan HUT RI ke 77 tahun 2022 ini mengambil tema Pulih Lebih Cepat Bangkit lebih Kuat. Tema ini sengaja diangkat dengan harapan bahwa negara Indonesia segera bisa pulih dan bangkit dari keterpurukan akibat pandemic covid 19 yang berlangsung selama 2 tahun dan telah menimbulkan kecemasan sosial hingga tekanan ekonomi berat bagi rakyat Indonesia. Melansir LLDIKTI Kemdikbud, tema Hari Kemerdekaan Indonesia ke-77 pada tahun ini merefleksikan bagaimana nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika mempersatukan masyarakat Indonesia dalam menghadapi tantangan yang ada. Dasar-dasar negara juga menjadi penuntun bersama untuk pulih lebih cepat agar siap menghadapi tantangan global dan bangkit lebih kuat demi kemajuan Indonesia. Bangkit dan pulih menjadi negara makmur, sejahtera dan maju tentu sangat kita harapkan, namun akankah hal ini bisa kita wujudkan?

Tiga perempat abad tentu bukan lagi usia yang muda bagi sebuah negara. di usia tersebut sebuah negara yang telah merdeka mestinya sudah mampu menata diri menjadi negara yang mapan, maju dan sejahtera. Namun realitas yang terjadi di negeri ini sungguh memprihatinkan, kita dapati banyak problem di hampir semua sektor. Merdeka dalam KBBI yang bermakna bebas dari penjajahan, penghambaan dan ketergantungan belum bisa kita rasakan sepenuhnya. Memang secara fisik kita telah terbebas dari penjajah dan tentu saja hal ini patut kita syukuri. Tapi bukan berarti kemerdekaan yang hakiki sudah kita raih. Dalam bidang ekonomi misalnya, masyarakat saat ini banyak mengeluhkan harga kebutuhan pokok yang semakin melejit. BBM, listrik, biaya pendidikan dan kesehatan terus merangkak naik akibat subsidi yang dikurangi. Pajak dengan berbagai macam jenisnya semakin membebani. Sumberdaya alam yang melimpah tak bisa dinikmati, hal ini karena pengelolaannya diamanahkan pada swasta dalam negeri maupun asing. Gaya hidup hedonisme yang merupakan penjajahan budaya dari barat terus masuk tanpa bisa dibendung, alhasil generasi muda menjadi jauh dari norma agama dan hilang arah. Begitupun dalam hukum. Keadilan hanya menjadi barang langka bagi kaum papa. Kisah kematian Brigadir J merupakan drama nyata, bahwa ternyata hukum bisa dipermainkan oleh pihak yang berkuasa. 

Kemerdekaan merupakan salah satu karunia besar yang telah diberikan oleh Allah SWT. Bahkan Islam diturunkan untuk mengemban misi kemerdekaan. Allah memerintahkan manusia untuk mengikrarkan kalimat tauhid sebagai bentuk penghambaan kepada Allah semata bukan kepada yang lain, termasuk kepada sesama manusia. Memurnikan penghambaan kepada Allah bukan hanya dengan ibadah ritual seperti sholat, puasa, zakat dan haji saja. Tapi lebih dari itu, yaitu dengan mengembalikan semua aturan hanya kepada Allah. Di era modern ini atas nama demokrasi , segelintir orang dipercaya membuat aturan yang wajib ditaati oleh mayoritas. Dan sayangnya aturan tersebut tidak jarang hanya dibuat untuk kepentingan mereka. Aturan yang diterapkan menjadikan kekayaan alam hanya mengalir kepada segelintir orang yang disebut oligarki.  Dengan jalan membuat hukum itulah  rakyat dibuat semakin menderita. Pajak dinaikkan, subsidi dihilangkan dengan dalih beban negara. Rakyat dibatasi dalam menyampakan aspirasi.  Selama manusia dipaksa tunduk pada manusia lain, maka penjajahan non fisik sebenarnya masih terus terjadi hingga kini. Karena sejatinya jika sebuah negara telah merdeka, mestinya semua potensi dan kekayaan yang telah Allah ciptakan, seharusnya bisa kita nikmati dan menjadikan rakyat makmur dan sejahtera. Oleh karena itu maka semestinya kita menyadari bahwa satu-satunya cara agar terbebas dari segala belenggu penjajahan hanya bisa kita raih dengan mengembalikan pembuatan hukum hanya kepada Allah yang Maha Pencipta Maha Pengatur. Yaitu dengan menerapkan syariat Islam kaffah.

Wallaahu a'lam bi ash-shawaab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak