Oleh: Fadhillah
Di pertengahan tahun 2022 ini, negeri kita tengah di guncangkan dengan adanya fenomena subkultur baru yang merepresentasikan kreativitas anak muda melawan kultur arus utama. Fenomena ini kemudian menarik segelintir pesohor untuk berkolaborasi memanfaatkan peluang, meskipun pada akhirnya menuai kontroversi di masyarakat. Pemerintah setempat pun tidak menanggapi buruk adanya fenomena tersebutSaking ramainya, fenomena itu kini diberi nama Citayam Fashion Week.
Citayam Fashion Week adalah aksi peragaan busana di zebra cross kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat. Layaknya Paris Fashion Week yang terkenal, para 'model' berlenggak-lenggok mengenakan busana khasnya sambil menyeberangi jalan. Bedanya, para 'model' yang meramaikan Citayam Fashion Week adalah remaja dari Depok, Citayam, dan Bojonggede, daerah penyangga Jakarta. Tak hanya menjadi tempat nongkrong, dua kawasan itu juga menjadi wadah untuk menyalurkan selera fashion anak-anak muda.
Viralnya kawasan Dukuh Atas sebagai lokasi Citayam Fashion Week ini bermula dari beredarnya video-video wawancara di media sosial. Yang ikut serta dalam hal itu adalah pemuda-pemudi yang diwawancarai kerap mengenakan busana khas dan nyentrik. Tidak hanya mereka, bahkan hingga para artris pun ikut terjun dalam menyemarakkan hal tersebut. Demi membuat konten mereka meningkat.
Ada yang beranggapan bahwa dengan adanya street fashion, anak-anak muda ini mampu menarik perhatian, sehingga keberadaan mereka pun diakui. fenomena ini mengindikasikan adanya inisiatif, kreativitas, dan langkah nyata dari masyarakat yang tidak mendapatkan akses pada kebutuhan tertentu. Beberapa masyarakat juga memiliki keinginan untuk mengikuti ajang mode seperti fashion show. Namun, tak sembarang orang bisa mengikutinya. Oleh karena itu, mengapa street fashion ini banyak orang yang minat.
Tidak dipungkiri lagi jika terdapat beberapa polisi yang mendukung adanya street fashion tersebut. Dengan mengatur Gerakan lalu lintas supaya street fashion dapat berjalan lancer. Namun, tak sedikit yang menganggapnya sebagai hal negatif, selain mengganggu aktivitas jalan raya, kegiatan tersebut juga dinilai berpotensi membuka peluang tindak kriminal, dan sebagainya. Seperti halnya LGBT dan pencurian (handphone, dompet, perhiasan, dan lainnya).
Selain itu, dampak yang terjadi akibat fenomena ini dapat menarik perhatian tokoh-tokoh publik, baik dari dunia hiburan maupun dari dunia politik untuk datang ke sana dan menjajal berjalan di catwalk jalanan mereka, bahkan diikuti oleh daerah lain yang turut serta dalam menyemarakkan street fashion dikarenakan ketertarikan yang serupa.
Dari street fashion juga menyebabkan anak-anak tidur di Dukuh Atas, parkir liar sembarang tempat, timbul adanya kemacatan, serta rawan penularan Covid-19. Hal ini juga tidak baik bagi kesehatan mental anak-anak yang masih berkeliaran di malam hari. Apalagi mereka berhadapan dengan angin malam yang berbahaya.
Selain itu juga berdampak pada pembelajaran para pelajar. Yang mana, waktu belajar mereka teralihkan dengan lebih fokus kepada gaya fashion tersebut. Terlebih lagi jika namanya sudah tertanam viral di media sosial, maka akan sangat sulit terlepas dari hal tersebut dan akan menurunkan minat belajar mereka. Sehingga, yang terpikirkan oleh mereka bukan lagi masa depan, namun keuntungan dunia yang mereka anggap bisa memenuhi kebutuhannya hingga masa depan.
Dalam perspektif Islam sendiri telah menetapkan batasan-batasan perempuan dal laki-laki dalam pergaulannya, gaya berjalannya, berpakaiannya, bahkan berinteraksi antar sesama.
hadits Abu Hurairah disebutkan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, begitu pula wanita yang memakai pakaian laki-laki” (HR. Ahmad no. 8309).
Oleh karena itu pakaian yang khusus bagi wanita, tidak boleh dipakai oleh kaum laki-laki, seperti daster, kebaya, BH, kerudung, cadar, sandal wanita, dan semacamnya.
Demikian juga pakaian yang khusus bagi laki-laki, maka tidak boleh dipakai oleh wanita. Seperti peci, gamis laki-laki, celana panjang, dan semacamnya. Adapun jenis pakaian yang memang biasa digunakan untuk laki-laki dan wanita, maka tidak mengapa mereka mengunakannya. Seperti izar (semacam sarung), selimut, dan lainnya. Tetapi tentu cara pemakaian atau bentuknya juga tidak boleh menyerupai yang menjadi kekhususan bagi lawan jenis.
Dari penjelasan ini kita mengetahui tentang kesempurnaan agama Islam yang mengatur seluruh perkara yang membawa kebaikan di dunia atau di akhirat. Semoga Allâh Azza wa Jalla selalu menjaga kita dari segala keburukan, membimbing kita di atas segala kebaikan, dengan karunia-Nya dan kemurahan-Nya. Wallahu A’lam bishshowwab.
Tags
Opini