Oleh: Qathratun
Setiap Orangtua pasti menginginkan anaknya mengecap bangku pendidikan hingga kuliah. Harapan mereka pasti ingin anaknya lebih baik, berpengetahuan luas dan berpemikiran intelek, bahkan berkontribusi besar bagi bangsa dan negara.
Namun apalah daya, jika keinginan mereka hanya menjadi angan-angan semata. Lantaran biaya kuliah yang kian tahun kian membengkak. Sekaligus segala siasat telah ditempuh seperti mengeluarkan KIP untuk beasiswa kuliah, atau penarikan gaji pekerja, tetap saja tak mampu mengatasi persoalan ini.
Walhasil, Indonesia yang digadang-gadang bonus demografi pengantar menuju Indonesia Maju tampaknya harus siap gigit jari. Melambaikan tangan pada mimpi indah tersebut.
Kapitalisasi di Dunia Pendidikan
Sebagaimana kita ketahui bersama, nilai PT (Perguruan Tinggi) saat ini telah bergeser dari peran mulia wadah aktivitas ilmiah menjadi sebagai salah satu roda penggerak lancarnya perekonomian sekarang. Kurikulum dan jurusan yang tersedia hanya diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan buruh semata. Para pelajar dibentuk mental pekerja buruh murahan. Bukan memperhatikan ilmu apa yang mereka butuhkan melainkan kemampuan pekerjaan standar. Yang penting setelah kuliah mereka punya pekerjaan dan tidak menjadi beban negara.
Saat ini PT pun menjadi alat untuk menyedot uang sebanyak-banyaknya dari para mahasiswa. Sehingga pelajar yang akan masuk jenjang perkuliahan tak hanya mengejar standar kemampuan sebagaimana yang diminta, tetapi memikirkan bagaimana mampu membayar UKT. Terutama jika ingin masuk jurusan favorit seperti kedokteran, hukum, It dsb maka harus menyiapkan kantong tebal. Seolah makin besar peluang kerja suatu jurusan makin besar pula biaya yang harus ditanggung di masa kuliah.
Imbasnya Menurunkan Nilai Utama Belajar
Karena sistem kapitalis yang saat ini mewarnai dunia pendidikan, akhirnya pandangan orang terhadap dunia pendidikan menjadi bergeser. Yang awalnya orang belajar tinggi-tinggi dengan niat mencari ilmu dan bermanfaat bagi umat, akhirnya saat ini hanya berhasrat materi saja. Belajar hingga S3 hanya untuk menyabet kursi karir tertinggi, menghasilkan gaji tinggi, jadi tajir melintir. Tak ayal jika banyak lulusan magister maupun doktor namun perannya di tengah masyarakat pasif. Pandangannya hanya mengejar materi. Selain karena tuntutan balik modal (karena selama kuliah mengeluarkan banyak biaya maka setelah kuliah harus mencari banyak uang) juga karena mengejar gengsi.
Islam Memuliakan Ilmu dan Penuntut Ilmu
Islam mewajibkan pada para pemeluknya untuk menuntut ilmu setinggi dan sejauh mungkin. Nampaknya hadis “Menuntut ilmu wajib bagi tiap Muslim” tak jarang didengar oleh siapapun. Begitupun hadis-hadis lain yang menunjukkan betapa pentingnya tiap orang untuk menuntut ilmu.
Maka Islam memandang pendidikan merupakan kebutuhan sekunder bagi tiap orang. Khilafah sebagai sebuah presentasi penegakan Islam akan mendukung aktivitas keilmuan di tengah keberadaannya. Khilafah akan berusaha menumbuhkan dan mendukung kelancaran jalannya aktivitas ini. Dalam APBN akan dialokasikan dana untuk menyokong pendidikan ini. Negara akan menggratiskan sekolah-sekolah agar tiap warganya mampu mengecap pendidikan secara layak. Negara juga akan menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung seperti perpustakaan, sekolah, laboratorium, dan segala macamnya untuk menunjang kelancaran pendidikan. Bahkan, para Ulama dan Ilmuwan sangat dihargai. Mereka digaji dengan jumlah yang besar, seharga dengan kontribusi ilmu yang mereka berikan.
Perpustakaan Baitul Hikmah di masa Abbasiyah menjadi bukti sejarah tak terelakkan bagaimana Islam sangat memperhatikan pendidikan. Dimana perpustakaan ini menampung ribuan bahkan jutaan buku-buku berisi penemuan termutakhir pada masanya dan berbagai pengetahuan dari berbagai macam disiplin ilmu. Perpustakaan ini juga menjadi pusat diskusi dan penelitian para Ulama dan Ilmuwan. Berbagai kajian ilmiah digelar di tiap sudutnya. Bahkan orang dari berbagai penjuru negeri baik negeri Islam maupun non-Islam datang untuk mencari ilmu disana. Dan berbagai fakta historis lainnya yang tak mungkin disebutkan secara rinci pada tulisan ini.
Tak heran jika Negara Islam menjadi mercusuar ilmu pengetahuan dunia. Negara Islam sangat maju, semua warganya terdidik.
Mulianya Suatu Peradaban Bergantung Dengan Ilmu Pengetahuannya
Allah Ta’ala berfirman dalam Q. S Al-Mujadalah: 11
... وَإِذَا قِیلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ یَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمۡ وَٱلَّذِینَ أُوتُوا۟ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَـٰتٍۚ... O
Allah menjanjikan akan memuliakan ahli ilmu baik di Dunia maupun di Akhirat. Di Dunia orang yang berilmu akan dipandang lebih di depan manusia. Karena orang yang berilmu cenderung lebih berattitude, berwawasan luas, dan mampu mencerahkan orang-orang di sekitarnya. Yang berilmu juga mampu memecahkan segala urusan hidupnya karena telah memiliki ilmu. Dan di Akhirat, Allah akan memuliakan ahli ilmu dibanding orang lainnya.
Apabila satu peradaban orang-orang nya terdidik semua, maka akan mulia satu peradaban itu. Sebagaimana firman Allah yang disebutkan di atas.
Maka, katakan selamat tinggal pada pendidikan yang cerah dan bervisi mulia Indonesia apabila sistem yang diterapkan adalah sistem kapitalisme-demokrasi. Karena kapitalisme terbukti bobrok dan tak bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi. Hanya kembali pada Islam dan Peraturannya untuk menjadikan Indonesia “baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur”. Hanya dengan penyelesaian ala Islam yang mampu menuntaskan persoalan pendidikan di Indonesia.
Tags
Opini