Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Globalisasi menyebabkan masifnya serangan produk industri MNC dan TNC terhadap penduduk negara berkembang termasuk para generasi muda. Mulai dari industri fashion, food, film, entertainment dan digital. Itu semua sepaket dengan nilai-nilai Barat yang berbasis sekuler, kebebasan, konsumerisme dan individualisme. Akibatnya pemuda Islam terbawa arus gaya hidup Barat.
Koorporasi selalu mentargetkan masyarakat suatu negara sebagai pasar produknya. Koorporasi akan memaksimalkan penjualan dalam rangka memaksimalkan profit. Agar produk tersebut laku maka dibuatlah iklan yang masif dalam seluruh bentuk media untuk menarik minat konsumen. Dari sinilah bermula gaya hidup konsumerisme. Parahnya konsumerisme telah menjadi indikator sukses generasi muda. Sudah menjadi hukum tidak tertulis, bahwa Semakin tinggi selera (pakaian, hiburan, makanan, minuman, rumah, kendaraan dll), maka ia semakin bonafide, keren dan berhak atas citra kelas atas.
Riset Share of Wallet yang dilakukan Kadence International-Indonesia pada 2013 menunjukkan, 28 persen masyarakat kelas menengah di Indonesia mengalami defisit penghasilan karena utang yang digunakan untuk konsumerisme. Apalagi sekarang di zaman digitalisasi, hobi belanja semakin difasilitasi dengan belanja online dan e_commerce. Sepaket dengan fasilitas pembayaran yang menggiurkan untuk terus belanja. Mulai dari dompet digital seperti Gopay, pinjol, COD sampai paylater.
Satu lagi fenomena yang menonjol dari pemuda saat ini adalah kecanduan Korean Wave. Hal ini menjadikan pemuda Islam mengikuti gaya hidup artis Korea. Mulai dari musik, film/drama serta fashion dan kosmetik. Contohnya saja Fenomena penjualan McD BTS yang diserbu oleh para Fans mampu melejitkan Penjualan McD sampai Rp 85 Triliun pada kuartal II-2021. Hal yang tidak rasional pun dilakukan oleh fans fanatik BTS yaitu rebutan membeli bungkus bekas McD BTS tersebut dengan harga 350 ribu padahal harga di gerai hanya Rp. 50 ribu. Karena fanatisme fans, Bos Big Hit (perusahaan agency BTS) masuk dalam daftar Orang Terkaya Baru Korsel dengan harta Rp 47 Triliun.
Agar barang-barang yang sudah diproduksi bisa laku terjual, maka korporasi mendesain pemasaran yang mampu "menyihir" masyarakat untuk membeli. Bahkan korporasi telah menggandeng intelektual melahirkan terobosan baru agar pemasaran dan iklan bisa efektif. Neuromarketing adalah sebuah ide revolusioner dalam ilmu ekonomi yang menggabungkan beberapa disiplin ilmu seperti ilmu saraf, psikologi dan ekonomi (khususnya pemasaran). Konsep dasar neuromarketing adalah mengandalkan rangsangan sensorik yang muncul ketika seseorang melihat rangsangan visual tertentu.
Ide merangsang indera seseorang melalui pendekatan visual kini mulai menjadi andalan oleh berbagai merek di seluruh dunia, dan diharapkan dapat meningkatkan kuantitas penjualan produknya secara lebih efektif. Bahkan, kini penggunaan suara, warna, suasana, sentuhan, bau, musik, dan arsitektur tertentu dari sebuah toko yang menjual suatu produk, dianggap memiliki pengaruh yang tak kalah menyenangkan bagi konsumen, dan dengan sengaja membangun kesan positif tersebut. konsumen tidak hanya menjadi terkait dengan merek atau produk yang dijual, tetapi juga secara tidak sadar dipaksa untuk membeli dari toko tersebut dan kemudian merekomendasikannya kepada teman dan keluarga mereka juga. Apalagi di era digitalisasi ekonomi, mayoritas orang menggunakan smartphone, sudah pasti menjadi media strategis untuk mewujudkan target neuromarketing. Sehingga tingkat konsumerisme terus semakin tinggi. Pada kondisi ini ilmu yang dimiliki para pemuda khususnya pemuda Islam malah menjadi pembawa bencana bagi kehidupan manusia.
Sejarah telah membuktikan Peradaban Islam diusung oleh para pemuda. Siroh Rasulullah SAW menggambarkan kelompok dakwah Rasul diisi para pemuda. Bahkan keberhasilan Tholabun nushroh juga di tangan pemuda yaitu Mush'ab bin Umair dan Sa'ad Bin Muadz. Desain pembangunan kapitalisme telah membuat pemuda muslim jauh dari potensi itu. Ditambah lagi arus moderasi semakin menambah tantangan. Oleh karena itu dibutuhkan inkubator pemuda Islam yang kuat agar tidak terjebak dan tertipu dengan arus liberalisasi yang diusung atas nama globalisasi. Wallahu a’lam bi ash showab.