Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Tidak bisa dipungkiri, pengaruh Pendidikan sekuler telah membawa pengaruh besar terhadap pandangan generasi muslim. Mereka menjadi pembebek pemikiran dan peradaban Barat, tidak terkecuali dalam bidang ekonomi. Teori – teori kapitalis yang mereka pelajari di sekolah dan kampus, mereka pahami menjadi satu – satunya teori yang harus diaplikasikan dalam kehidupan. Sehingga teori-teori ini menjadikan intelektual kaum muslimin tertipu dalam model pembangunan ala Kapitalisme. Oleh karena itu desain Kapitalisme global untuk menjajah ekonomi dunia Islam tidak mereka sadari, bahkan dianggap sebagai tahapan untuk menjadi negara maju.
Globalisasi Ekonomi adalah desain baru Kapitalisme untuk menjajah dunia Islam pasca perang dunia ke-2. Tonggak sejarah globalisasi ditancapkan tahun 1944, saat negeri-negeri muslim menjadi negara bekas jajahan Barat. Pada waktu itu dilaksanakan pertemuan di Bretton Woods, Amerika Serikat. Pertemuan ini dihadiri oleh negara-negara sekutu pemenang Perang Dunia II, yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Prancis. Dalam pertemuan ini telah disepakati adanya keputusan-keputusan penting yang menandai proses globalisasi dunia dengan cara baru.
Ekonomi Kapitalisme yang bertarget meningkatkan pertumbuhan ekonomi telah menjadikan produksi sebagai basisnya. Sehingga industrialisasi menjadi target pembangunan. Oleh karena itu dibutuhkan pasar yang besar untuk menyerap produksi tersebut. Pembagian negara berdasarkan pendekatan industri dengan sebutan maju, berkembang dan miskin adalah upaya untuk mengelabui negara berkembang dan miskin. Jika ingin maju maka negara berkembang dan miskin harus menjalankan tahapan pembangunan seperti negara maju. Dengan begitu negara berkembang akan mengikuti resep ekonomi ala mereka yaitu pasar bebas.
Budaya konsumerisme masyarakat berawal dari keberadaan kita dalam era globalisasi. Dari globalisasi, kita akan terkoneksi dari belahan dunia mana pun. Kedatangan dan penerimaan akses informasi pun menjadi tak terelakkan. Semua bisa kita terima dan jika tidak melakukan filterisasi, bisa saja mengubah gaya hidup hanya dalam sekejap mata.
Melalui globalisasi, para pelaku usaha dari ranah industri menjadi memuncak. Kita, para konsumen atau konsumtor menjadi merasa ‘cuci mata’ dengan banyaknya produk-produk yang dipublikasikan.
Jadi, bisa dimengerti bahwa pengaruh globalisasi terhadap sifat konsumtif masyarakat menjadi sangat nyata jika tak ada remnya. Pengaruhnya bisa berimbas pada gaya hidup yang menonjolkan kemewahan, kesenangan, dan berfoya-foya menghamburkan uang.
Koorporasi selalu mentargetkan masyarakat suatu negara sebagia pasar produknya. Koorporasi akan memaksimalkan penjualan dalam rangka memaksimalkan profit. Agar produk tersebut laku maka dibuatlah iklan yang masif dalam seluruh bentuk media untuk menarik minat konsumen. Dari sinilah bermula gaya hidup konsumerisme. Parahnya konsumerisme telah menjadi indikator sukses generasi muda. Sudah menjadi hukum tidak tertulis, bahwa Semakin tinggi selera (pakaian, hiburan, makanan, minuman, rumah, kendaraan dll), maka ia semakin bonafide, keren dan berhak atas citra kelas atas. Dan demi mengikuti gaya hidup, para pemuda kerap kali tidak berfikir rasional atas sumber daya (pendapatan) yang mereka miliki. Maka tak heran utang menjadi andalan untuk memaksakan gaya hidup.
Globalisasi menyebabkan masifnya serangan produk industri MNC dan TNC terhadap penduduk negara berkembang termasuk para generasi muda. Mulai dari industri fashion, food, film, entertainment dan digital. Itu semua sepaket dengan nilai-nilai Barat yang berbasis sekuler, kebebasan, konsumerisme dan individualisme. Akibatnya pemuda Islam terbawa arus gaya hidup Barat.
Survei yang pernah dilakukan oleh Credit Karma menemukan hampir 40 persen milenial menghabiskan uang yang tidak dimilikinya dan terlilit utang demi gaya hidup dan hubungan sosial. Rata-rata pengeluaran tersebut dihabiskan demi sebuah pengalaman seperti berlibur, pesta, kehidupan malam, hingga pernikahan. Bahkan milenial rela berutang demi makanan, pakaian, alat elektronik, perhiasan dan mobil. Apalagi sekarang di zaman digitalisasi, hobi belanja semakin difasilitasi dengan belanja online dan e_commerce. Sepaket dengan fasilitas pembayaran yang menggiurkan untuk terus belanja. Mulai dari dompet digital seperti Gopay, pinjol, COD sampai paylater.
Untuk itu dibutuhkan idealisme yang kokoh dari aktivis partai pengusung peradaban Islam untuk menyiapkan Inkubator pemuda. Khilafah 'ala minhaj nubuwah yang sedang kita songsong membutuhkan kualitas aktivis dakwah sebagaimana kualitas para sahabat serta terobosan strategi yang mumpuni. Dunia Islam membutuhkan kader dakwah yang kuat dan tangguh, serta ikhlas dalam menapaki jalan perjuangan untuk mengembalikan kejayaan dan kemuliaan Islam. Dengan upaya yang sungguh-sungguh, insyaa Allah peradaban Islam dalam naungan Khilafah Islamiyyah akan segera terwujud. Hasbunnallah wa ni'mal wakil ni'mal Maula wa ni'mannashiir.