Oleh : Ummu Hanif, pemerhati Sosial Dan Keluarga
Hampir setiap hari kita disuguhi dengan berita kriminalitas. Namun menjadi mengagetkan jika tindakan kriminal tersebut dilakukan para remaja. Jika dahulu remaja nakal identik dengan menjahili teman, sekarang mewujud dalam perundungan atau hingga memakan korban jiwa.
Dahulu pula, remaja nakal identik dengan saling mencela secara verbal. Kini celaan bisa berubah menjadi pembunuhan. Jika dahulu remaja nakal memukul seorang teman, hari ini bisa bergeser menjadi tawuran antarpelajar dan pengeroyokan yang berujung kematian.
Sebagaimana berita yang dirilis kompas.com pada 5 Agustus 2022, Seorang remaja, WS (13), ditemukan meninggal dunia dengan tubuh penuh luka di perkebunan kopi di Desa Baleagung, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada Kamis (4/8/2022). Pelaku tidak lain adalah teman sekolah korban. Keduanya bersekolah di SMP yang sama di wilayah Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. Pembunuhan ini terjadi karena korban telah mencuri HP milik terdakwa.
Laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, hingga Agustus 2020, terdapat 123 kasus anak berhadapan hukum (ABH) sebagai pelaku. Kriminalitas terbanyak berupa kekerasan fisik (30 kasus) dan kekerasan seksual (28 kasus). Selain itu, anak sebagai pelaku kecelakaan lalu lintas dan pencurian menyusul dengan masing-masing 13 dan 12 kasus. (Katadata, 31/08/2020)
Memperbaiki kerusakan remaja tidak cukup dengan penyelesaian dari ranah individu dan keluarga. Persoalan kriminalitas dan kenakalan remaja adalah buah penerapan kehidupan sekuler liberal. Penyelesaiannya haruslah sistemis dan komprehensif. Negara selaku penyelenggara sistem pendidikan turut bertanggung jawab atas masa depan generasi.
Menyusun dan menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam adalah langkah awal yang perlu dipikirkan oleh negara. Dengan kurikulum ini, semua perangkat pembelajaran akan merujuk pada penguatan akidah dan pemikiran Islam pada generasi. Sehingga generasi akan tergambar cara bersikap dan beramal sesuai tuntunan Islam.
Sementara itu, masyarakat sebagai tempat generasi tumbuh dan berkembang harus menjadi kontrol sosial yang efektif. Dengan penegakan aturan sosial sesuai syariat Islam, masyarakat lebih mudah memberikan kontrol dan pengawasan terhadap perilaku maksiat dan kriminal. Angka kriminalitas dapat dicegah dan diminimalisasi dengan peran aktif masyarakat dalam berdakwah.
Sedangkan peran keluarga, harus sehat dengan terpenuhinya kebutuhan pokok bagi setiap individu secara layak. Maka negara harus membuka lapangan kerja dan memberi peluang hingga modal berwirausaha bagi laki-laki agar mampu memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Tidak akan ada bias fungsi peran ayah dan ibu karena negara memberdayakan mereka sesuai tupoksi syariat Islam.
Dalam hal penegakan hukum, Negara akan menegakkan sanksi berdasarkan ketentuan syariat Islam. Jika anak sudah akil balig, ia menanggung perbuatannya sendiri. Siapa pun pelakunya, usia remaja ataupun dewasa, akan diberlakukan sanksi yang sama.