Penulis : Mira Sutami H ( Pemerhati Sosial dan Kebijakan Publik )
Hutan Indonesia yang begitu luas merupakan salah satu paru - paru dunia. Sayangnya hutan di negeri bergelar Zamrud Khatulistiwa sering kali terjadi kebakaran. Bahkan kasusnya sering berulang dan biasanya terjadi pada musim kemarau. Bahkan ada yang memang sengaja dibakar untuk membuka lahan
untuk pertanian misalkan kelapa sawit dan lainnya.
Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang terjadi di Provinsi Riau mencapai 1.060,85 hektar. Angka luas Karhutla tersebut dihimpun selama periode Januari hingga Juli 2022. Karhutla ini hanya yang terjadi di satu daerah belum lagi daerah lainnya. Jadi bisa dipastikan bila hutan kita semakin sempit saja.
Kebakaran lahan kawasan Bukit Parobahan (Simpang Gonting), Desa Aek Sipitudai, dan lahan kawasan Bukit Desa Siboro, Kecamatan Sianjur Mulamula, juga ikut terbakar, Jumat 5 Agustus 2022 malam. Hal ini menambah jumlah kasus kebakaran hutan yang terjadi di negeri ini.
Dua kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau dan Bukit Parobahan ini bukan kali pertama terjadi pada tahun 2022. Sejak awal tahun kasus karhutla di Indonesia hingga Rabu 27 Juli 2022 telah mencapai 131 kasus menurut kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB ). Mengingat saat ini memasuki musim kemarau.
(IndoBaliNews.com, 29 Juli 2022 )
Sebenarnya Karhutla sendiri yang terus berulang membawa dampak kerugian bagi ekonomi dan juga kesehatan. Bagaimana tidak bila kebakaran hebat terjadi akan terjadi kabut asap yang tebal sehingga membuat jarak pandang manusia akan semakin sempit sehingga tentu saja akan berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat. Begitupun bila terjadi karhutla juga berdampak pada kesehatan terutama paru - paru bisa jadi kabut asap membuat sesak nafas dan bisa juga mengakibatkan kematian pula.
Memang sudah suatu keharusan bila kasus karhutla harus segera dicarikan solusi mendasarnya. Supaya tidak terjadi kasus yang sama atau bahkan kita akan kehilangan hutan kita. Lalu bagaimana dengan nasib generasi yang akan datang. Hutan harusnya menjadi warisan bagi generasi yang akan datang.
Sebagai upaya pencegahan, BNPB telah membentuk Desa Tangguh Bencana Karhutla serta melakukan edukasi kepada publik terkait mitigasi karhutla. Selain itu, BNPB juga mendorong pemerintah daerah untuk melakukan mitigasi jangka panjang berbasis vegetasi. Dengan begitu diharapkan karhutla segera dapat diatasi semaksimal yang bisa dilakukan. Namun akhirnya pencegahan ini hanya ditujukan untuk masyarakat semata. Padahal semua kebijakan itu ada pada pemerintah yang mengayomi umat dengan sanksi bagi yang melakukan pelanggaran.
Namun pertanyaannya mampukah kasus karhutla dapat dituntaskan sementara negeri melegalkan perkebunan di kawasan hutan bahkan hutan tersebut difungsikan sebagai hutan lindung dan kawasan konservasi. Hal ini tertuang dalam PP Nomor 104 Tahun 2015 Pasal 51 ayat 1 dan ayat 2. Tentu saja untuk membuka lahan tersebut dicari cara termudah dan cepat yaitu dengan membakar hutan. Dengan begitu sepertinya memang karhutla sulit untuk diatasi.
Belum lagi kesalahan pandangan kapitalisme memandang bahwa hutan merupakan milik negara. Sehingga negara bebas memberikan kepada siapa yang dikehendaki baik perorangan, swasta bahkan asing sekalipun. Selain itu dampak sistem ekonomi kapitalisme itulah maka wajar bila terjadi eksploitasi SDA besar - besaran tanpa mengindahkan dampak kelestarian lingkungan. Jadi dalam hal ini wajar bila kasus karhutla makin marak.
Jadi dari sini nampak jelas bahwa pemerintah tidak menyentuh persoalan mendasar. Namun malah memberikan peluang kaum kapitalis untuk mengeruk untung dari petak umpet kebakaran hutan secara tidak langsung. Pada akhirnya umat secara keseluruhan yang dirugikan. Bahkan negara tetangga yang dekat dengan RI kena imbasnya karena kiriman kabut asap akibat karhutla ini.
Cara pandang kapitalisme tentu berbeda dengan Islam. Dimana Islam menetapkan bahwa hutan merupakan milik umum dimana negara akan mengontrol dan mengelola hutan. Tidak ada yang boleh merusak hutan termasuk membakarnya. Karena Islam sangat menjaga kelestarian lingkungan lebih - lebih kalau hutan tersebut merupakan kawasan hutan lindung atau area konservasi. Hutan itu sangat dijaga oleh negara tidak diizinkan seseorang melakukan eksplorasi terhadap hutan. Pun haram hukumnya kepemilikan umum diberikan kepada perorangan, swasta maupun asing.
Apabila ada yang menguasai hutan atas nama individu, swasta atau asing maka negara akan mengambil secara paksa. Dikarenakan itu bukan milik individu namun milik umum yang pengelolaan oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Secara langsung bisa berupa subsidi, dan secara tidak langsung bisa berupa jaminan kesehatan gratis, pendidikan gratis, keamanan secara gratis dan sebagainya.
Siapa yang melakukan pelanggaran semisal melakukan pembakaran seperti kasus saat ini maka negara akan memberikan sanksi yang tegas. Sehingga pelaku jera untuk melakukannya. Begitupun bagi yang melihat penerapan sanksi tersebut tidak berani melakukan hal yang sama. Fungsi hukum Islam adalah sebagai penebus juga sebagai pencegah.
Karhutla hanya bisa dicegah dengan penerapan hukum Islam secara sempurna dengan adanya khilafah ala min haji nubuwwah. Jadi jelas sudah kita butuh khilafah yang akan bisa melindungi umat dan memberikan kesejahteraan. Tentu saja setiap masalah umat pasti dapat diselesaikan dengan tuntas dan pemimpin akan memastikan itu. Tidak seperti pada sistem kapitalis penguasa hanya regulator dari kapital ( pemilik modal ).
Wallahu a'lam bish shawab