Karhutla Terus Berulang, Bagaimana Solusi Islam?




Oleh: Tri S, S.Si


Kebakaran lahan kawasan Bukit Parombahan (Simpang Gonting), Desa Aek Sipitudai, dan lahan kawasan Bukit Desa Siboro, Kecamatan Sianjur Mulamula, juga ikut terbakar, Jumat 5 Agustus 2022 malam. Hal itu dibenarkan Camat Sianjur Mulamula Sihar Limbong kepada Sumut Poskota.co.id saat dihubungi via telepon. Saat ini, katanya, kepolisian dan pemadam kebakaran sudah turun melakukan pemadaman di Bukit Desa Siboro. “Ini baru selesai kami padamkan,” ujarnya (Poskota.co.id, 6/8/2022).


Tokoh Masyarakat Kenegrian Limbong, Jongar Limbong tinggal di seputaran kaki Gunung Pusuk Buhit, tepatnya di bawah Objek Wisata Batu Sawan, membenarkan kejadian tersebut. “Iya, ada kebakaran di Pusuk Buhit,” ujarnya. Menurutnya, Gunung Pusuk Buhit merupakan tempat yang dianggap sakral oleh orang Batak. “Api sudah naik sampe ke atas,” ucapnya.


Kabag Ops Polres Samosir Kompol Lengkap Suherman Siregar telah turun ke lokasi telah berupaya memadamkan api yang terus menjalar. “Kejadian sekitar pukul 20.00 WIB, pertama diketahui adanya titik api tepat di Bukit Parombahan (Simpang Gonting) Desa Aek Sipitudai Kecamatan Sianjurmulamula,” sebut Lengkap Suherman.


Untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran yang lebih besar, sebelumnya Kapolres Samosir AKBP Josua Tampubolon telah membentuk tim Satgas yang disertai MoU sebagai sikap dan tanggung jawab bersama untuk penanganan Karhutla. Saat ini api masih menyala di areal perbukitan Parombahan Desa Aek Sipitudai Kecamatan Sianjurmulamula. Termasuk lokasi titik api berada di pinggir jalan Tele-Pangururan. “Sampai saat ini masih dilakukan upaya pemadaman api bersama sama dengan instansi terkait,” pungkas Lengkap Suherman.


Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di musim kemarau selalu berulang setiap tahunnya. Setelah 2015 karhutla yang dahsyat terjadi, tahun ini karhutla kembali terjadi. Mengapa senantiasa berulang? Padahal berbagai regulasi sudah diberlakukan untuk mencegah terjadinya pembakaran hutan dan lahan. Karhutla menjadi masalah berulang tiap tahun di negeri ini, tanpa terselesaikan.


Hal ini menunjukkan bahwa Kapitalisasi oleh swasta pada hutan. Padahal hutan berfungsi pula sebagai daerah tangkapan air. Akibatnya terjadi kekeringan dan kebakaran lahan saat kemarau datang. Kebakaran hebat menyebabkan asap yang banyak. Ini menimbulkan emisi gas rumah kaca juga makin besar. Meski bencana asap karhutla ini berusaha diatasi, namun belum membuahkan hasil. Sebab, oknum swasta masih memiliki kebebasan menguasai hutan dan membuka lahan. Regulasi penguasa pun masih minim dalam pengawasan dan sanksi. Karenanya, pelanggaran pun terus berulang.


Pembakaran hutan ini sengaja dilakukan oknum, untuk membuka lahan yang selanjutnya dibuka perkebunan sawit. Perusahaan sawit diduga sengaja membakar hutan untuk membuka lahan, karena biayanya lebih murah. Ketua BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menyebutkan bahwa kebakaran di Indonesia rata-rata karena pembukaan lahan yang dilakukan oleh perusahaan (idntimes.com).


Mengapa kebakaran hutan selalu jadi langganan kebakaran hutan dan lahan ini bisa terjadi karena rezim menggunakan ekonomi neoliberalisme dimana swasta dibolehkan untuk mengelola kekayaan negara dengan lebel investasi. Karena dalam sistem kapitalis muncullah manusia-manusia yang rakus tidak memperdulikan manusia yang lain dalam kehidupan ini, yang ada pada diri mereka adalah modal sedikit dan mendapatkan keuntungan sebesar besarnya tidak memperdulikan jalan yang dia lalui halal atau haram. Padahal dalam Alquran Allah berfirman: 
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum :14)


Iya ini lah kesalahan yang terus diulangi pemerintah saat ini menggunakan sistem ekonomi kapitalis yang membolehkan hutan (SDA) diberikan kepada asing maupun swasta. Yang berdampak salah satunya karhutla ini. Terus membiarkan hutan diberikan kepada swasta dengan sebebasnya tanpa pertanggung jawaban yang berarti. Tanpa sanksi yang tegas bagi pelaku pembakaran dan pemerintah tidak melakukan perbuatan “yang berarti” untuk mengatasi masalah yang terus berulang selama ini.


Jika kita memperhatikan fenomena kebakaran hutan di sektor hulunya, kejadian itu berangkat dari kesalahan sistem kepemilikan yang memberikan Hak Pengusahaan Hutan, yg notabene milik umum (dlm perspektif ekonomi Islam), menjadi kepemilikan pribadi (swasta). Keberadaan dan keberlanjutan hutan alam produksi tergantung dari ada atau tidaknya institusi pengelolanya. Hingga sekarang, pengelolaan hutan alam di kawasan lindung diserahkan ke pemda dan untuk hutan produksi alam diserahkan ke pihak swasta. 


Hakikatnya hutan adalah milik Allah SWT yang diamanahkan pada manusia, untuk memelihara dan mengelolanya dengan sebaik-baiknya. Islam mengatur hutan (al-ghaabaat) terkategori kepemilikan umum (al-milkiyah al-ammah). Bukan milik individu atau negara. Ini berdasarkan hadits Rasulullah saw: “Kaum Muslim berserikat (sama-sama memiliki hak) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api.” (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).


Syariah memandang pengelolaan hutan hanya dilakukan oleh negara, bukan diserahkan pada pihak lain (swasta atau asing). Dan hasilnya mesti dikembalikan pada rakyat. Bisa dalam bentuk layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Negara akan memberikan sanksi (ta’zir) tegas terhadap pihak yang merusak hutan. Penguasa pun wajib memerhatikan pengelolaan alam. Agar terhindar dari dampak kerusakan ekosistem, apalagi sampai membahayakan manusia.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak