Oleh: Ika (Praktisi Pendidikan)
Saat ini umat Islam telah menghadapi penyusupan oleh budaya dan intelektual yang asing terhadap Islam, seperti masuknya pemikiran asing dari Barat, salah satunya sekularisme. Bahayanya pemikiran ini sangat bertolak belakang terhadap Islam, dan lebih sangat membahayakan memunculkan rasa kebencian terhadap islam baik muslim itu sendiri.
Dalam dunia keilmuan islam, kata sekuler atau sekularisme dibawa oleh Zia Gokalp (1875-1924), sosiolog terkemuka dan politikus nasionalis Turki. Dalam rangka pemisahan antara kekuasaan spiritual khalifah dan kekuasaan duniawi sultan di Turki Usmani (Kerajaan Ottoman) pada masa itu. Ia mengemukakan perlunya pemisahan antara diyanet (masalah ibadah serta keyakinan) dan muamalah (hubungan sosial manusia).
Mirisnya Virus sekularisme ini sudah menggroti ditiap aspek umat islam di Indonesia. Padahal Indonesia merupakan muslim terbesar didunia,namun sudah tidak peduli dengan agamanya, Ghirah (kecemburuan) pada agama hilang, mereka tak lagi peduli agamanya diolok-olok dan dinistakan. Dan puncaknya adalah pemikiran bahwa agama itu tidak perlu.
Salah satu keberhasilan yang dilakukan para pengusung pahan sekularisme ini adalah dengan memasuki dunia pendidikan. Apalagi jika dunia pendidikan ini dipegang oleh orang-orang yang tak paham dengan pendidikan.
Jika kita melihat pengertian menurut UUD RI Nomor 20 tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan ,pengendaliandiri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Namun faktanya, tujuan pendidikan diatas hanya dijadikan sebagai tujuan tertulis yang dipakai saat kepentingan kelengkapan berkas, sedangkan pada penerapan di lapangan pendidikan Indonesia tetap ditopang oleh prinsip-prinsip sekularisme dalam artian memisahkan akal (intelektual) dan rohani ( spritual).
Padahal Allah telah menciptakan manusia secara sempurna. Yang mana akal dan rohani tidak bisa di pisahkan. Seseorang yang memiliki akal yang cerdas namun tak berakhlak di kehidupannya seperti bumerang baginya.
Dalam kacamata Islam Kemuliaan seseorang seharusnya didasarkan pada ketakwaannya kepada Allah Swt. Apapun gelar dan jabatan yang disandang oleh seseorang, jika dia tidak bertakwa kepada Allah Swt, maka tidak ada artinya di sisi Allah Swt. Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki kedudukan dan gelar akademik yang biasa namun bertakwa kepada Allah Swt, maka derajatnya menjadi paling mulia.
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.'' (QS Al-Mujadilah [58]: 11)
Kata lain dari sekularisasi pendidikan merupakan upaya menjauhkan dan memisahkan aspek kehidupan termasuk pendidikan dengan agama sehingga tidak adanya pengontrol dalam kehidupan. Agama sebagai pondasi dasar yang menjadi aturan hidup umat manusia, berbeda dengan paham sekularisme yang menganggap agama sebagai penghalang kebebasan dalam dunia. Mengakibatkan tujuan penciptaan manusia dimuka bumi terabaikan, manusia terlalu sibuk memikirkan kehidupan duniawi yang tak pernah terpuaskan mengikuti nafsu dunia. Padahal Allah menciptakan manusia di bumi dengan visi dan misi yang jelas yakni beribadah kepada Allah yang telah tertulis dalam Q.S
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS. Al-Dzariyat: 56)
Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. al-An‘am: 162)
Para pengusung sekularisasi itu beranggapan bahwa kemajuan dan modernisasi tidak akan dapat diraih kecuali jika kita telah menanggalkan atribut-atribut agama yang merupakan belenggu dan beban berat untuk mencapai kemajuan.Mereka menganggap aturan agama itu rumit, pemikiran sempit dan seakan terkekang. Bertolak brlakang dengan tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk kepribadian islami (syakhshiyah Islamiyah) setiap Muslim, serta membekali dirinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan tak lepas dari pencipta yakni Allah SWT
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan," Q.S. Al-Alaq ayat 1
Jika kita melihat sejarah sekularisme dalam dunia pendidikan Indonesia, sejatinya prinsip sekularisme di dunia pendidikan Indonesia telah terjadi sejak lama. Contohnya pengkaburan sejarah asal mula manusia yang menyebutkan nenek moyang manusia berasal dari kera dalam teori Darwin. Secara logika sangat tidak masuk akal jika manusia disamakan dengan hewan. Apalagi di dalam Al-Quran Allah telah berfirman:
”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada pada malaikat, 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi" (QS. Al-Baqarah: 30)
Sudah sangat jelas, manusia nenek moyang pun berasal dari manusia, itu hanya satu contoh. Belum lagi amblasnya akhlak anak didik yang amburadul, pelajaran agama 2 jam dalam sepekan dan banyak lagi pendidikan Indonesia yang rusak akibat sistem sekularisme
.
Sekarang dunia pendidikan kembali dihebohkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meluncurkan kurikulum Merdeka Belajar.
Sejak terpilihnya beliau telah menjadi suatu perbincangan di masyarakat Indonesia. Jika kita melihat dari riwayat beliau adalah seorang pengusaha dengan menjabat pemimpin perusahaan go-jek, bukan dari seorang yang bekerja di dunia pendidikan. Kemudian pada tahun 2020 mengeluarkan kurikulum bernama merdeka belajar dan Merdeka belajar merdeka Kampus.
Program yang bertajuk “Kampus Merdeka” ini merupakan kelanjutan dari konsep “Merdeka Belajar” yang diluncurkan sebelumnya. Ia menilai Perguruan tinggi di Indonesia harus menjadi ujung tombak yg bergerak tercepat, karena dia begitu dekat dengan dunia pekerjaan, dia harus yang berinovasi tercepat dari semua unit pendidikan,” ujar Nadiem di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta, 24/01/2020 (Tempo.Co)
Apa tujuan kampus merdeka? merdeka dari nilai-nilai Islam dan menyempurnakan nilai-nilai sekulerisme. Merdeka dari kurikulum yang berbasis Islam dan lebih mengarahkan pada kepentingan dunia kerja. Merdeka dari aturan Islam yang mewajibkan Negara menanggung pendidikan menjadi tanggung jawab kampus. Merdeka dalam menjalin kerjasama dengan pihak pemangku kepentingan industri. Merdeka dalam hal memanfaatkan tenaga dan keahlian mahasiswa untuk kepentingan perusahaan/kapitalisme.
Menurut KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, ada berbagai definisi atau arti dari kata merdeka, lo. Pertama, merdeka dapat diartikan sebagai bebas dari belenggu, penjajahan, dan sebagainya. Arti kedua adalah tidak terkena, atau lepas dari berbagai tuntutan.
Jika kita tarik pada makna “Kampus Merdeka” berarti kampus sebagai Lembaga Perguruan Tinggi yang bervisi mencetak generasi peradaban seharusnya terbebas dari; 1. kepentingan korporasi penjajahan, berdiri sendiri dalam artian punya konsep sendiri tidak bergantung pada konsep Barat, 2. Tidak memenuhi tuntutan Barat dalam hal riset dan mengejar perangkingan kelas dunia WCU yg distandarisasi oleh Barat,3.Tidak terikat dan bergantung pada perusahaan tertentu yang mengharuskan peningkatan potensi intelektual mengarah pada kepentingan industri dan pengusaha saja. Maka terkait pernyataan wakil presiden Ma’ruf Amin yang mengatakan “pendidikan harus melihat kebutuhan dunia industri” merupakan bukti bahwa dunia kampus berada dalam tekanan pasar kapitalisme.
Bagamana seharusnya memaknai kampus merdeka? Yakni melepaskan dunia pendidikan dari kepentingan sepihak dalam hal ini para kapitalis. Dan mengembalikan fungsi dan tujuan Perguruan Tinggi sebagaiman mestinya. Tridharma Perguruan Tinggi yang akan melimpahkan berbagai manfaat dan kemaslahatan untuk masyarakat adalah fungsi pendidikan yang harus senantiasa dijaga. Pendidikan, penelitian dan pengabdian hanya untuk masyarakat. Karena tujuan pendidikan berorientasi pada kemaslahatan masyarakat. Maka Negara wajib memberikan segenap perhatian kepada perguruan tinggi dengan mensubsidi pendidikan agar dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat dan tidak menyerahkan urusan pendidikan kepada para kapitalisme. Sebagaimana termuat dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945 dijabarkan bahwa “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Artinya tanggung jawab pendidikan ada pada Negara.
Islam memandang bahwa Asas pendidikan adalah aqidah Islam. Hal ini akan mempengaruhi dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru budaya yang dikembangkan dan interaksi diantara semua komponen penyelenggara pendidikan. Adapun tujuan pendidikan dalam Islam ialah untuk membentuk manusia berkarakter yakni, berkepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam, dan menguasai ilmu kehidupan (saintek) yang memadai. Untuk itu pendidikan tidak hanya diarahkan pada peningkatan kompetensi semata tapi juga membangun karakter yang islami agar tercipta penghambaan diri pada Allah SWT. Dengan demikian penyediaan layanan pendidikan menjadi wajib bagi Negara Islam dan khalifah sangat memperhatikan dunia pendidikan.
Berdasarkan Sirah Nabi Saw dan tarikh Daulah khilafah, yang disarikan oleh Al Baghdadi (1969) dalam buku sistem pendidikan dimasa khilafah Islam: Negara memberikan jaminan pendidikan secara cuma-cuma (bebas biaya) dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) sebaik mungkin. Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban yang harus dipikul Negara serta diambil dari kas Baitul mal. Hal ini berdasarkan ijma’ sahabat yang memberi gaji kepada para pengajar dari Baitul mal dengan jumlah tertentu. Kemudian di Madrasah Al Mustanshiriah yang didirikan Khalifah Al Muntashir di kota Baghdad, telah tercatat dalam sejarahnya bahwa setiap siswa mendapat beasiswa berupa emas seharga satu Dinar (4,25 gram emas). Begitu pula biaya hidup sehari-hari dijamin sepenuhnya. Fasilitas sekolah tersedia lengkap, seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit dan pemandian. Dan juga Madrasah An Nuriyah di Damaskus yang didirikan pada abad ke enam Hijriah oleh Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky, yang menyediakan asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan untuk Siwa, staf pengajar dan para pelayan serta ruangan besar untuk ceramah. Dan yang sangat familiar sejarah Khalifah Umar bin Khattab yang memberikan gaji kepada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di kota Madinah masing-masing sebesar 15 dinar setiap bulan, 1 dinar=4,25 gram emas.
Begitulah sejarah mencatat bahwa sistem Islam memenuhi pelayanan pendidikan karena tuntutan kewajiban dari Allah SWT bukan karena asas kepentingan. Sehingga wajar Islam mampu memecah rekor pertama kali menjadi universitas kelas dunia dimana setiap negeri-negeri Eropa belajar ke universitas Islam. Oleh karenanya mustahil jika berharap universitas kelas dunia dalam sistem kapitalisme saat ini sebab penjajah berkuasa dalam berbagai sektor kehidupan termasuk sumber daya alam yang menjadi modal pendidikan gratis bagi masyarakat yang dengan itulah Negara memenuhinya. Tidak ada solusi yang akan menuntaskan rumitnya problematika pendidikan saat ini kecuali kembali kepada sistem Islam yang menerapkan syariat secara kaffah.
Allah SWT melarang memberikan jalan apapun bagi orang kafir untuk menguasai mukmin. Allah berfirman yang artinya; “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin..” (QS. Al-Nisâ’ [4]: 141).
Permasalahan diatas secara pasti disebabkan karena penerapan sistem Sekularisme khususnya di sektor pendidikan, maka wajar jika negeri ini menjadi miskin, terbelakang, terjajah dan tak berwibawa akibat terterapnya sistem yang dibuat oleh manusia dengan mengedepankan kepentingan pribadi menghilangkan aturan sang Pencipta Seluruh Alam.
Sudah saatnya kita kubur sistem pendidikan yang Sekular dan ganti dengan sistem pendidikan Islam yang pernah terbukti melahirkan insan-insan mulia yang bukan saja ahli agama, tetapi juga mampu mengetahui dan menguasai bidang IPTEK dan juga membawa Islam kepuncak peradaban tertinggi di dunia.
Wallahu a’lam bi ash shawwab.
Tags
Opini