Oleh Ummu Beyza
Ketenagakerjaan menjadi salah satu isu hangat yang diperbincangkan di tahun politik. Angka pengangguran, jumlah lapangan kerja, rumor masuknya tenaga kerja asing hingga banyaknya WNI yang tertarik untuk menjadi TKI ke luar negeri.
Baru-baru ini kita dapati berita tentang penyekapan 60 WNI di Kamboja yang bertujuan awal mencari pekerjaan untuk melanjutkan penghidupan. Namun sayang, tak jarang justru berita duka atau kabar tak baik yang diterima oleh keluarga atau terkabar dimedia.
Kurangnya lapangan pekerjaan dinegeri ini juga ditambah masa pandemi saat ini yang belum sepenuhnya usai, membuat lowongan perkerjaan semakin sulit untuk ditemukan. Bahkan tidak sedikit pekerja yang di-PHK, diberhentikan, atau mereka yang tidak di-PHK, tapi tidak kerja. Padahal biaya kehidupan harus terus berlangsung.
Sehingga faktor ekonomi yang harus terus berjalan yang berbarengan dengan sulitnya lapangan pekerjaan menjadi pendorong banyaknya tenaga kerja indonesia memilih untuk bekerja ke negara-negara tetangga dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Fenomena ketertarikan menjadi TKI ini bagi pemerintah akan mampu menaikan devisa bagi negara yang cukup tinggi. Namun kita tak boleh lupa, bahwa permasalahan yang sering terjadi akan banyaknya kekerasan yang menimpa tenaga kerja Indonesia di luar negeri karena kesewenanganya seorang majikan yang tidak sesuai dengan perjanjian yang sudah dilakukan sebelum kontrak kerja atau bahkan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau human trafficking masih sering terjadi.
Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang atau human trafficking hingga saat ini terus dan masih berulang terjadi. Solusi yang diberikan juga masih sama yaitu; dengan usaha pembebasan-penyelamatan.
Apakah ini salah? Tentu saja tidak (tidak tepat), karena kalau kita lihat kasus human trafficking masih berulang. Bersyukur ketika korban dapat memberikan kabar melalu media sosial kemudia viral dan dapat terlacak lalu dilakukan proses penyelematan dan pengembalian. Bagaimana dengan korban yang tidak diketahui? Na'udzubullahi mindzalik!
Dari sini solusi penyelematan-pengembalian bukanlah solusi yang paling tepat untuk kasus trafficking. Kita harus memahami bahwa harus ada peran yang lebih besar dimana agar kasus human trafficking tidak berulang sehingga tidak perlu ada proses penyelamatan-pengembalian. Namun yang perlu dilakukan adalah bagaimana memberikan perlindungan sejak awal.
Banyak faktor mengapa kejahatan human trafficking ini masih terjadi dan sulit diselesaikan, seperti; angka kemiskinan yang terus meningkat, tidak ada perlindungan dan jaminan nafkah, juga tidak ada sanksi hukum bagi pelaku yang dapat menimbulkan efek jera.
Sebagai seorang muslim dan hidup di negara yang mayoritas muslim, kita seharusnya tidak kebingungan di dalam mencari solusi permasalahan kehidupan yang memang secara alamiah masalah tsb akan hadir dalam kehidupan. Sebab Islam merupakan agama yang paripurna dan menyeluruh. Secara konsep dan sejarah, Islam mampu menjadi problem solver dalam segala aspek kehidupan.
Termasuk untuk mencegah dan mengatasi terjadinya human trafficking, Islam memiliki seperangkat aturan yang lengkap dengan solusi yang efektif memutus mata rantai trafficking. Dimana Islam akan memperhatikan secara menyeluruh sebab munculnya persoalan; Bagaimana penerapan sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan, megara wajib menyediakan lapangan pekerjaan, terutama bagi laki-laki. Disisi lain negara juga hadir sebagai peradilan yang mampu memberikan hukum tegas dan memberi efek jera bagi siapa saja pelaku human trafficking.
Itulah solusi masalah human trafficking menurut perspektif Islam. Mari kita belajar Islam lebih dalam, karena Islam adalah solusi dari segala permasalahan, baik masalah individu, kelompok, negara bahkan tataran internasional.
Wallahu'allam bishawaab ...
Tags
Opini