Oleh: Salis F. Rohmah
Viralnya perseteruan antara seorang pesulap dan seorang yang dianggap guru spiritual di Blitar kian menghebohkan dunia maya. Pasalnya kasusnya bahkan berlarut-larut, hingga yang dituduh merasa keberatan dan membawa kasusnya ke ranah hukum. Kasus yang muncul ke permukaan ini mengingatkan kita bahwa kasus dukun yang syarat kesyirikan masih banyak bersliweran di negeri kita. Hal tersebut juga menandakan bahwa masyarakat kita yang notabene mayoritas muslim masih banyak yang mempercayai hal yang berbau kesyirikan.
Sejatinya telah jelas bahwa syirik yaitu menduakan Allah hukumnya haram dan pelakunya mendapatkan dosa besar. Bahkan Allah mengharamkan surga bagi pelaku kesyirikan, seperti firmannya, “Sesungguhnya orang yang berbuat syirik terhadap Allah, maka pasti Allah mengharamkannya kepada surga, dan tempatnya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS.Al Maidah:72).
Maka jelas sebagai umat Islam harus tegas menjauhi perbuatan kesyirikan ini. Seperti ayat yang selalu kita baca ketika shalat, iyyaka na’budu waiyyaka kanastain. Muslim harus menempatkan hanya Allah satu-satunya dzat yang berhak disembah dan dimintai pertolongan. Tapi kenapa di negeri terbesar kaum muslimnya ini justru praktik dukun masih laris manis bahkan ada fenomena dukun bersertifikat?
Jangankan praktik kesyrikan. Dilansir dari cnnindonesia.com, bahwa MUI pernah mengatakan ada 300 lebih aliran sesat di Indonesia. Aliran sesat yang meresahkan masyarakat yang harusnya segera dibina negara dan jika perlu dihentikan agar tidak membuat gaduh di masyarakat. Namun sayangnya baru ada tindakan jika ada laporan dari masyarakat yang resah dan merasa dirugikan. Jika demikian praktikanya maka kasusnya sudah terlanjur memakan banyak korban.
Praktik kesyirikan semacam dukun berkedok agama sebenarnya sangat bisa diminimalisir oleh tindakan dari negara. Seharusnya negara berkewajiban menanam akidah kuat pada umat, menutup rapat celah praktik kemusyrikan dan menindak tegas pelakunya meski tidak merugikan masyarakat secara materi. Sayangnya negara yang mempunyai penguasa muslim bahkan negara muslim terbesar ini tidak tegas dalam mengatasi hal kesyirikan ini yang jelas dimurkai oleh Allah ini.
Alih-alih memberantas praktik kesyrikian, ketika masa pemilu datang justru banyak para wakil rakyat yang sibuk pergi ke dukun. Jasa-jasa dukun dengan janji pasti menang pun bersliweran. Sudah bukan menjadi rahasia lagi jika para wakil rakyat yang kebanyakan uang ini berani menghalalkan segala cara termasuk meminta pertolongan ke dukun agar tujuannya tercapai. Astagfirullah. Bagaimana negara ini akan diberkahi jika praktik kesyirikan ini bahkan menjadi kebiasaan para pejabat yang mengatur negeri ini? Jangan sampai murka Allah menerpa negeri, karena kita yang muslim dan negeri mayoritas muslim ini diam saja melihat praktik menduakan Allah azza wa jalla ini laris manis di dalam masyarakat.
Tags
Opini