Oleh: Siti Nur Rahma
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Mahal itu relatif, namun bila banyak orang yang menganggap biaya pendidikan yang saat ini makin mahal akan berdampak berkurangnya minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Baru-baru ini sedang viral di media sosial tentang tingginya biaya masuk universitas melalui seleksi mandiri. Yakni di akun Twitter @mudirans, yang berisi tentang persyaratan Jaminan Kemampuan Keuangan (JKK) bagi calon mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Sabtu (18/7/2020). KOMPAS.com
JKK ditujukan kepada orang tua atau wali mahasiswa yang harus menyertakan rekeningnya dengan saldo minimal 100 juta rupiah.
Selain itu di akun @bacteriofaghh juga mengunggah rincian biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pembangunan Institusi (SPI) di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Terdapat sejumlah program pemerintah baik dari beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP), bantuan biaya pendidikan mahasiswa disable (mahasiswa penyandang disabilitas) dan pada masa pandemi tahun 2020, terdapat bantuan keringanan pembayaran UKT/SPP yaitu program Bantuan UKT/SPP melalui PIP Kuliah bagi mahasiswa yang kurang mampu dan terdampak pandemi covid-19. Bantuan ini diberikan pada Semester Gasal 2020/2021. lldikti6.kemdikbud.go.id
Meski demikian, mahalnya biaya kuliah tidak cukup tertutupi dengan program pemerintah. “Walaupun negara sudah menyiapkan beasiswa KIP Kuliah, untuk bantu uang semester. Namun ternyata untuk masuk kuliah ada uang lain seperti uang bangku, uang duduk, uang bangunan dan lain-lain yang besarnya bisa mencapai belasan juta. Apalagi prodi-prodi favorit, teknik dan kedokteran apalagi,” jelas Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi. Kedaipena.com
Menurut Konsultan Pendidikan dan Karier Ina Liem, adanya beberapa universitas negeri yang didorong untuk berbadan hukum berdampak pada mahalnya biaya masuk jalur seleksi mandiri.
"Sejak sebelum pandemi, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memang didorong untuk berbadan hukum supaya bisa menerima dana dari masyarakat, agar bisa lebih berkembang," ujar Ina saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/7/2020).
Belum lagi banyak orang tua yang mengalami kesulitan ekonomi. Para ayah susah mendapatkan pekerjaan, hingga ibu-ibu pun ikut serta menjadi tulang punggung keluarga. Banyak masyarakat miskin yang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja sangat sulit. Kenaikan harga BBM, tarif dasar listrik, harga minyak goreng yang masih mahal, bahkan harga cabe dan telur pun masih tinggi. Dan biaya kesehatan juga menjadi beban hidup yang ditanggungkan kepada masyarakat.
Untuk mendapatkan pendidikan yang bagus dan berkualitas rakyat harus mengeluarkan kocek yang sangat besar. Memilih sekolah atau perguruan tinggi favorit pun sejatinya tak menjamin anak didiknya mendapatkan pendidikan yang berkepribadian Islam, jika orientasi pendidikan hanya pada materialistik semata.
Adanya komersialisasi pendidikan menyebabkan beban biaya pendidikan di Perguruan Tinggi semakin berat. Pasalnya negara berlepas dari pembiayaan pendidikan tinggi. Sehingga penghasilan rakyat diarahkan untuk menanggung beban pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin besar.
Hal ini makin mendorong keengganan masyarakat terhadap Perguruan Tinggi yang seharusnya berpandangan bahwa PT sebagai sumber ilmu dan pencetak ilmuwan, beralih pandangan ke orientasi pendidikan yang materialistik belaka. Lantas siapa peduli dengan biaya kuliah yang tinggi?
Sangat berbeda halnya dengan sistem pendidikan dalam Islam, Negara akan menyediakan berbagai macam fasilitas pendidikan bebas biaya bagi laki-laki dan wanita pada tingkat pendidikan dasar maupun menengah. Bahkan akan menggratiskan biaya pendidikan di tingkat paling dasar hingga perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan Islam menyadari bahwa pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh warga negaranya.
Selain itu akan didirikan perpustakaan dan laboratorium untuk memfasilitasi warga negaranya yang berkeinginan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dalam berbagai bidang keilmuan.
Seluruh pembiayaan pendidikan berasal dari Baitul mal yakni pos fa'i, kharaj dan pos kepemilikan umum. Jika belum mencukupi kebutuhan biaya pendidikan, maka negara memotivasi kaum muslimin untuk memberikan sumbangan. Namun bila dengan sumbangan masih belum mencukupi, maka pos pembiayaan pendidikan beralih pada kaum muslim.
Pengalihan pembiayaan pendidikan setelah melalui jalur Baitul mal dan sumbangan tentu tidak akan menjadi beban berat bagi rakyat. Selain itu negara yang menerapkan sistem Islam merupakan satu kesatuan secara global di seluruh dunia, tidak seperti negara kapitalis saat ini yang bersifat _nation state_, sehingga biaya pendidikan bisa lebih ringan.
Negara tidak menyerahkan urusan pembiayaan pendidikan ini kepada korporasi atau pihak asing, sebab merupakan pengkhianatan terhadap amanah mengurus rakyat yang wajib diemban negara. Maka sungguh berbeda dengan negara kapitalis yang menjadikan proyek bisnis menggiurkan yang ditujukan kepada investor asing dalam dunia pendidikan saat ini.
Oleh karena itu, sudah kah kita berkaca pada kondisi saat ini? Kondisi pembiayaan pendidikan yang sulit dijangkau dengan kemampuan rakyat yang tak memadai. Sedangkan sistem pendidikan Islam telah memberikan gambaran tentang mudahnya mengenyam pendidikan terjangkau. Maka jelaslah siapa yang peduli dan tidak atas beban biaya pendidikan generasi masa depan.
Tags
Opini