Biaya Kuliah Melejit, Rakyat Menjerit



 
Oleh : Nabila Sinatrya
 
Biaya masuk perguruan tinggi semakin mahal, dianggap karena biaya hidup juga naik. Tingginya biaya kuliah juga untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu Pendidikan. Akibatnya Pendidikan tinggi dengan fasilitas yang berkualitas menjadi tantangan tersendiri bagi rakyat ekonomi kebawah.
  
Sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial mengenai tingginya biaya masuk perguruan tinggi melalui jalur mandiri. Pada akun @mudirans di twitter dia mengatakan “… ya Allah uang pakal SBM 40 juta, selain SM 25 juta. Dan harus nyantumin rekening orang tua dengan nominal minimal 100 juta….” Dilansir dari kedaipena.com Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengakui bahwa biaya kuliah saat ini masih terbilang mahal bahkan banyak orang tua yang tak melanjutkan kuliah sang anak karena benturan biaya.  
 
Konsultan Pendidikan dan Krier Ina Liem mengatakan bahwa mahalnya biaya kuliah termasuk masuk jalur mandiri karena didorong untuk berbadan hukum. Jika perguruan tinggi mendapatkan status berbadan hukum artinya memiliki hak otonom yang lebih luas untuk mengurusi seluruh persoalannya dengan mandiri, seperti bisa membuka Program Studi Baru atau menutupnya jika memang sudah tidak lagi diperlukan. Pun masalah keuangan, kepegawaian juga diatur sendiri oleh perguruan tinggi tersebut, tak heran jika beban biaya kuliah cukup tinggi. 
 
Dapat kuliah di perguruan tinggi dengan fasilitas terbaik tentu menjadi impian semua insan, namun hal itu itu dihadang dengan biaya kuliah yang mahal. Apalagi tidak sedikit perguruan tinggi yang bekerja sama dengan pihak swasta yang menyebabkan dunia Pendidikan berorientasi profit. Dalam sistem kapitalisme, Pendidikan menjadi barang dagangan dengan menggabungkan unsur akademik, bisnis, dan pemerintah dimana ini adalah konsep dari barat yang menggaungkan World Class University (WCU). Kapitalisasi Pendidikan menjadikan peran negara hanya sebagai regulator dan menyerahkan pengurusan Pendidikan kepada swasta yang akhirnya terjebak pada lingkaran bisnis para korporasi.
 
Berbeda dengan islam, Pendidikan adalah kebutuhan dasar rakyat yang menjadi tanggung jawab negara. Tidak membedakan kaya atau miskin, pintar atau tidak, laki-laki atau perempuan, muslim atau non muslim, dan tua atau muda, semua mendapatkan hak yang sama dalam meraih Pendidikan. Sistem Pendidikan islam juga ditopang oleh sistem politik islam yang berasaskan aqidah islam dan menjamin terealisasinya Pendidikan yang berkualitas dan bebas biaya, negara juga akan mencegah Pendidikan sebagai komoditas ekonomi. 
 
Seluruh pembiayaan Pendidikan berasal dari Baitulmal, yakni dari Pos Milkiyyah ‘Amah atau dari pengelolaan sumber daya alam yang telah dikelola oleh negara. Dalam Tarikh Daulah Khilafah Islam (Al-Baghdadi, 1996), bahwa negara islam juga memberikan jaminan Pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara. Seperti pada Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan oleh Khalifah al-Muhtahsir Billah di Baghdad. Dimana setiap siswa mendapat beasiswa satu dinar (4,25 gram emas).
 
Juga pada Madrasah an-Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad 6 H oleh Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky. Madrasah ini dilengkapi dengan asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat istirahat, serta ruangan besar untuk diskusi yang semua itu dapat diperoleh tanpa membayar. 
 
Begitulah cara islam memenuhi kebutuhan rakyatnya termasuk masalah Pendidikan. Negara berperan penuh dan memastikan semua rakyatnya dapat mengenyam Pendidikan dengan fasilitas terbaik. Tentunya itu hanya bisa didapatkan Ketika islam juga diterapkan secara sempurna dalam institusi Khilafah, maka sudah menjadi tugas kita dalam kesungguhan memperjuangkan kemablinya Khilafah Islamiyyah. Wallahu’alam bi showab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak