Oleh: Nita Karlina
(Relawan Opini)
Memiliki pengetahuan yang luas, tentu menjadi impian semua orang. Apalagi di zaman modern saat ini, ilmu dan teknologi sangat berkembang pesat. Khususnya di kalangan remaja, mereka ingin menimba ilmu yang lebih jauh lagi dengan masuk di perguruan tinggi atau universitas. Menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka, para orang tua yang telah mendapati anaknya bergelar sarjana. Namun apa jadinya jika biaya masuk perguruan tinggi di negeri ini begitu mahal, hingga banyak orang tua yang tak mampu melanjutkan sekolah untuk anaknya.
Seperti yang di lansir oleh kompas.com, media sosial belakangan ini tengah diramaikan mengenai tingginya biaya masuk universitas melalui seleksi mandiri. Adapun informasi ini banyak beredar di media sosial, termasuk twitter.
Salah satunya akun Twitter @mudirans yang mengunggah foto berisi persyaratan Jaminan Kemampuan Keuangan (JKK) bagi calon mahasiswa Institut Teknologi bandung (ITB) pada Sabtu (18/7/2020).Diketahui, JKK tersebut yakni orangtua atau wali mahasiswa harus mencantumkan rekeningnya dengan nominal minimum Rp 100 juta.
Selain itu, akun Twitter @bacteriofaggh juga mengunggah twit yang berisikan informasi rincian biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pembangunan Institusi (SPI) di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Konsultan Pendidikan dan Karier, Ina Liem menyampaikan, penyebab mahalnya biaya masuk jalur seleksi mandiri di universitas disebut karena beberapa universitas negeri tengah didorong untuk berbadan hukum. "Sejak sebelum pandemi, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memang didorong untuk berbadan hukum supaya bisa menerima dana dari masyarakat, agar bisa lebih berkembang," ujar Ina saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/7/2020).
Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI pun memberikan pandanganya terkait ulasan soal kenaikan biaya rata-rata perguruan tinggi di Indonesia saat ini. Hal ini merespons ulasan kabar nasional baru-baru ini tentang peningkatan gaji orang Indonesia yang tidak mampu mengimbangi biaya pendidikan tinggi untuk anaknya di masa depan.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengakui jika memang biaya kuliah di tanah air saat ini masih terbilang mahal. Dede Yusuf mengungkapkan, banyak orang tua tak melanjutkan studi kuliah sang anak lantaran benturan biaya. “Iya memang biaya kuliah masih mahal, banyak orang tua yang tidak melanjutkan anaknya kuliah karena benturan biaya (KedaiPena.Com, 30/7/2022).
Biaya mahal tersebut, kata Dede Yusuf, tidak cukup tertutupi dengan sejumlah program pemerintah baik dari beasiswa Kartu Indonesia Pintar atau KIP. “Walaupun negara sudah menyiapkan beasiswa KIP Kuliah, untuk bantu uang semester. Namun ternyata untuk masuk kuliah ada uang lain seperti uang bangku, uang duduk, uang bangunan dan lain-lain yang besarnya bisa mencapai belasan juta. Apalagi prodi-prodi favorit, teknik dan kedokteran apalagi,” jelas Eks Wagub Jawa Barat ini.
Mahalnya biaya pendidikan, sudah menjadi jamak di ketahui masyarakat negeri ini. Masyarakat seakan di paksa untuk menerima keadaan ini. Bahkan tak sedikit orang tua yang rela bekerja keras, banting tulang untuk menyekolahkan anak - anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
Semua ini tak lepas dari pengaruh sistem Kapitalisme-Liberal. Pasalnya di negara Kapitalis, pendidikan di anggap salah satu komoditas ekonomi. Sehingga potensi komersialisasi pendidikan sangat terbuka lebar. Selain itu, negara melepaskan tanggung jawabnya dalam mengurusi urusan rakyat, termasuk dalam urusan pendidikan perguruan tinggi.
Mahalnya biaya pendidikan juga diperparah dengan kehidupan kapitalistik saat ini. Dimana beban pemenuhan kebutuhan hidup yang di tanggungkan pada penghasilan rakyat semakin besar, seperti pajak melangit, harga bahan pokok, BBM, gas dan listrik terus melonjak. Kondisi ini jelas mendorong makin lunturnya pandangan masyarakat terhadap perguruan tinggi. Pendidikan tak lagi begitu penting, menjadikan mereka berpikir materialistik.
Ini adalah bukti bahwa Negara telah gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai pengayom bagi rakyatnya, bahkan sangat berbanding lurus dengan tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan undang - undang, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Bagaimana rakyat ini bisa cerdas, jika biaya pendidikannya pun sangat mahal untuk di jangkau? Belum lagi pengangguran yang masih merajalela di negeri ini, membuat orang tua tak berpikir untuk menyekolahkan anaknya.
Problem mahalnya biaya pendidikan bisa di selesaikan jika negara menerapkan Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Khilafah akan menerapkan aturan syariat baik dalam tatanan politik atau ekonominya. Dalam tatanan politiknya negara berperan secara tegas sebagai penanggung jawab dan pelaksanaan langsung pengelolaan pendidikan. Negara tak akan melemparkan tanggung jawab kepada swasta atau korporasi ataupun warga masyarakat. Jika pun mereka hendak terlibat, hanyalah sebagai amal saleh yang tidak sampai mengambil alih peran negara.
Adapun secara ekonomi, negara menerapkan sistem ekonomi islam, sehingga mendapatkan sumber sumber pemasukan negara bagi pembiayaan pendidikan tinggi. Biaya pendidikan akan di ambil dari pengelolaan kepemilikan umum dan kepemilikan negara yakni fai dan kharaj. Semua di atur melalui mekanisme baitumal.
Pendidikan, termasuk pendidikan tinggi merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat yang harus di jamin pemenuhannya oleh negara. Negara wajib memastikan seluruh warganya mendapatkan pelayanan tersebut secara gratis. Baik kaya atau miskin, pintar atau tidak, muslim atau non muslim. Semuanya di beri kemudahan dalam mengakses pelayanan tersebut. Karenanya, negara akan memberikan anggaran berapapun kebutuhannya.
Kemampuan negara dalam membiayai sektor pendidikan tinggi, juga akan di sertai dengan peningkatan kualitasnya. Sebab, tata kelola pendidikannya berdasarkan akidah islam. Tujuan, kurikulum, hingga metode implementasinya akan terjamin shahih. Maka, mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas pun tidak perlu di ragukan lagi.
Pendidikan islam pernah terwujud dalam sejarah kegemilangan peradaban islam yang terbukti mampu menghasilkan ilmuan- ilmuan yang handal. Bahkan, hasil penemuan mereka di masa lalu masih kita rasakan hingga saat ini. Melalui pendidikan islam, orientasi pendidikan akan kembali kepada jalurnya. Yakni, untuk membentuk kepribadian islam, dan mewujudkan kemaslahatan di tengah - tengah masyarakat.
Tidak akan ada lagi yang berpikir bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencari uang. Sebab untuk menempuh pendidikan pun butuh modal sebagaimana bisnis. Pandangan ini akan di tepis melalui penerapan pendidikan islam, dalam institusi khilafah islamiyah. Hanya khilafah yang mampu memberikan kesempatan kepada semua rakyatnya dalam menjamin pendidikan yang terbaik. Wallahualam bishowwab.
Tags
Opini