Bencana Ekologis, Buah Busuk Kepemimpinan Kapitalis




Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)


Banjir yang melanda Garut pada Jumat (15/7) malam menyebabkan hanyutnya sembilan rumah. Selain itu, puluhan rumah mengalami kerusakan.
Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum menilai, banjir yang terjadi di Garut tidak hanya akibat curah hujan yang tinggi. Lebih dari itu, banjir karena adanya pembabatan dan alih fungsi lahan di kawasan hulu sungai.

"Informasi yang kami terima, ada pembabatan hutan (di kawasan hulu sungai), kemudian hutan lindung dipakai untuk hutan produktif, pembangunan dan lainnya," kata Uu di Garut usai meninjau lokasi bencana banjir di Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Bukan hanya di Indonesia sebagai negeri tropis yang dirundung duka banjir, bencana banjir bandang juga terjadi di Uni Emirat Arab mengakibatkan 7 orang tewas, disusul banjir di Iran yang memakan korban 80 orang, bahkan terjadi pula di negara Barat, wilayah Kentuky Amerika Serikat yang menewaskan 25 orang.
Bencana ekologis yang menempa beberapa negeri dalam waktu hampir bersamaan dan menelan banyak korban tentu tidak boleh dianggap hanya sebagai masalah alam semata.

Banjir ini diduga kuat terjadi akibat ekosistem yang sudah kehilangan daya dukungnya, sehingga pada saat cuaca ekstrim daya dukungnya kalaps dan mengakibatkan bencana. Penyebab hilangnya daya dukung terhadap alam ini tentu tidak bisa dilepaskan dari eksploitasi sumber daya alam akibat kerakusan para pemilik modal. Kerakusan pemilik modal ini tumbuh subur dalam habitat sistem kapitalisme dengan demokrasi sebagai sistem politiknya. Pasalnya biaya politik demokrasi yang mahal memberikan peluang bagi cukong politik alias pemilik modal untuk ikut bermain. 

Mafud MD Menkopolhukam, pernah mengatakan bahwa hampir 82 % calon kepala daerah yang tersebar di seluruh Indonesia dibiayai oleh cukong. Hubungan timbal balik ini biasanya berupa kebijakan yang diberikan oleh calon kepala daerah yang resmi terpilih kepada para cukong tersebut. Mafud melanjutkan, bahwa dampak kerja sama dengan para cukong ini lebih berbahaya dari korupsi uang, sebab yang akan terjadi adalah korupsi kebijakan biasanya berupa lisensi penguasaan hutan, lisensi tambang, dan lisensi lainnya yang lebih merugikan masyarakat.

Alhasil para pemilik modal dengan mudah mendapatkan izin untuk mengubah kawasan hutan menjadi kawasan bisnis. Padahal keberadaan hutan berperan sebagai pondasi penjaga ekosistem dan penopang kehidupan di bumi, termasuk mencegah bencana alam seperti banjir, tanah longsor, hingga tsunami. Parahnya lagi peraturan yang tidak tegas dari negara telah menjadikan pemilik modal melakukan pengalihan fungsi lahan tidak disertai amdal yang baik, tentu saja hal ini semakin memperparah rusaknya ekosistem.

Dalam perspektif Islam, inilah bencana yang disebabkan karena dosa-dosa kemaksiatan manusia, Allah Swt berfirman :
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia agar Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, supaya mereka kembali ke jalan yang benar,"(Qs.ar-Rum : 41).
Ketika menafsirkan ayat ini Imam Ibnu Katsir mengutip penyataan Abu al-Aliyah terkait perusakan bumi "Siapa saja yang bermaksiat kepada Allah di bumi, maka sungguh ia telah merusak bumi. Sesungguhnya kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan,"

Yang disebut kemaksiatan adalah pelanggaran terhadap setiap hukum syariah, seperti maraknya perzinahan, minuman khamer, riba, dll. Termasuk ketika urusan ekonomi, politik, ketatanegaraan tidak dikelola berdasarkan syariah Islam. Padahal dengan merujuk pada syariah Islam, kerakusan pemilik modal akan bisa  dihentikan.

Barang tambang yang jumlahnya melimpah adalah milik umum dan tidak boleh dimiliki oleh individu, swasta, apalagi negara-negara imperialis seperti Amerika, Eropa, dan China. Inilah pengaturan kepemilikan dalam Islam. Islam menetapkan bahwa negaralah yang wajib mengelola kepemilikan umum atau harta milik rakyat tersebut untuk dikelola dan digunakan demi kemaslahatan rakyat. 

Negara tidak boleh mengambil keuntungan sama sekali dari pengelolaan harta tersebut. Berdasarkan pengaturan ini untuk mengurangi persoalan bencana selama ini negara Islam akan menetapkan kawasan hutan yang bertujuan untuk menyerap air ke tanah sehingga banjir dapat diminimalkan dan karbon dapat diserap lebih banyak. Hal itu dapat mengurangi efek pemanasan akibat gas rumah kaca yang disebabkan oleh tingginya penggunaan energi fosil dan deforestasi. Alhasil, syariah Islam yang diterapkan di bawah institusi Khilafah yang bisa meminimalisir bencana akibat kerakusan korporasi serakah penghamba uang semata.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak