BBM dan Gas Non-subsidi Naik, Bikin Emak-emak Makin Tercekik

 


Oleh Aisha Besima

 (Aktiviw Muslimah Banua)

Bak jatuh tertimpa tangga, mungkin inilah ungkapan yang tepat untuk kondisi yang dialami emak-emak hari ini. Bagaimana tidak, di tengah sulitnya lapangan pekerjaan, upah yang jauh dari cukup, mahalnya biaya pendidikan, kesehatan mahal, para emak juga dihadapkan dengan harga kebutuhan pokok yang kian hari, kian melambung tinggi. 

Ditambah baru-baru ini, bahan bakar minyak (BBM) dan gas (LPG) naik. PT Pertamina (Persero), lewat anak usaha Pertamina Patra Niaga resmi mengumumkan kenaikan harga sejumlah produk bahan bakar khusus (BBK) atau BBM nonsubsidi, Minggu (10/7/2022). 


Kenaikan harga meliputi Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite serta LPG nonsubsidi seperti Bright Gas. Kenaikan tersebut dikhawatirkan ikut mendorong laju inflasi yang tengah meroket sebulan tahun ini. Sejatinya, kenaikan harga BBM dan gas tidak luput dari pengaruh dunia internasional. Sesuai peraturan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM 62/K/12/MEM/2020, harga jenis bahan bakar umum (JBU) akan terus mengalami penyesuaian mengikuti tren pasar internasional. Jika harga minyak dunia naik, minyak di dalam negeri pun ikut-ikutan (Tempo, 11/06/2022).

Meski demikian, hal yang cukup aneh telah terjadi. Harga minyak dunia dalam tiga bulan terakhir ini justru mengalami penurunan. Pertama kalinya harga minyak dunia berada di bawah US$100 per barel. Nilainya turun hingga US$99,49 per barel pada 11 April lalu (CNN Indonesia, 13/06/2022). 

Kenyataan ini menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM dan gas tidak hanya terpengaruh oleh harga minyak dunia.

Terkungkung Dalam Jerat Kapitalis Global

Kenaikan minyak dunia, berakibat banyak negara mengalami imbas kenaikan harga minyak global. Mereka pun harus menyesuaikan harga BBM agar masuk dalam level keekonomian usaha. Tidak ada negara yang kebal terhadap efek kenaikan harga minyak global. Setiap negara harus menyesuaikan harga BBM domestik ketika harga minyak internasional melonjak. 

Ada banyak faktor yang menyebabkan mereka harus menyeimbangkan harga BBM tersebut. Terjadi saling ketergantungan antarnegara pada berbagai aspek kehidupan, termasuk dari sisi ekonomi. Kenaikan harga yang mengikuti trend dunia ini tidak lepas dari perjanjian yang dilakukan Indonesia. Dengan mengikuti pasar global, mau tidak mau negeri ini harus menuruti situasi yang sudah ditentukan.


Banyak opini menganggap kenaikan BBM nonsubsidi tidak berdampak pada daya beli masyarakat. Faktanya, BBM dan gas bersubsidi sendiri makin dibatasi persediaan dan cara membelinya maka kenaikan ini jelas berpengaruh pada naiknya pengeluaran. Banyak dampak negatif tingginya disparitas harga gas subsidi dan nonsubsidi, mulai dari potensi oplosan yg membayakan, penimbunan, dan naiknya harga gas subsidi hingga makin memberatkan publik. 

Adanya kenaikan BBM dan gas nonsubsidi akan berpotensi terjadinya gejolak sosial di masyarakat karena angka kemiskinan melonjak. ini wajib diwaspadai. Konflik horizontal antar masyarakat akan meruncing, karena ketimpangan semakin lebar antara yang kaya dan yang miskin. Ini akan memicu krisis multidimensi.


Sejumlah pengamat ekonomi lain berpandangan mirip. Enny Sri Hartati, Direktur INDEF, lembaga analisis ekonomi, berpendapat harga BBM yang dinaikkan tidak akan mengerek inflasi terlalu tinggi apalagi menyebabkan guncangan ekonomi.


Cara Islam Menyikapi Kenaikan Harga


Dalam pandangan ekonomi Islam, mekanisme pasar dalam penentuan harga berlangsung secara alami, tergantung dengan permintaan dan penawaran. Ketika permintaan naik, penawaran tetap, maka harga akan naik. Namun, bila permintaan turun, penawaran tetap, harga juga akan turun.


Minyak dan gas merupakan kebutuhan pokok rakyat. Islam tidak akan membiarkan kedua komoditas itu “mencekik” masyarakat. Pemimpin ibarat pelayan rakyat, maka Islam mewajibkan mereka mengurusi seluruh kebutuhan rakyatnya, bukan malah mencari untung demi kepentingan penguasa dan pengusaha.


Terkait energi, Islam menetapkannya sebagai milik umat sebagaimana sumber daya air dan padang gembala (termasuk sumber daya hutan). Hal ini sejalan dengan Hadist Nabi saw. bahwa “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api”. (HR Abu Dawud dan Ahmad).


Tugas pemimpin atau negara adalah mewujudkannya dengan sempurna. Tidak boleh ada satu pun rakyat yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya, mulai dari pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan, dan sebagainya. Juga kebutuhan atas sumber-sumber energi untuk memenuhi bekal hidup sehari-hari.

Negara dalam Islam pun akan menyediakan semua hal yang dibutuhkan untuk merealisasikan ketahanan dan kedaulatan energi ini. 


Dengan demikian, negara Islam akan terhindar dari ketergantungan pada negara asing dan tidak bisa didikte dengan isu energi. Semua itu tentu ditopang dengan sistem-sistem aturan Islam yang lain, terutama sistem pemerintahannya.


Wallahu a'lam bishawwab 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak