Oleh Erni Setianingsih
(Aktivis Dakwah Kampus)
Kini Sri Lanka sudah mengalami kebangkrutan karena krisis ekonomi parah dan gagal membayar utang luar negerinya sebesar 51 miliar dolar AS atau setara Rp732 triliun (kurs USD Rp14.365). Namun, ada juga negara-negara yang akan menghadapi dampak seperti Sri Lanka yaitu: Armenia, Uzbekistan, Ghana, Kenya, Kwanda, Pakistan, Eithiopia, Mali, Nigeria, Tanzania dan Yaman. Dalam hal ini, Indonesia harus waspada dan mengambil pelajaran atas bangkurnya Sri Lanka.
Situasi di Sri Lanka memanas. Salah satu negara di Asia Selatan ini tengah menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948. Sri Lanka sebelumnya telah dilanda krisis ekonomi yang ditandai inflasi selama berbulan-bulan dan pemadaman listrik yang berkepanjangan. Hal ini disebabkan pemerintah kehabisan mata uang asing untuk mengimpor barang-barang vital. Habisnya devisa negara ini sendiri salah satunya disebabkan untuk membayar utang luar negeri. Diketahui, Sri Lanka paling banyak berutang kepada China dan India. (www.cnbcindonesia.com, 10/07/2022).
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa akhirnya resmi mundur. Pengunduran dirinya pada 15 Juli 2022 disambut sorak-sorak rakyat. Sebelumnya, Rajapaksa telah kabur dari Sri Lanka dan terbang ke Maladewa untuk selanjutnya ke Singapura. Sri Lanka dinyatakan bangkrut karena krisis ekonomi parah dan gagal membayar utang luar negeri.
Sri Lanka yang bangkrut karena krisis ekonomi yang kian memburuk. Bahkan, negara tersebut kesulitan memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan, obat-obatan, dan BBM. Kejadian di Sri Lanka layak menjadi pelajaran bagi negara lain seperti Armenia, Uzbekistan, Ghana, Kenya, Kwanda, Pakistan, Eithiopia, Mali, Nigeria, Tanzania dan Yaman, termasuk juga Indonesia, agar tidak bernasib serupa. Indonesia memang tidak termasuk di dalamnya, tetapi kita tetap harus waspada, jangan sampai Indonesia bangkrut seperti Sri Lanka.
Negara-negara yang bangkrut dan jatuh miskin itu sejatinya bukan karena tidak memiliki SDA, tetapi lantaran SDA-nya dikuasai negara kapitalis dengan jalan intervensi, investasi, dan eksploitasi. Mestinya Indonesia merasa tidak aman. Sebab, Jika nilai rupiah jatuh, utang Indonesia akan makin membengkak, harga-harga akan naik. Efeknya, ekonomi rakyat makin sulit dengan pungutan pajak tinggi hingga kenaikan harga yang mengerek naiknya angka kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran. Pujian Bank Dunia jangan membuat terlena, karena kondisi Indonesia sebenarnya tidak sedang baik-baik saja.
Pakar ekonomi Islam Dr. Arim Nasim, SE., M.Si., Ak., CA. mengulas akar masalah terjadinya krisis ekonomi di Srilanka. Menurutnya, hal ini terjadi akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Terutama, karena dua unsur, yaitu korupsi dan nepotisme dalam proyek pembangunan. penyebab krisis Sri Lanka adalah ketidakmampuan negara tersebut dalam membayar utang ke Cina, cadangan devisa di Srilanka sedang menipis, mendapat bantuan darurat dari IMF di mana hal itu justru akan menambah beban utang, dan akhirnya juga menjalar pada kondisi politik. (muslimahnews.net, 14/06/2022).
Mengapa jebakan utang dapat menyebabkan krisis bagi Sri Lanka? Bagaimana dengan Indonesia yang juga memiliki utang besar pada Cina? Padahal, tahun ini, utang Indonesia mencapai Rp 7 ribu triliun, 10 kali lebih banyak daripada utang Sri Langka sebesar Rp700 triliun. Oleh sebab itu, Indonesia harus waspada terhadap adanya krisis seperti Sri Lanka. Karena sama-sama terjebak dengan utang, baik pada Cina, AS, Jepang, atau lainnya. Selain itu, di Sri Lanka juga terjadi ketidakpercayaan rakyat pada penguasa akibat kuatnya pengaruh oligarki.
Masalah ekonomi akan terus menghantui negeri selama masih mengambil kapitalisme sebagai sistem ekonomi. Riba, saham, keuangan nonriil masih menjadi pijakan ekonominya. Sebagaimana kita tahu, negara yang mengemban kapitalisme adalah AS. Cacatnya ideologi kapitalisme tampaknya sudah tidak bisa ditambal sulam lagi. Hingga saat ini, kemiskinan global tetap membayangi negara-negara di dunia.
Pertumbuhan ekonomi kapitalisme hanyalah fatamorgana. Hanya berkutat pada uang, utang, dan saham yang mewujud dalam kertas-kertas transaksi yang tidak riil. Akibat ditopang sektor nonriil inilah yang menyebabkan kapitalisme sangat rentan dengan krisis. Sedikit saja suku bunga dinaikkan, inflasi meluas. Dampaknya, negara-negara yang menggantungkan kehidupannya pada utang dan impor bahan baku pada akhirnya menjadi tidak stabil.
Beda dengan ekonomi Islam yang pengaturan dasar tata kelola perekonomian sebuah negara akan ada pembagian kepemilikan dalam ekonomi Islam yaitu ada tiga, diantaranya kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Pembagian ini sangat penting agar tidak terjadi dominasi ekonomi, yakni hegemoni pihak yang kuat menindas yang lemah. Dominasi itu terjadi karena penguasaan sektor kepemilikan umum yang tidak semestinya dimiliki perseorangan atau perusahaan swasta. Sistem ekonomi Islam akan menjamin bahwa seluruh umat akan terpenuhi semua kebutuhan asasinya (primer). Sistem ekonomi Islam juga menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya untuk dapat meraih pemenuhan kebutuhan sekunder maupun tersiernya.
Dalam sistem Islam, perputaran harta tidak akan beredar di kalangan orang kaya saja. Sebab, ada kewajiban mengeluarkan zakat bagi harta yang dimilikinya sesuai ketentuan syariat. Sistem Islam juga akan mengoptimalkan segala potensi sumber daya alam di negeri-negeri Islam untuk menghidupi rakyatnya. Apalagi dalam Islam, haram hukumnya kepemilikan umum, salah satunya SDA untuk dikelola swasta, apalagi asing.
Jadi, negaralah yang berhak mengelola dan diperuntukkan sebaik-baiknya bagi kemaslahatan umat. Inilah yang menjadikan sumber pemasukan kas negara berlimpah sehingga tidak perlu bertumpu pada pajak maupun utang. Selain itu, penguasanya akan amanah dan fokus pada pengurusan umat sehingga terlahir negara independen yang bebas dari setir negara adidaya.
Wallahu a'lam bishshawab.