Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Digitalisasi telah membawa dampak besar dalam perubahan kebudayaan masyarkat era ini. Perkembangan teknologi informasi menyebabkan banyak cara untuk tetap terhubung satu sama lain. Pertemuan atau lebih dikenal dnegan istilah Meet up dalam jaringan bisa jadi alternatif. Sederet aplikasi bisa digunakan para user untuk meeting. Bisa untuk sekolah, kuliah, seminar dan lainnya, termasuk pacaran.
Bukan sistem sekuler namanya kalau tidak menciptakan iklim yang kondusif agar remaja bisa terus bermaksiat. Jadilah hubungan terlarang ini difasilitasi lewat sejumlah aplikasi. Sebut saja salah satu dating agency di Asia, Lunch Actu*lly, menawarkan pilihan virtual date alias berkencan tanpa harus bertatap muka.
Langkah ini dilakukan mereka untuk pertama kalinya di Indonesia setelah wabah Covid-19 makin marak. Sebelum melakukan virtual date alias kencan online, mereka yang tertarik melakukannya akan mendapatkan kesempatan untuk berkonsultasi lewat video dengan matchmaker. Tujuan dari konsultasi ini untuk mengetahui preferensi dalam mencari pasangan.
Setelah itu, matchmaker akan mencocokkan profil pengguna dengan profil yang dirasa cocok dengan preferensi profil tersebut. Bagi member yang sudah bergabung, Lunch Actually akan mengatur jadwal virtual date melalui video call. Member hanya perlu mempersiapkan diri untuk kencan dan mengobrol.
Proses virtual date ini memiliki durasi yang bervariasi tergantung dari chemistry antara keduanya. Apabila merasa klop, virtual date bisa berlangsung hingga berjam-jam. Menggunakan platform yang lain, remaja bisa menghabiskan waktu hanya untuk ngobrol bareng pacar virtual.
Islam memiliki seperangkat aturan mengenai hubungan antara antara laki-laki dan perempuan nonmahram di dunia maya. Sama dengan dunia nyata, interaksi laki-laki dan perempuan hanya boleh dilakukan jika terdapat hajat (keperluan) yang dibenarkan oleh syariat Islam, seperti silaturahmi, berdakwah, belajar, berobat, meminta fatwa, melakukan akad seperti jual beli, akad kerja, utang piutang, dsb..
Dengan sendirinya, pembicaraan yang dilakukan bukan sesuatu yang menjurus pada selain dari masalah-masalah tersebut. Jika pembicaraan yang dilakukan di dunia maya sudah di luar dari batasan tersebut, artinya sudah melakukan interaksi yang haram.
Tidak dimungkiri, perkembangan teknologi menawarkan berbagai hal yang justru memandulkan daya kritis remaja. Alih-alih memanfaatkan teknologi untuk hal-hal berfaedah, remaja justru disibukkan dengan aktivitas yang nirfaedah. Lihat saja aplikasi yang bertebaran, tidak hanya menguras kuota dan waktu kamu, tetapi juga memandulkan daya kritis atas berbagai masalah masyarakat. Demikianlah digitalisasi telah membajak potensi pemuda saat ini. Wallahu a’lam bi ash showab.