Oleh: Yaurinda
Sungguh miris nasib tenaga honorer di negeri ini. Besaran gaji yang diberikan sungguh tidak sepadan dengan pengorbanan yang sudah diberikan. Gaji yang diberikan berbeda di setiap instansi, cara perekrutannya juga tidak jelas ini menyebabkan gaji yang di terima sedikit bahkan tidak layak untuk seorang pekerja. Apalagi yang sudah berkeluarga dan memiliki anak. Kabarnya pemerintah akan menghapus tenaga honorer, untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja honorer. Pasalnya, ketidak jelasan sistem rekrutmen tenaga honorer selama ini berdampak pada pengupahan yang sering di bawah batas upah minimum regional (UMR). "Tenaga honorer sekarang kesejahteraannya jauh di bawah UMR. Pemerintah dan DPR mencari jalan agar kompensasi tenaga honorer bisa setara dengan UMR," kata Tjahjo dalam keterangan resmi yang diterima (Kompas.com, 4/6/2022).
Oleh sebab itu pemerintah memastikan akan menghapus tenaga honorer mulai 28 November 2023. Hal ini tertuang dalam surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan adanya keputusan itu maka Aparatur Sipil Negara (ASN) terdiri atas dua jenis antara lain PNS dan PPPK. Tenaga honorer akan dihapuskan dan diganti dengan sistem outsourcing (Detik.com, 5 Juni 2022).
Namun, kebijakan ini dinilai akan memberikan dampak negatif terutama terhadap kondisi tenaga kerja dalam negeri. Sebab, pemerintah belum memiliki solusi konkrit untuk tenaga honorer yang nantinya dihapuskan ini. Hingga saat ini pemerintah belum memberikan solusi terkait tenaga honorer jika mereka di berhentikan secara mendadak (tanpa solusi), artinya mereka jadi pengangguran," ujar Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah (CNBC Indonesia, 18/5/22).
Hingga saat ini solusi pemerintah terhadap tenaga honorer ini adalah ikut tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Sebab, status pegawai pemerintah mulai 2023 nanti hanya ada dua jenis, yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Memang ada yang mengikuti dan lulus, namun bagi yang tak lulus CPNS belum diberikan solusi yang nyata. Ini akan menimbulkan banyak pengangguran dan memberikan dampak tidak baik kepada negara jika tidak ada solusinya.
Jika hal ini terus terjadi pengangguran akan bertambah dan menjadi beban negara, karena mempengaruhi serapan tenaga kerja, serapan anggaran, mempengaruhi tingkat daya beli masyarakat dan mempengaruhi pemulihan ekonomi. Sampai saat ini masih ada sebanyak 410.010 tenaga honorer. Jumlah THK-II itu terdiri atas tenaga pendidik sebanyak 123.502, tenaga kesehatan 4.782, tenaga penyuluh 2.333, dan tenaga administrasi 279.393. Bahkan pejabat yang masih mengangkat tenaga honorer, harus bersiap untuk menerima sanksi.
Dari sini kita bisa melihat apakah penghapusan honorer ini menyelesaikan masalah atau bahkan membuat masalah baru? Demikianlah, sistem kapitalis yang membuat manusia berhak mengatur hidupnya sendiri dengan melakukan atau meninggalkan sesuatu berdasarkan asas manfaat yaitu pertimbangan untung dan rugi. Kebijakan yang diterapkan pemerintah justru bukan untuk kepentingan tenaga honorer, tapi untuk kepentingan para pemegang kapital.
Ini tentu saja sangat berbeda dengan pandangan Islam dalam memperlakukan pekerja. Dalam Islam, tujuan bisnis adalah untuk mencari keridhoan Allah melalui upaya peningkatan kesejahteraan hidup manusia. Tidak diperbolehkan mencari keuntungan semata, asalkan tidak melanggar etika dan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Karena Islam sangat melarang umatnya untuk mencari keuntungan yang besar dengan menimbulkan mudharat atau kerugian yang banyak di muka bumi.
Dalam Islam setiap pengusaha yang memiliki pekerja harus segera membayar upah (gaji) sesuai kesepakatan jumlah dan waktu serta menyegerakan upah pekerja. Selain itu, pengusaha pun dituntut untuk mencukupi kebutuhan hidup pegawainya (kesejahteraan pekerja). Kerja atau jerih payah setiap orang sangat dihargai. Sehingga agama ini menganjurkan untuk mencantumkan ketentuan upah dalam setiap kesepakatan kerja. Kesepakatan atau kontrak kerja ini akan memberikan kejelasan, baik kepada pekerja maupun pengusaha, tentang kewajiban dan hak masing-masing.
Bahkan Rasul pernah bersabda, “Bayarlah upah pekerja sebelum keringatnya mengering.” (HR. Ibnu Majah) Berdasarkan hadis tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah saw mengajarkan kepada umat Islam untuk memanusiakan manusia. Memberikan hak kepada para pekerja yang telah menunaikan kewajibannya sebelum kering keringatnya.
Dari sini nampak jelas bahwa tidak akan ada ASN dan non ASN, yang ada hanyalah pekerja yang kebutuhannya harus terpenuhi. Seperti di era Khalifah Umar Bin Khattab, dalam bidang pendidikan gaji guru sebesar 15 dinar. Jika 1 dinar sama dengan 4,25 gram emas dan harga emas pada hari ini 800 ribu rupiah per gramnya, maka saat itu gaji guru setara dengan 51 juta rupiah per bulan.
Dapat dipastikan dengan gaji sekian kesejahteraan akan didapat. Belum lagi di masa itu bahan pangan murah, pendidikan murah bahkan gratis, kesehatan juga gratis untuk semua yang berada dalam negara tak terkecuali yang non muslim. Para pekerjanya pun tidak akan kelimpungan mencari kerja lain karena mereka diupah dengan layak.
Dari manakah pembiayaan sebesar itu dihasilkan? Negara Islam memiliki Baitul Mal yang sumber pemasukannya dari segala arah mulai dari ghanimah, fai, kharaj, hasil tanah yang dikelola negara. Semua ini di pergunakan untuk kepentingan umat secara umum, dapat dipastikan semua warga merasakan kenyamanan dan ketenangan di era Islam yang ditetapkan secara menyeluruh. Miris jika sekarang kita terus mengotak atik sesuatu yang belum jelas. Sedang solusinya telah nyata terbukti di era Khilafah yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh.