Sistem Zonasi untuk Pemerataan Akses Pendidikan?



Oleh: Fathimah Bilqis, S.Pd
(Praktisi Pendidikan)

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri mengatakan bahwa kebijakan zonasi dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), merupakan salah satu upaya meningkatkan akses layanan pendidikan yang berkeadilan. (gatra.com, 20 Juni 2022)

Ironi, SD Negeri Sriwedari 197 Solo, Jawa Tengah menerima hanya satu siswa baru. Pada hari Senin 11 Juli 2022 beredar pula foto seorang guru yang hanya mengajar satu siswa di sekolah tersebut. Hal ini disebabkan oleh sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Kepala SDN 197 Sriwedari Surakarta, Bambang Suryo Riyadi mengatakan, sejak diterapkan sistem zonasi memang dari tahun ke tahun jumlah siswa baru cenderung menurun. Apalagi, SDN Sriwedari No 197 letaknya tidak berada di tengah perkampungan. (tirto.id/ 8 Juli 2022)

Sejak tahun 2017, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengeluarkan kebijakan zonasi dalam PPDB. Selanjutnya, sebagaimana tercantum dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 bahwa ada kuota pada setiap jalur PPDB di setiap jenjang pendidikan. Kuota untuk jalur zonasi di Sekolah Dasar (SD) sebesar 70%, sedangkan untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menangah Atas (SMA) sebesar 50%.

Kebijakan sistem zonasi merupakan sebuah strategi percepatan pemerataan pendidikan yang berkualitas. Sebab menurut Mendikbud, kebijakan zonasi ini hadir untuk menyelesaikan sistem ‘kasta’ dalam sistem pendidikan yang sudah menjamur. Sistem ‘kasta’ dalam artian sekolah favorit.

Namun tentu keberadaan sekolah favorit bukan tanpa sebab. Sudah menjadi pengetahuan bersama sekolah favorit memiliki sarana-prasarana yang lebih baik. Wajar apabila siswa-siswi berbondong-bondong memasuki sekolah tersebut. Belum lagi lulusan dari suatu sekolah akan menentukan pula sekolah di jenjang selanjutnya. Masuk SD favorit agar masuk SMP favorit. Masuk SMP favorit untuk masuk SMA favorit. Begitu seterusnya hingga perguruan tinggi, bahkan hingga pencarian lapangan pekerjaan. Begitu logika masyarakat pada umumnya.

Kebijakan zonasi ini terbentuk dengan harapan mampu mewujudkan keadilan atau pemerataan dalam mengakses pendidikan. Seolah memberikan angin segar, agar siswa-siswi yang pintar tersebar ke sekolah-sekolah lain sesuai dengan zonasi tempat tinggalnya. Siswa-siswi pintar tidak berkumpul dalam satu sekolah saja. Namun harapan baik ini, tidak tepat sasaran.

Pada dasarnya sistem zonasi bukan solusi untuk mengatasi pemerataan dalam mengakses pendidikan. Sebab seharusnya fasilitas pendidikan terbaik diberikan merata ke seluruh sekolah oleh negara.

Pendidikan adalah kebutuhan dasar masyarakat. Sebab pendidikan akan berpengaruh pada generasi peradaban umat manusia. Bahkan tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 bahwa (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan serta (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Ironinya, saat ini pendidikan yang seharusnya kewajiban negara sedikit demi sedikit dialihkan kepada swasta. Terbukti bahwa saat ini semakin banyak sekolah swasta. Paradigma kapitalisme yang menjadikan negara lepas tangan. Bahkan sistem pendidikan di negeri ini dijadikan sebagai komoditas bisnis.

Kehadiran sekolah swasta dengan pembiayaannya yang mandiri tentu menjadikan sekolah tersebut mahal. Semakin menambah berat pembiayaan orang tua dalam menyekolahkan anaknya. 

Sarana-prasarana pendidikan yang berkualitas seharusnya difasilitasi oleh negara. Fasilitas pendidikan bukan hanya diberikan hanya untuk sekolah-sekolah tertentu saja. Pengadaan fasilitas pendidikan oleh negara saat ini terkendala biaya. Padahal negeri ini begitu kaya akan SDA apabila bijak dikelola oleh negara. Membenahi sistem pendidikan suatu negeri butuh diselarasakan dengan sistem ekonomi yang akan menopang segala pembiayaan pendidikan.

Pemerataan Pendidikan dalam Sistem Khilafah
Pendidikan dalam Khilafah Islam akan memberikan fasilitas terbaik kepada seluruh sekolah secara merata. Sebab negara paham bahwa pendidikan warga adalah kewajibannya. 

Pembiayaan seluruh pendidikan akan ditopang oleh baitulmal (kas negara) secara totalitas. Sarana-prasarana termasuk gaji pengajar akan menjadi tanggung jawab negara untuk mengadakannya. 

Sistem pendidikan dalam Khilafah Islam akan selaras dengan sistem ekonomi yang sesuai syariat. SDA akan dikelola oleh negara, dan hasilnya akan mampu memfasilitasi pendidikan seluruh masyarakat dari tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Bahkan termasuk fasilitas kesehatan dan kemananan sebagai kebutuhan pokok masyarakat akan mampu dipenuhi oleh negara. 

Dengan mekanisme tersebut, pemerataan dalam mengakses pendidikan untuk seluruh masyarakat akan dirasakan. Mekanisme tersebut hanya akan dapat dicapai dengan tegaknya sistem Islam secara paripurna, yaitu Khilafah Islamiyah.

Allahu ‘alam bi ash showab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak