Renovasi di Tengah Resesi

 



Oleh  Ummu Fatiha
Ibu Rumah Tangga

Pemerintah Kabupaten Bandung berencana melakukan renovasi ruang interior kantor Bupati dan Wakilnya. Biaya yang harus dikeluarkan cukup fantastis yaitu kisaran dua Milliar Rupiah. Lelang pengadaan renovasi telah tayang di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dengan pagu anggaran Rp. 2.224.997.760
Menanggapi rencana tersebut Wakil Bupati Bandung, Sahrul Gunawan, mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui berapa besar anggaran untuk proyek yang akan direncanakan. Kepala Dinas PUTR Kabupaten Bandung seolah mendukung rencana tersebut dengan alasan  bahwa dari sejak berdiri pada tahun 1992, kantor Bupati dan Wakilnya belum pernah mengalami renovasi.  Berbeda dengan tanggapan salah seorang warga Kabupaten Bandung yang menyatakan penyesalannya dan menilai bahwa hal tersebut tidak memperhatikan kondisi masyarakat yang memerlukan bantuan untuk bangkit setelah pandemi.

Proyek yang terkesan “bermewah-mewahanan” ini bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya pemerintah Kabupaten Bandung menganggarkan pengadaan mobil dinas senilai dua Miliar Rupiah (detik.com, 02/03/2022).

Hal tersebut mengkonfirmasi ketidakkonsistenan Bupati dan Wakil Bupati yang pernah berjanji saat kampanye tidak akan menerima fasilitas mobil dinas baru, dan akan fokus pada pemulihan ekonomi paska pandemi.

Kondisi masyarakat yang terpuruk selama pandemi belum sepenuhnya pulih. Bila selama wabah masyarakat sangat khawatir pada kondisi kesehatan, setelah mereda justru menanggung beban ekonomi yang semakin berat; mulai dari kenaikan harga minyak goreng, BBM, telur, kedelai, hingga kenaikan tarif dasar listrik. Berharap ada perhatian dari para pemangku kebijakan, ternyata sulit didapatkan.

Prinsip penggunaan anggaran sebesar-besarnya untuk kemaslahatan rakyat sulit direalisasikan. Padahal pemerintah memiliki tugas utama memprioritaskan terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat.

Pengadaan fasilitas untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pejabat negara seperti kantor, mobil dinas, peralatan kerja, dan yang lainnya selama tidak mendesak, sebaiknya tidak perlu dianggarkan.

Renovasi di tengah resesi tentu sangat mencederai hati masyarakat. 
Nampak sekali, pemerintah kehilangan sense of crisis pada saat masyarakat kebingungan sekadar memenuhi kebutuhan perut. Pengaturan kapitalisme sekular hanya memposisikan penguasa sebagai regulator dan fasilitator. Rakyat dibiarkan menghadapi kebingungan dan keheranannya terhadap prilaku mereka yang abai terhadap tanggung jawabnya.

Gambaran seperti ini tidak akan dijumpai dalam sistem Islam, karena penguasa diposisikan sebagai penanggungjawab atas seluruh urusan rakyatnya, tanpa kecuali. Mereka harus berhati-hati mengatur dan menggunakan anggaran karena sadar akan konsekuensi yang besar, yaitu pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Kesadaran inilah yang tidak terdapat dalam kapitalisme. Kalau pun ada hanyalah sebatas moral yang tidak mengakar.

Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya ar-Rijal Haular Rasul memberi gambaran kepada kita betapa besar perhatian Khalifah Umar bin Khattab terhadap rakyatnya. Pernah suatu ketika beliau berkeliling dan masuk ke sudut-sudut kota Madinah, lalu tanpa sengaja mendengar percakapan seorang ibu dan anaknya yang sedang kelaparan, khalifah lalu mengambil makanan lalu memanggul, mengaduk dan memasaknya serta menghidangkannya untuk keluarga itu.

Ketika Madinah terkena bencana gagal panen mengakibatkan terjadi kelaparan di mana-mana, Umar disuguhi remukan roti yang dicampur samin. Umar memanggil seorang badui dan mengajaknya makan bersama. Orang Badui itu seperti menikmati makanan, lalu Umar bertanya. “Apakah engkau tidak pernah merasakan lemak?” Lalu  ia menjawab “benar" dan mengungkap bahwa dirinya tidak pernah makan dengan samin atau minyak zaitun dan sudah lama tidak menyaksikan orang-orang memakannya sampai sekarang,” tambahnya. Mendengar hal tersebut Umar bersumpah tidak akan makan lemak sampai semua orang hidup seperti biasa. Umar berkata “Kalau rakyatku kelaparan, aku ingin orang pertama yang merasakannya. Kalau rakyatku kekenyangan, aku ingin orang terakhir yang menikmatinya.”

Pada kesempatan lain, Umar menerima hadiah makanan lezat dari Gubernur Azerbeijan, Utbah bin Farqad. Namun begitu mengetahui makanan itu biasanya disajikan untuk kalangan elit, Umar segera mengembalikannya. Kepada utusan yang mengantarkannya Umar berpesan, “Kenyangkanlah lebih dulu rakyat dengan makanan yang biasa anda makan.”

Begitulah seorang Khalifah yang sejati, memimpin dengan amanah, menjadikan rakyat sebagai fokus tujuan dengan mengharap ridha Allah Swt. Pemimpin yang dibentuk oleh pendidikan Rasulullah saw. yang sadar akan syariat dan memberlakukan secara totalitas dalam aspek pribadi maupun negara.

Sebuah kondisi yang tidak ditemukan dalam sistem demokrasi sekuler kapitalis yang menjadikan jabatan sebagai kesempatan untuk menumpuk harta, hidup bermegahan, memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, menyuburkan lahan bisnis keluarga dan kroni, rakyat hanya diperlukan saat pemilihan umum saja, setelah itu dianggap beban dan dilupakan.

Sudah seharusnya para pemimpin menyadari bahwa sejak 14 abad yang lalu Rasulullah saw. telah berdoa :
“Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia membuat susah umatku, maka susahkanlah dia. Dan siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia sayang pada umatku, maka sayangilah ia.” (HR. Muslim, no. 1828)

Ingatlah bahwa doa Rasulullah adalah doa yang pasti dikabulkan oleh Allah Swt. Maka pemimpin janganlah mempersulit rakyat, karena itu hanya akan mendulang kebinasaan dan kesulitan di dunia dan di akhirat.

Wallahu a’lam bishawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak