PPDB Zonasi Bukan Solusi



Oleh: Nabila sahida


Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali menambah rumit di masa pandemi ini. PPDB ini haus dilakukan daring. Tak hanya itu, masyarakat yang berjuang mendapat sekolah yang layak pun seperti halnya ancaman kemiskinan yang berimbas ke pada pendidikan.

Sistem Zonasi telah diberlakukan sejak 2017 lalu. Dinamika begitu tinggi dan akhirnya prosedur dan pelaksanaanya sering mengalami perubahan.

Di DKI Jakarta, PPDB Zonasi di protes karena lebih mempertimbangkan faktor usia ketimbang jarak maupun prestasi. Di daerah lainpun banyak di keluhkan karena menyebabkan banyak kendala. Baik karena fakrtor teknis, seperti kesulitan jaringan internet, persoalan akun, tak mendapat verifikasi dari sekolah dan sebagainya.

Dari pihak sekolahpun juga banyak keluh kesah di tahun-tahun sebelumnya, dari masih saja ditemui adanya kecurangan administrasi, seperti surat keterangan tak mampu, adanya kartu keluarga ganda, surat rekomendasi dari pihak tertentu dan sebagainya.

Dalam kasus PPDB Zonasi ini, terlihat bagaimana negara memberikan beban tanggungjawabnya kepada swasta (masyarakat) untuk terlibat dalam kewajiban yang seharusnya dilakukan negara. Dan negara saat ini malah hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator saja bukan pelaksana atau operator. Pun juga negara menjadikan pendidikan kerap dijadikan aset (alat) pengeruk keuntungan. Inilah yang dilakukan negara dalam sistem kapitalisme saat ini.

Negara yang seharusnya berpegang penuh dalam pelaksanaan pendidikan dan tak bergantung masyarakat. Karena sudah menjadi kewajiban, jika sebuah negara menyediakan sekolah dan segala kelengkapan kebutuhannya.

Disamping itu juga, kontribusi kebijakan otonomi daerah, anggaran minim gaji guru honorer yang tak layak, dan salahnya orientasi msyarakat dalam pendidikan adalah hal-hal yang juga bisa dikatakan masih terjadi dalam sistem pendidikan saat ini.

Inilah yang terjadi jika sistem yang diterapkan dalam negara adalah sistem kapitalis. Karena dalam islam, seorang pemimpin negara adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat.
Peran negara dan pempmpin negaraharus digaris bawahi. Memberikan sarana prasarana, baik gedung sekolah beserta seluruh kelengkapannya, guru yang kompeten, kurikulum yang shahih dan juga konsep tata kelola sekolahnya.

Negara berperan sebagai operator (pelaksana tanggungjawab) dan tak boleh menyerahkan sepenuhnya kewajiban kepada masyarakat.

Dalam khilafah, dengan sistem islam, mereka yang ingin berkontribusi mendirikan sekolah (lembaga pendidikan, dsb) baik formal maupun tidak formal adalah diperbolehkan. Namun, keberadaanya tidak sampai mengambil alih dan menggeser tanggung jawab negara.

Dalam hal ini negara tak perlu zonasi, karna sekolah dengan kualitas terbaik yang diberikan negara cukup. Seperti halnya yang pernah terjadi di masa kegemilangan islam dahulu, dimana pendidikan berjalan khidmat tanpa kisruh. Pendidikan benar dicapai secara optimal. Hingga tak dapat dilupakan hasil pendidikan melahirkan ilmuwan yang berpengaruh hingga saat ini.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak