Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan keluarga
Berdasarkan data dari We Are Social, menunjukkan per Januari 2022, pengguna aktif medsos mencapai 191 juta orang. Artinya, Indonesia merupakan pasar potensial untuk dunia digital. (Berita Satu, 10/07/2022).
Oleh karenanya, Presiden Jokowi memberikan arahan agar Indonesia bisa menjadi pemain digital di negara sendiri, bahkan menjadi pemain utama di pasar global. Arahan tersebut disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022 yang merupakan bagian dari rangkaian acara pertemuan negara G20.
Pertumbuhan ekonomi digital dalam platform kapitalistik berpotensi membajak potensi para pemuda. Pemuda hanya menjadi pasar kedigdayaan para kapitalis. Walaupun Indonesia bercita-cita menjadi pemain digital bahkan pemain utama, tetapi kebijakannya sering kontradiktif terhadap cita-cita tersebut.
Pembangunan infrastruktur yang timpang dan kebijakan pajak pada startup, misalnya. Belum lagi kebijakan lainnya yang tidak terkait langsung yang sangat memengaruhi pertumbuhan startup. Wajar jika banyak talenta muda yang memilih pergi dari tanah air dan meniti karier digitalnya di luar negeri. Padahal, keberadaan mereka sangat dibutuhkan jika ekonomi digital ingin jadi tumpuan.
Selain itu, kalaupun mereka bertahan di tanah air, mereka butuh dana untuk menopang usahanya. Lagi-lagi, investasi menjadi jalan keluarnya. Kalo kepemilikan sudah dikuasai pemilik modal, inovasi akan mengikuti yang memiliki kapital. Jadilah para pemuda yang merintis dari awal berubah menjadi “buruh digital” yang berinovasi sesuai “pesanan”.
Begitu pun teknologi yang berkembang di bawah asuhan kapitalisme, tidak peduli mudarat pada umat atau tidak, produksi akan terus jalan jika menguntungkan. Gim daring dan pornografi, misalnya, keduanya akan makin merajai di dunia industri digital sebab pasarnya memang menjanjikan.
Itulah sebab ekonomi digital dalam tata kelola yang serba kapitalistik ini hanya akan membajak potensi pemuda. Padahal, di pundak mereka telah ada kewajiban untuk segera mengembalikan kehidupan umat menuju cahaya Islam. Akhirnya, mereka harus rela hanya terposisi sebagai objek pasar dan buruh digital yang bertugas makin menancapkan hegemoni Barat.
Di sinilah pentingnya umat untuk menerapkan Islam kafah dalam bingkai Khilafah, agar kebijakan negara tidak lagi kapitalistik. Ini agar sumber devisa tidak bertumpu pada industri digital, pariwisata, pajak, dll. Regulasi kepemilikan dalam Islam yang mengharamkan penguasaan SDA oleh swasta akan menjadikan kas negara melimpah.
Wallahu a;lam bi ash showab.