Oleh: Ayu Susanti, S.Pd
Cinta itu buta. Kita mungkin sering mendengar kalimat demikian. Hampir setiap orang yang sedang jatuh cinta cukup sulit untuk membedakan mana yang sesuai nalar ataukah tidak. Terlebih pasangan yang dimabuk asmara dan kebebasan yang menjadi standar maka tak jarang mereka terjebak kepada perbuatan yang keliru.
Begitupun saat seseorang memutuskan untuk menikah demi merajut kehidupan baru bersama pasangannya. Tak dipungkiri saat ini cukup menjadi sorotan pernikahan beda agama. Saat ini orang-orang mulai berbondong-bondong dan terbiasa saat ada yang menyaksikan pernikahan beda agama.
Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengesahkan atau mengizinkan pernikahan beda agama menjadi kontroversi dan perhatian publik. Putusan tersebut dianggap akan menjadi lahirnya putusan yang sama pada masa depan. Dalam putusan tersebut hakim memerintahkan pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya untuk mencatat perkawinan para pemohon dalam register perkawinan setelah dipenuhi syarat-syarat perkawinan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Sindonews.com, 24/06/2022).
Maraknya opini tentang pernikahan beda agama ke tengah-tengah masyarakat dikhawatirkan menjadi suatu opini yang biasa dan lambat laun pernikahan beda agama dianggap sesuatu yg wajar terjadi. Opini ini bisa berkembang di tengah masyarakat yang serba bebas, yakni menyandarkan hidupnya dengan kebebasan dibawah bingkai sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan). Orientasi hidup manusia tidak lagi mengacu pada aturan sang pencipta. Baik - buruk, halal - haram, terpuji dan tercela tidak lagi berdasarkan pada hukum buatan Pencipta. Tapi diambil dari orientasi hidup yang serba bebas dan bertujuan untuk mendapatkan kesenangan belaka. Termasuk dalam masalah cinta. Saat jatuh cinta yang penting bisa bahagia menikah dengan siapapun tak masalah walaupun berbeda keyakinan.
Begitulah potret sebagian masyarakat yang terjadi dalam sistem buatan manusia. Manusia bebas menentukan hidupnya sendiri. Dan bebas juga untuk berbuat semaunya tanpa harus terkekang dengan aturan yang Allah berikan.
Hal ini berbeda dengan Islam. Dalam Islam sudah tegas dan jelas ada rambu-rambu khusus yang harus dijalani untuk seseorang yang berniat menikah dan merajut mahligai rumah tangga. Tentu kita sudah mengetahui selalu ada visi misi dalam pernikahan yang dibangun oleh dua insan. Karena pernikahan itu tidak hanya menyatukan 2 manusia namun ada hal yang lebih penting yakni menyatukan visi misi pernikahan agar bisa meraih ridho Allah saja. Lantas jika pasangan kita yang berbeda keyakinan lantas bagaimana kita bisa membangun rumah tangga yang satu visi dan diridhoi Allah.
Dalam Islam jelas diatur seorang muslimah harus menikah dengan sesama muslim dan ada aturan pun untuk seorang laki-laki muslim saat dirinya berniat untuk menikah.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran." (QS Al Baqarah ayat 221).
Pernikahan itu merupakan ibadah terlama, jadi seorang muslim tentu harus berpikir matang dalam membangun rumah tangga termasuk menentukan pilihan yang Allah ridhoi.
Oleh karena itu, kita selaku umat Islam harus berusaha mengembalikan penerapan Islam dalam kehidupan agar tidak merasakan kebingungan lagi termasuk dalam hal pernikahan.
Wallahu'alam Bi- showab.
Tags
Opini