Oleh: Hamnah B. Lin
Generasi pemuda adalah penerus estafet peradaban bangsa ini, di tangan merekalah kemajuan atau kehancuran akan terjadi di dunia ini. Maka jangan remehkan generasi, mulai dari pendidikannya, pergaulannya, terpenuhi kebutuhan naluri dan kebutuhan jasmaninya. Namun bagaimana jika kini generasi yang menjadi harapan, telah menjelma menjadi sosok yang liar dan menakutkan. Akankah kita tetap bisa berharap kepada generasi yang bebas tanpa batas, liar tanpa pakem yang pasti ini?
Kami kutip berita dari Merdeka.com, 15/6/2022, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DPPPA KB) Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, mencatat sebanyak 53 anak di bawah usia 18 tahun mengajukan permohonan dispensasi nikah. Data tersebut terhitung sejak Januari 2022 hingga pertengahan Juni 2022.
Kepala DPPPA KB Kabupaten Ngawi, Nugraha Ningrum mengungkapkan, alasan sekitar 80 persen pemohon mengajukan dispensasi nikah lantaran calon mempelai perempuan hamil duluan. Sisanya, dipicu masalah ekonomi dan putus sekolah.
Ningrum mengungkapkan, tren permohonan dispensasi nikah meningkat setiap tahun. Pada tahun 2019, DPPPA KB Kabupaten Ngawi mencatat ada 65 permohonan dispensasi nikah. Tahun 2020, jumlahnya naik menjadi 145 permohonan dispensasi. Kemudian, pada tahun 2021, jumlah permohonan dispensasi menikah menjadi 159.
Ningrum menambahkan, pola asuh orang tua juga memengaruhi tingginya kasus hamil di luar nikah. Rata-rata kehamilan diketahui pada usia kandungan enam hingga tujuh bulan yang ditandai dengan perut membesar.
‘’Kurang pengawasan, bisa jadi karena sibuk bekerja atau alasan lain,’’ ujarnya, dikutip dari akun Instagram @aboutngawi, Selasa (14/6/2022).
Sungguh miris, Indonesia yang dikenal dengan adat ketimurannya, mayoritas penduduknya muslim, namun perilaku-perilaku menyiimpang, memalukan marak terjadi. Sepertinya sudah hilang rasa malu dan sopan santun pada generasi bangsa ini.
Jika menelisik kurikulum yang dirancang negeri ini, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang menyusun kurikulum moderasi beragama untuk dunia pendidikan. Mendikbud Nadiem Makarim menjelaskan, kurikulum itu disusun bersama Kementerian Agama. Sasarannya adalah para tenaga pendidik dan peserta didik. Tujuannya untuk mencegah atau mengurangi tiga dosa di dunia pendidikan. Salah satunya intoleransi. Dua lainnya, perundungan dan kekerasan seksual (NEW.JPPI, 29/9/2021).
Moderasi beragama sejatinya merupakan mega proyek kafir Barat. Sayang sekali, pilot project kaum kafir ini dilaksanakan oleh generasi muslim sendiri. Proyek moderasi beragama adalah perang pemikiran untuk mematahkan perjuangan islam ideologis.
Moderasi beragama tidak hanya mengancam kehidupan beragama, tapi juga kian memandulkan Islam sebagai satu-satunya agama yang sempurna di sisi Allah swt. Alih-alih mempersatukan, gagasan ini justru berpotensi menimbulkan kekacauan dalam kehidupan beragama hingga bernegara.
Anak didik alias generasi di didik untuk menjauh dari aturan Sang Pencipta, takut dengan agamanya sendiri, tidak pede dengan agamanya sendiri, bahkan benci dengan Islam agamanya sendiri. Pergaulan semakin bebas tanpa batas, ketaatan kepada Allah SWT dan orangtua kian pudar dan telah banyak yang hilang. Karena stigma jahat terus merongrong Islam.
Sekulerisme asas dari ideologi kapitalisme yang telah diterapkan negeri ini menjadi biang dari segala kerusakan bangsa ini. Yakni pemahaman bahwa kehidupan ini harus dipisah dari aturan agama Islam. Dan hanya aturan manusia saja yakni demokrasi yang berhak untuk dijalankan. Sekulerisme memiliki pilar yakni kebebasan, bebas berpendapat, bebas memilliki, bebas berekspresi.
Kebebasan yang dibalut dengan nama moderasi inilah yang gencar diaruskan, dengan dana fantastis, tersistem dan terjaga oleh para buzzerrnya.
Lain halnya dengan pendidikan dalam Islam. Karena pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem hidup Islam, maka kurikulum pendidikan pun akan disusun sedemikian rupa agar menjadi acuan dalam proses pendidikan yang berkesinambungan.
Kurikulum di dalam sistem pendidikan Islam dibangun berlandaskan akidah Islam dan tujuan pendidikan untuk mewujudkan manusia bersyaksiyah/berkepribadian Islam, baik pola pikirnya maupun pola sikapnya dengan membekali manusia dengan ilmu dan pengetahuan berkaitan dengan kehidupan.
Sehingga output generasi yang dihasilkan dari kurikulum Islam ini adalah generasi yang unggul dan tangguh dalam mengarungi kehidupan dunia.
Wallahu a'lam.