Oleh: Tri S, S.Si
Kasus pembelian minyak goreng curah dengan menggunakan aplikasi Peduli Lindungi ramai di tengah masyarakat negeri ini. Untuk mendapatkan bahan pokok di mana merupakan kebutuhan dasar untuk memasak malah mendapatkan protes dari masyarakat luas akibat kebijakan ini. Rakyat terkesan dipaksa untuk memakai aplikasi yang biasa digunakan pada ponsel pintar sedangkan fakta di negeri ini menunjukkan bahwa tidak semua penduduk dari Sabang sampai Merauke memiliki ponsel yang memadai. Jangankan untuk beli ponsel, untuk makan saja tidak sedikit yang tertatih-tatih mendapatkannya di samping harga kebutuhan pokok yang semakin melambung tinggi.
Di daerah pedesaan pun terkadang memiliki kendala sinyal yang tidak bersahabat. Kadang ada jaringan kadang tidak ada sama sekali sambungan ke internet. Demikian juga di daerah pedalaman yang jauh sekali dari fasilitas umum. Maka bisa dikatakan semakin sulit untuk mendapatkan minyak goreng curah jika diterapkan aplikasi Peduli Lindungi. Contoh kasus di sebuah pasar wilayah kota Malang. Banyak pedagang yang menolak dengan adanya kebijakan pembelian minyak goreng curah lewat aplikasi tersebut. Salah satu pedagang di Pasar Kasin kota Malang, Imam Samsuri menyatakan bahwa sebaiknya kebijakan menggunakan aplikasi PeduliLindungi ditiadakan. Dulu ketika menggunakan KTP pada pembelian minyak goreng menuai konflik sekarang malah lewat aplikasi. Terkesan menyulitkan rakyat (Tribunnews, 30/06/2022).
Jika dikritisi lebih mendalam bahwasanya situasi hari ini rakyat terkesan dipersulit untuk mendapatkan bahan pokok. Padahal bahan pokok adalah sebagai kebutuhan dasar untuk memenuhi hajat hidup dan sebagai penyambung hidup. Kebijakan di dalam sistem kapitalisme memang setengah hati untuk mengurus rakyatnya. Lebih mementingkan untung rugi daripada nasib rakyat yang hari ini benar-benar dilanda kesulitan dari segala sisi. Penguasa terlalu berpihak pada korporat yang mengakibatkan ketimpangan yang semakin lebar antara si kaya dan si miskin. Para korporat sejatinya menjarah sumber daya alam dengan dalih kerja sama. Akibatnya rakyat gigit jari di negeri sendiri tanpa menikmati hasil sumber daya alam yang begitu melimpah. Ironis tetapi faktanya demikian adanya.
Lain halnya jika penerapannya berdasarkan pada Islam. Allah sangat tahu betul bahwa manusia tidak asal hidup dan butuh bimbingan dari sang pencipta. Dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok, Islam mengaturnya dengan baik dan terbukti menyejahterakan selama 14 abad. Kekayaan yang terkandung pada sumber daya alam tidak boleh dimiliki oleh swasta atau asing, dan tidak boleh diprivatisasi. Hasil kekayaan sumber daya alam wajib diserahkan kepada rakyat agar sejahtera secara keseluruhan. Negara wajib mengelola penuh sumber daya alam yang berlimpah ini tanpa intervensi asing. Jika diterapkan sesuai Islam maka dijamin sejahtera semua rakyatnya. Kesejahteraan tersebut adalah mendapatkan harga kebutuhan pokok dengan harga yang murah dan tidak sering impor bahan pangan apabila dikelola oleh negara bukan dikelola oleh asing yang penuh dengan intervensi dengan dalih kerjasama.
Sudah seharusnya kita butuh penerapan yang sesuai dengan fitrah manusia. Sungguh bahwa kesejahteraan di era kapitalisme adalah sesuatu yang semu dan butuh perubahan baru yang visioner yakni diterapkannya aturan Allah di muka bumi tanpa basa-basi agar kita bisa bebas dari sistem hari ini yang terbukti rusak, susah dan menyusahkan rakyat. Umat Islam tidak boleh diam terhadap kondisi hari ini dengan mengubah pola pikir dari kehidupan jahiliyah menuju pola pikir Islam. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun karena janji Allah Swt maka harus yakin untuk menjemputnya dengan penuh daya dan upaya.