Pembajakan Dan Perusakan Generasi



Oleh: Hamnah B. Lin

Beredar di media sosial, artis Citayam Fashion Week dibubarkan polisi karena menghalangi di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat. Terdapat tiga orang berdiri termasuk Jeje di tengah-tengah zebra cross, tiba-tiba polisi menggeser mereka untuk segera pindah antara ada kendaraan di belakang akan melintas.
Disebutkan dalam narasi video bahwa pembubaran itu terjadi pada Minggu, (24/7/2022). Jeje beserta dua orang yang menggunakan kostum terlihat berdiri di tengah zebra cross.

Aksi Citayam Fashion Week yang menggunakan zebra cross itu sontak menciptakan kemacetan. Lantaran saat mereka beraksi, para pengendara roda dua dan roda empat juga sempat terhenti (detikoto, 27/6/2022).

Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch (ITW) Edison Siahaan. Edison menilai, kegiatan catwalk di zebra cross menyalahi aturan yang tertuang di Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

"Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi jalan, rambu, marka jalan dan lain-lain dapat dipidana. Itu bunyi pasal 274 ayat 1, pasal 275 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Maka perbuatan itu sudah mengganggu fungsi jalan, minimal ketertiban umum ya harus dilarang dong. Jangan dibilang tidak ada larangan," ucap Edison.

Format CFW Week seolah mengadaptasi program “Java in Paris”. Mirisnya, sejumlah aksi serupa mulai merembet ke berbagai kota, mulai Bogor, Bandung, Solo, hingga Surabaya. Sayangnya, ada salah satu supermodel Indonesia yang malah menangkap hal tersebut sebagai langkah positif. Bahkan, dirinya memberikan sejumlah dana agar para pelaku CFW mengajak lebih banyak lagi teman mereka untuk melakukan aksi serupa yang lebih besar.

Padahal, kita harus jujur mengakui, semua itu jelas bukan pengaruh positif, melainkan pengaruh negatif yang telah menjelma menjadi “narasi positif” sehingga dianggap sebagai suatu kreativitas. Di balik itu semua, ada krisis identitas yang begitu ironis. 

Bagaimana tidak? Kaum muda yang semestinya menjadi generasi terbaik dan berperan sebagai problem solver, malah begitu mudah tersesat dalam kubangan nikmat sesaat yang sejatinya mereka sedang menjadi trouble maker. Semakin kesini ternyata nongkrong di citayam tak melulu nongkrong, ada niat lain yang mereka harapkan, yakni memperoleh cuan secara instan. Salah satu pentolan di CFW mengaku berpenghasilan paling besar Rp1 juta dalam sehari. Penghasilan tersebut hasil ngonten bersama sejumlah kreator konten di kawasan tersebut.

Sungguh ini makin menunjukkan bahwa pemikiran remaja saat ini lebih bagaimana bisa menghasilkan uang. Standart kebahagiaan mereka ukur dengan banyaknya harta, standart banyak teman adalah dengan mengikuti trend disekitar mereka. Citayam makin menjijikkan, tampak makin banyak laki-laki kemayu juga unjuk gigi. Jangan sampai citayam menjadi ajang eksisnya para pegiat LGBT dan kebebasan berekspresi yang kebablasan.

Perlu dipahami, fenomena citayam fashion weeek ini adalah wabah beracun dan bukti nyata adanya perusakan dan pembajakan potensi remaja secara sistematik. Generasi dengan potensinya yang luar biasa besar makin hancur dengan adanya sekulerisasi kurikulum dan liberalisasi dalam seluruh lini kehidulan mereka. Dan hal ini didukung penuh oleh pemerintah, justru pemerintah mengambil kesempatan dalam kesempitan pemikiran generasi saat ini. Mereka rata-rata putus sekolah, lebih memilih tetap dalam kondisi tidak bersekolah namun bisa menghasilkan uang. Sungguh gambaran nyata generasi hari ini yang makin matrealistis. 

Mereka seharusnya bisa hidup dalam kondisi yang lebih baik. Mereka bisa lebih berguna, lebih mulia jika mengambil Islam sebagai jalan hidup mereka. Yakni menjadi pemuda perindu surga, aktivitasnya penuh dengan hal-hal yang bermanfaat untuk dirinya, keluarganya dan negaranya. Apakah hal ini bisa kita lihat dalam aktifitas para pemuda di citayam fashion week? 

Dalam hadis Rasulullah saw., dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya. ….” (HR Bukhari-Muslim)

Dalam kehidupan sekuler yang sudah mengangkangi kaum pemuda hari ini, makin jarang pemuda yang bermisi jannah, yang rakus surga, jikapun ada mereka dicap radikal, teroris, kadrun dan seterusnya. Hingga cap negatif terus disematkan pada pemuda taat, baik di pondok pesantren dan aktifitas-aktifitas ketaatan pemuda yang mereka semata menjalankannya karena Allah.

Dalam pandangan Islam, pemuda adalah potensi luar biasa yang akan membangun peradaban bangsa. Potensi mereka harus dikuatkan beriringan dengan penguatan aqidah mereka. Memupuk keimanan mereka terhadap keberadaan Allah SWT sebagai Sang Pencipta dan Sang Pengatur, menderaskan rasa takut dan rasa diawasi oleh Allah SWT sejak dini, mendidik mereka akan pentingnya mengisi waktu mereka tiap detik dengan ibadah kepada Allah SWT. Menjadikan mereka sebaik baik umat. Yakni mampu mengatasi masalah mereka sekaligus menjadi pemecah masalah umat lainnya dengan solusi dari Islam.

Negara Islam akan secara tersistem melalui kurikulum sekolahnya, mencetak pemuda agar kuat imannya dan cerdas pemikirannya, menjadi hamba Allah yang taat sekaligus memiliki ilmu keahlian yang bermanfaat bagi seluruh aspek kehidupan mereka dan umat. 

Maka peran kita bersama untuk mengembalikan pemuda hari ini kembali kepada fitrah mereka yakni menjadi hamba Allah yang taat, hingga ridha Allah SWT mereka dapat, bukan azab hingga kesusahan dunia daan akhirat. Kembali dalam aturan Islam, pemuda mulia dan berguna.
Wallahu a'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak