Oleh : Dinda Kusuma W T
Polemik pendidikan di Indonesia bukan hal yang baru. Berbagai kebijakan, otak-atik kurikulum dan metode pembelajaran banyak dilakukan, nyatanya tidak mampu meningkatkan kualitas pendidikan. Khususnya, tidak mampu meningkatkan kualitas mental dan karakter peserta didik yang "katanya" menjadi "goal" utama dalam program pendidikan pemerintah. Yang terjadi saat ini justru, wajah pendidikan Indonesia semakin hari semakin coreng moreng dengan banyaknya kasus di dunia pendidikan yang membuat masyarakat miris.
Baru-baru ini, tepatnya pada 13 Juli 2022 lalu, seorang siswi yang baru lulus SMA, tewas bunuh diri karena gagal masuk Perguruan Tinggi yang ia impikan. Pasalnya, rencana bunuh dirinya itu telah ia utarakan sejak sebelum pengumuman kelulusan tes. Kejadian ini viral setelah menyebarluasnya postingan seorang “anonymous” yang mengatakan dirinya khawatir pada adiknya sebab memiliki nazar nyeleneh. Jika lolos seleksi mandiri di Universitas Gadjah Mada. Ia akan memberikan santunan kepada anak yatim. Namun, jika tidak diterima, ia akan bunuh diri. Selain itu, diketahui siswi yang tewas ini kerap bermasalah dengan kekasihnya. Diketahui pacarnya berperangai kasar sehingga diduga menambah depresi yang dialami olehnya (kilat.com, 13/07/2022).
Ya, demikian rendah dan lemahnya lah mental dan karakter generasi muda kita. Begitu mudahnya menyerah dan mengakhiri hidup. Bayangkan, bagaimana kecewa dan pedihnya orang tua. Sejujurnya, setiap orang tua di negeri ini, senantiasa merasa was-was akan kondisi dan masa depan anak-anaknya. Tidak ada yang bisa diharapakan dan dijadikan sumber jaminan ketenangan hati. Lingkungan pergaulan yang tak karuan, baik di sekolah, di rumah atau dimanapaun, semuanya serba mengkhawatirkan. Seperti gaya pacaran yang dilakukan oleh siswi yang bunuh diri diatas, yang sebenarnya telah menjadi gaya hampir seluruh pelajar di negeri ini. Apa yang diberikan di sekolah nyatanya tidak bisa memberikan bekal apapun bagi siwa untuk menghadapi realita dengan sikap yang benar.
Pendidikan, sudahlah ia sangat mahal jika bisa dijangkau, ditempuh pun tidak bisa memberikan harapan banyak. Bagi masyarakat ekonomi bawah, mengenyam pendidikan tinggi hanya impian belaka. Bagi masyarakat menengah atau atas, harus rela habis-habisan secara finansial demi menyekolahkan anaknya. Kemudian, dengan rendahnya mutu pendidikan, pada akhirnya menyekolahkan anak hanya menjadi formalitas. Sekedar mencari ijazah agar mudah mendapat pekerjaan. Namun kemudian dihantamkan dengan kenyataan begitu sulitnya mendapatkan pekerjaan layak di negara indonesia ini.
Benar, demikian skeptisnya lah masyarakat kita terhadap pendidikan. Bukan tanpa alasan. Tapi fakta membuat masyarakat menjadi demikian. Fakta bahwa kurikulum pendidikan tidak berfungsi. Fakta bahwa generasi muda semakin rusak dan dirusak. Fakta bahwa negara ini abai terhadap kewajiban menyediakan pendidikan gratis berkualitas, dan hanya peduli pada pundi-pundi uang. Serta fakta bahwa Indonesia sedang ditelan kapitalisasi dan sekulerisasi sehingga generasi muda semakin jauh dari akhlak dan karakter yang luhur.
Pemerintah sedemikian rupa membuat tujuan pendidikan di Indonesia adalah pembentukan karakter atau kepribadian. Tertulis dalam UU nomer 20 tahun 2003, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tertulis pula dalam ayat kedua nya, “...berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”. Namun kenyataannya, pendidikan agama sangat sedikit porsinya. Sekolah yang memperbanyak porsi agama praktis adalah sekolah-sekolah swasta atau madrasah.
Jelas pemerintah memisahkan pendidikan agama dari sains. Sekularisasi pendidikan ini makin parah dengan wacana penghapusan pelajaran agama dengan alasan bahwa pendidikan agama adalah kewajiban orang tua. Bukankah jelas bahwa kebijakan ini bertolak belakang dengan tujuan pendidikan yang digaungkan? Bagaimana mungkin generasi muda kita akan berkepribadian luhur dan bermartabat tanpa landasan agama? Sementara tidak ada sesuatupun yang bisa membuat seseorang bertindak dengan benar dengan tekad yang kuat, selain keyakinan agamanya. Inilah paradoks implementasi pendidikan sekuler yang sedang terjadi. Pada akhirnya, kurikulum yang kerap berganti, entah apa maksudnya, bukan menunjang terwujudnya tujuan pendidikan. Justru menghancurkan mental dan karakter anak bangsa.
Bila kita mau menyadari dengan sungguh-sungguh, pendidikan adalah satu faktor utama bagi kebangkitan dan kemajuan sebuah negara. Negara semiskin apapun, jika pendidikannya baik sehingga masyarakatnya cerdas, maka akan mampu bangkit dan bergerak maju. Lebih-lebih bagi Indonesia yang merupakan negara kaya raya dalam segi SDA. Dalam segi SDM pun, masyarakat indonesia sebenarnya adalah masyarakat cerdas. Terpenting, mayoritas beragama islam. Dimana jika keislaman ini dipegang dengan benar, kita akan menemukan bahwa islam menjunjung tinggi pendidikan.
Lihatlah bagaimana Jepang mampu bangkit setelah tragedi Bom Hiroshima dan Nagasaki. Pada saat itu, yang pertamakali dilakukan oleh pemerintah jepang adalah mendata jumlah guru yang masih tersisa. Mereka sangat menyadari bahwa pendidikan adalah harapan bagi bangkitnya sebuah negara meski telah luluh lantak. Indonesia memiliki banyak kelebihan diabndingkan Jepang maupun negara lain. Penduduk yang mayoritas muslim, dimana seorang muslim harusnya lebih menyadari hal ini. Karena islam menanamkan betapa pentingnya menimba ilmu dan betapa mulianya orang-oarng yang menuntut ilmu. Sayangnya sekali lagi, sekularisme bercokol di indonesia di segala linisehingga niali-nilai itu telah jauh dilupakan.
Tujuan pendidikan hanya menjadi simbol. Hanya sekedar kalimat indah yang tertuang dalam undang-undang. Faktanya, arah pendidikan dibuat semakin sekuler. Generasi pun makin tak karuan. Akal sehat manapunpasti setuju bahwa Indonesia dengan dunia pendidikannya yang buram, sedang sakit parah. Perlu segera diselamatkan jika tidak ingin terperosok ke jurang kehancuran. Tiada jawaban lebih baik selain islam.
Bagaimana islam mengedepankan pendidikan, dan bagaiamana sistemnya yang luar biasa mensejahterakan, telah terpatri dalam sejarah. Namun tentu, sejarah itu sengaja ditutupi oleh dunia barat yang tidak menginginkan kebangkitan islam. Dunia menutupi bahwa Islam pernah menjadi mercusuar pendidikan pada masa kejayaannya.
Pendidikan Islam berlandaskan akidah yang kokoh sehingga mampu menghasilkan peserta didik yang cerdas dan berakhlak Karimah. Tidak ada pemisahan agama dari sains atau kehidupan, justru agama menjadi landasan. Inilah yang menjadikan sistem Islam sempurna dan kokoh. Tiada sistem yang lebih baik selain islam. Yang datang dari Sang khaliq, Allah pencipta alam semesta. Tiada sebuah ideologi yang benar-benar memahami pentingnya pendidikan selain daripada islam. Maka pilihan ada ditangan kita, apakah kita akan bangkit, atau membiarkan generasi penerus kita makin sakit dan terpuruk?
Wallahu a’lam bisshawab
Penulis : Dinda Kusuma W T
Tags
Opini