MyPertamina, Cara Paksa Konsumsi BBM Mahal

 Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban



Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution menyampaikan ,masyarakat yang merasa berhak menggunakan Pertalite dan Solar dapat mendaftarkan datanya melalui website, untuk kemudian menunggu apakah kendaraan dan identitasnya terkonfirmasi sebagai pengguna yang terdaftar. 


Dalam uji coba ini, ada 11 daerah di beberapa kota/kabupaten yang tersebar di lima provinsi antara lain Sumatra Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta. yang mulai diwajibkan untuk mendaftarkan dirinya sebelum membeli. 


Kembali pemerintah membuat kebijakan baru, PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya Pertamina Patra Niaga mendorong masyarakat untuk mendaftarkan kendaraan ke dalam laman MyPertamina sebagai syarat membeli BBM bersubsidi di SPBU mulai 1 Juli 2022. Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan aplikasi digital itu berfungsi untuk mendata masyarakat agar penyaluran BBM bersubsidi ke depan bisa lebih tepat sasaran.


Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai pembelian BBM bersubsidi lewat aplikasi MyPertamina memiliki tujuan yang positif. Yaitu untuk membatasi penggunaan kepada orang yang tidak berhak. "Pada dasarnya memang tujuannya (aplikasi MyPertamina) ini positif untuk membatasi orang yang tidak berhak bisa mengakses," kata Tauhid ( Republika co.id, 5/7/2022). 


Sedangkan Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengkritik keras kebijakan ini. Sebab, ia menilai ini cara halus atau tidak langsung untuk memaksa masyarakat menggunakan pertamax. Menurutnya, pemerintah ingin membuat subsidi BBM hanya dinikmati oleh masyarakat miskin tanpa memikirkan kelas menengah. Padahal, ada 115 juta orang kelas menengah yang sangat rentan di Indonesia. Ke depannya akan mengakibatkan durable goods dan Fast Moving Consumer Goods akan terkuras


Bhima juga meminta pemerintah jangan pelit subsidi, karena pemulihan ekonomi masih butuh support pemerintah, APBN masih surplus. Sebenarnya, sebelum keluar kebijakan perbaiki data terlebih dahulu, sebab persoalan penyaluran subsidi tepat sasaran paling efektif jika datanya akurat, dan pemerintah lemah di bidang itu.  


Kapitalisme Akar Persoalan Tidak Meratanya BBM Bagi Semua Rakyat


Kebijakan MyPertamina memberi kesan seolah orang kaya adalah jahat, karena menghabiskan jatah orang miskin, padahal punya banyak harta sehingga tidak harus beli pertalite. Sungguh menggelikan, sebab faktanya meskipun kaya mereka sesama rakyat Indonesia yang juga berhak menikmati hasil pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Mereka juga bayar pajak. 


Sementara di sisi lain, rakyat kecil menengah harus terus-terusan mengalah karena subsidi terus tidak tepat sasaran. Mindset seperti inilah yang hendak ditanamkan penguasa, semata untuk menutupi kegagalan mereka mewujudkan keadilan di negeri ini. Jargon kosong yang selalu dihembuskan, setiap saat sehingga menjadi kebenaran. 


Dari kesalahan memandang persoalan, sekadar melihat fakta kasar tanpa pernah berpikir cemerlang hingga ke akar, justru menimbulkan dampak domino kepada rakyat. Publik kian kesulitan memenuhi kebutuhan dan makin membebani secara finansial. Alih-alih membuat kebijakan menyediakan BBM murah yang lebih memadai bagi seluruh rakyat, pemerintah malah memaksa publik untuk mengkonsumsi BBM pertamax. 


Jika benar subsidi diperuntukkan bagi rakyat kecil, faktanya jangankan kepandaian membuat aplikasi, handphonenya saja tak punya. Masyarakat dengan kemampuan literasi yang rendah tentulah menjadikan hal lain lebih penting daripada pemasangan Aplikasi. Terlebih, aplikasi yang ditetapkan untuk mendapat BBM subsidi, bisa menjadi keuntungan bagi penyedia aplikasi lain seperti linkaja yang kita tahu merupakan usaha dari salah atau kapital terbesar di negeri ini. Dan jelas merugikan publik. 


Maka, kebijakan ini berhubungan erat dengan kepentingan kapitalis yang sukses menghegemoni seluruh sektor di negeri ini termasuk energi. Hal yang sebetulnya dalam UUD 1945 telah diatur di pasal 33 ayat 3 yang berbunyi," bumi dan air dan kekayaan alam yg terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Namun mengapa pada praktiknya malah dieksplore oleh swasta dan dipergunakan sebanyak-banyaknya oleh para pemilik modal itu? 


Inilah yang harus kita pahami, bahwa Kapitalisme adalah sistem yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi sebesar-besarnya. Pemerintah tidak boleh terlalu ikut campur, posisinya hanyalah sebagai regulator kebijakan. Walhasil, meskipun sumber daya alam, yang di dalamnya termasuk energi boleh dikuasai swasta di bawah payung undang-undang yang sah. Sedangkan subsidi sejatinya hanyalah alat untuk mencabut peran vital negara yang seharusnya sebagai penjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat. 


Islam Wujudkan Keadilan Energi Bagi Semua Pihak


Penolakan harus ditunjukkan oleh semua lapisan masyarakat agar kebijakan sejenis ini tidak semakin banyak muncul. Islam menegaskan posisi pemerintah adalah pelayan, sesuai sabda Rasulullah Saw berikut, Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR Ibnu Asakir, Abu Nu’aim). Juga hadis berikut," Sungguh pengkhianatan paling besar adalah saat penguasa memperdagangkan (urusan/kepentingan) rakyatnya (HR Abu Nu’aim).


Dalam Islam, ada pengaturan kepemilikan individu, umum dan negara. Dimana negara mengatur penuh semua yang berkaitan dengan kepemilikan umum dan negara. Artinya, jika dijual hasil pengelolaannya, keuntungan akan dikembalikan kepada rakyat baik dalam bentuk uang maupun pembangunan fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, jembatan dan lainnya. 


Jika BBM dijual kepada rakyat pun tidak akan menzalimi dan semua rakyat boleh membeli, baik sesuai dengan harga produksi maupun gratis. Sebab, kepemilikan umum dan negara memang pemanfaatannya bagi seluruh rakyat. Negara akan secara mandiri mengelola SDA, bersinergi dengan aspek lainnya seperti pendidikan dan keamanan. Penguasaan teknologi termutakhir jelas akan diambil oleh negara, demikian pula dengan perdagangan luar negeri. Semua berasaskan akidah dan ketakwaan. 


Maka, jelas hal demikian tidak akan di dapat dari sistem kapitalisme yang asasnya sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Wallahu a'lam bish shawab.

Goresan Pena Dakwah

ibu rumah tangga yang ingin melejitkan potensi menulis, berbagi jariyah aksara demi kemuliaan diri dan kejayaan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak