Oleh : Mayang Ummu Zadit
(Pemerhati masalah Publik)
Dalam menyambut hari anak nasional pada 23 Juli yang sudah diperingati di Indonesia sejak tahun 1984. dengan berbagai tema, pada tahun ini mengambil tema yaitu ‘Anak Terlindungi, Indonesia Maju’. Tema tersebut bukanlah tema yang baru tetapi sudah digunakan pada tahun 2020. Namun tampaknya kondisi anak Indonesia sampai saati ini belum seperti yang diharapkan, bahkan makin memprihatinkan terutama kekerasan, termasuk kekerasan seksual pada anak. Padahal tema HAN 2016 adalah “Akhiri Kekerasan pada Anak”.
Namun kali ini dalam menyambut hari anak nasional, justru pemberitaan terkait pelecehan seksual terhadap anak sedang terjadi dan mirisnya semua terjadi oleh pihak guru dan di lingkungan sekolah. Seperti yang diberitakan oleh kompas.com pada 19 Juli 2022 kemarin bahwa, terjadi aksi pencabulan yang dilakukan oleh guru agama di salah sati Sekolah Mengengah Pertama Negeri (SMPN) di wilayah Kabupaten Tangerang, Banten.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengatakan bahwa dugaan pencabulan tersebut dilakukan oleh AR (28), seorang laki-laki yang merupakan guru agama sekaligus pelatih ekstrakurikuler di sekolah tersebut. Pelaku diduga telah mencabuli tiga murid laki-laki berinisal RPH (13), JRF (14), dan AHRJ (17) disela-sela kegiatan ekstrakurikuler di dalam maupun di luar sekolah. Kini pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 82 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak. "Ancaman hukuman di dalam UU ini paling sedikit 5 tahun paling lama 15 tahun, dan denda paling banyak Rp 5 miliar," pungkasnya.
Seiring dengan banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi dan bagaimana pemerintah membuat aturan untuk penghukum pelakunya bahkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia pun dalam memperingati hari anak nasional terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan perlindungan kepada anak-anak. Karena anak-anak adalah harapan masa depan bangsa, menjaga kesehatan anak-anak juga berperan penting pada masa depan bangsa.
Aturan yang berlaku untuk menangani kasus kekerasan fisik ataupun seksual terhadap anak tidaklah begitu berefek, bahkan sudah ada pemberatan hukum dan sanksi kebiri. Namun tidak mampu memberantas secara tuntas kekerasan yang terjadi kepada anak dan mirisnya kejadian pelecehan seksual ini terjadi dilingkungan sekolah dan sekaligus dilakukan oleh tenaga pendidik.
Kejahatan seksual marak karena manusia mendewakan akal dan meninggalkan sumber hukum Ilahi. Padahal Akal manusia itu terbatas. Hawa nafsu manusia sering kali mengalahkan akal sehat maka dari itu sangat membutuhkan aturan dari Sang Pencipta dan Pengatur jagat raya karena Allah Swt yang mengetahui hikmah dari semua hukum syariat yang diatur-Nya, termasuk kemaslahatannya.
Allah Swt. berfirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga).” QS Ali Imran: 14
Islam melawan segala bentuk kejahatan seksual. Islam memiliki mekanisme yang menyolusi untuk kasus kejahatan seksual. Pertama, Islam menerapkan sistem pergaulan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan, baik ranah sosial maupun privat. Islam memerintahkan menutup aurat atau segala sesuatu yang merangsang sensualitas, karena umumnya kejahatan seksual itu dipicu rangsangan dari luar yang bisa memengaruhi naluri seksual (gharizah an-nau’). Islam pun membatasi interaksi laki-laki dan perempuan, kecuali dalam beberapa aktivitas yang memang membutuhkan interaksi tersebut, seperti pendidikan (sekolah), ekonomi (perdagangan, pasar) dan kesehatan (rumah sakit, klinik, dll.).
Kedua, Islam memiliki sistem kontrol sosial berupa perintah amar makruf nahi mungkar. Saling menasihati dalam kebaikan dan ketakwaan, juga menyelisihi terhadap segala bentuk kemaksiatan. Tentu semuanya dilakukan dengan cara yang baik. ketiga, Islam memiliki sistem sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan seksual.
Contohnya, sanksi bagi pelaku tindak perkosaan berupa had zina, yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati, jika pelakunya muhshan (sudah menikah); dan dijilid (dicambuk) 100 kali dan diasingkan selama setahun, jika pelakunya ghairu muhshan (belum menikah). Jika yang dilakukan adalah sodomi (liwath), hukumannya adalah hukuman mati. Jika yang dilakukan adalah pelecehan seksual (at taharusy al jinsi) yang tidak sampai pada perbuatan zina atau homoseksual, hukumannya ta’zir.
Rasulullah saw. bersabda, “Dengarkanlah aku, Allah telah menetapkan hukuman bagi mereka itu, perawan dan perjaka yang berzina maka dikenakan hukuman cambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama satu tahun, sedangkan pria yang sudah tidak perjaka dan perempuan yang sudah tidak perawan (yang keduanya pernah bersetubuh dalam status kawin), maka akan dijatuhi hukuman cambuk dan dirajam.” (HR Muslim)
Hukuman rajam bagi pelaku kemaksiatan juga tidak dilakukan sembarangan. Harus didetailkan kasusnya oleh kadi (hakim) yang berwenang, harus ada saksi dan seterusnya. Semua bentuk hukum Islam ditegakkan sebagai penebus dosa pelaku kemaksiatan di akhirat (jawabir) dan sebagai pencegah (zawajir) orang lain melakukan pelanggaran serupa agar jera. Semua ini adalah bentuk penjagaan Islam yang paripurna terhadap generasi masyarakat.
Ketiga Islam akan terlaksana dengan baik jika ada institusi yang melaksanakan syariat Islam secara kafah, bukan institusi sekuler liberal yang malah melanggengkan kemaksiatan.
Dari ketiga hal diatas dapat menjadikan Islam satu-satunya yang mampu mencegah terjadinya kekerasan seksula dengan jaminan yang sempurna, Karena sistem Islam akan menegakkan seluruh aturan Allah yang akan mengerahkan segenap kemampuan untuk memberikan riayah dan himayah (pengaturan, pengayoman, dan perlindungan). Serta tidak akan membiarkan satu anak pun mengalami kekerasan dan menghentikan lahirnya predator-predator baru.
Wallahu a’lam bish-shawwab.
Tags
Opini