Oleh : Desi Ernawati
(Praktisi Pendidikan)
PT Pertamina (Persero), lewat anak usaha Pertamina Patra Niaga, resmi mengumumkan kenaikan harga sejumlah produk bahan bakar khusus (BBK) atau BBM non subsidi, Minggu (10/7/2022). Kenaikan harga meliputi Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite serta LPG non subsidi atau Bright Gas.
harga Pertamax Turbo (RON 98) naik dari Rp14.500 menjadi Rp16.200. Kemudian Pertamina Dex (CN 53) naik dari Rp13.700 menjadi Rp16.500 sementara Dexlite (CN 51) dari Rp 12.950 menjadi Rp15.000 untuk wilayah DKI Jakarta atau daerah dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) 5 persen. Untuk LPG non subsidi seperti Bright Gas akan disesuaikan sekitar Rp2.000 per Kg.
Pertamina beralasan kenaikan harga mengacu pada harga minyak saat ini. Mereka juga menilai kenaikan harga sesuai aturan yang berlaku.
Penyesuaian ini memang terus diberlakukan secara berkala sesuai dengan Kepmen ESDM 62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga jenis bahan bakar umum (JBU). Penyesuaian harga ini dilakukan mengikuti tren harga pada industri minyak dan gas dunia.
Dampak kenaikan harga BBM dan gas dapat dilihat, diantaranya dari kenaikan harga bahan makanan pokok, seperti cabai yang sampai saat ini terus saja meroket. Kebijakan tersebut menyusul kebijakan pembatasan pembelian BBM bersubsidi, dan penggunaan aplikasi saat pembelian. Semua kebijakan tersebut tak ayal memunculkan oknum-oknum curang yang tega mengoplos gas bersubsidi dan non subsidi dengan konsekuensi dapat membahayakan pembeli, serta maraknya penimbunan BBM dan gas yang dijual secara ecer dengan harga yang sangat tinggi. Semua hal tersebut pastinya sangat membebani masyarakat dan menambah berat kesengsaraan mereka.
Adapun semua dampak negatif diatas, merupakan akibat diterapkannya sistem demokrasi. Sistem yang melahirkan penguasa yang fokus utamanya bukan dalam rangka melayani umat. Sistem ini juga melahirkan kebijakan liberalisasi migas, yang membuat pihak asing begitu mudah ikut campur dalam pengelolaan migas, padahal dinegeri ini mayoritas penduduknya adalah muslim.
Berkebalikan dengan sistem demokrasi kapitalis, dalam sistem islam, penguasa bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya. Penguasa sadar bahwa mereka akan dimintai pertanggung jawaban di hari penghisaban. Sistem islam, adalah sistem yang sempurna karena berasal dari sang Maha pencipta. BBM termasuk dalam kategori minyak bumi, yang dimana manusia diperintahkan untuk berserikat di dalamnya,
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api."
(HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Hasil pengelolaan minyak bumi harus dapat dinikmati oleh rakyat, karena termasuk dalam kepemilikan umum. Negara bertanggung jawab penuh atas pengelolaan dan pendistribusian BBM. Sistem islam juga menjamin terpenuhinya kebutuhan BBM dalam negeri. Pemimpin dalam sistem islam dapat menempuh dua kebijakan terkait Migas,
Pertama, mendistribusikan migas dengan harga murah (sesuai ongkos produksi),
Kedua, mengambil keuntungan dari pengelolaan energi untuk menjamin kebutuhan rakyat yang lain seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan, termasuk juga terpenuhinya sandang, pangan, papan.
Demikianlah sangat jelas, bagaimana dalam sistem islam, pengelolaan migas sepenuhnya dikelola oleh negara sehingga akan terwujudlah kemandirian dalam bidang energi.
Wallahu A'lam bis Shawwab
Tags
Opini