Oleh Fitri Rahmadhani
Setiap orang memiliki keinginan untuk terus tumbuh dan berkembang, terutama dalam dunia pendidikan. Sebagaimana kita ketahui kian hari semakin banyak tuntutan, khususnya para pelajar yang berusaha menggali potensi dalam dirinya. Pelajar merupakan salah satu aset harapan untuk membawa kemajuan suatu bangsa, serta membawa perubahan di tengah-tengah masyarakat.
Akan tetapi di tengah gejolak semangat para pelajar, tidak sedikit yang kita dapati banyaknya para pelajar yang gagal dalam mencapai tujuannya. Begitu banyak masalah-masalah yang timbul di tengah proses meraih impian yang telah mereka targetkan.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi para pelajar, krisis mental contohnya. Sebagaimana seperti contoh kasus di mana seorang siswi nekat untuk mengakhiri hidupnya ketika tidak lolos seleksi di PTN impian. Berawal dari kiriman di akun Twitter @utbkfess, sender atau pengirim menyampaikan bahwa adiknya sedang menunggu pengumuman kelulusan masuk perguruan tinggi. Sebelumnya sang adik memiliki nazar, jika ia benar diterima di PTN impiannya ia akan memberi santunan untuk anak yatim dan jika tidak diterima ia akan bunuh diri. Setelah pengumuman keluar ternyata dia tidak lolos, akibatnya si adik menunaikan nazar keduanya, yakni mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri (hops.id, 13/07/22).
Tidak berhenti sampai di situ saja masih ada contoh kasus lainnya, yaitu sebuah kasus yang dimana seorang mahasiswa diduga nekat bunuh diri akibat tujuh tahun tak lulus kuliah. Sebelum ditemukan tewas gantung diri, mahasiswa berinisial BH sempat berkeluh kesah soal kuliahnya yang tak kunjung selesai. Keterangan itu didapat setelah polisi mendalami keterangan dari kakak angkat korban, RD. Karena kuliah tujuh tahun tidak lulus-lulus. Mengajukan skripsi ditolak terus sama dosennya. Sehingga diduga stres akhirnya bunuh diri. Tutur Kanit Reskrim Polsek Sungai Pinang, Iptu Fahrudi (kompas.com, 15/07/22)
Banyaknya kasus bunuh diri pada pelajar adalah bukti nyata pendidikan sekuler gagal membangun kepribadian kuat pada pelajar. Di sisi lain, sistem sekuler juga membangun masyarakat yang penuh tekanan hidup, sulit mendapat kebutuhan, termasuk sulit meraih jenjang pendidikan yang diinginkan.
Secara sudut pandang global, sebenarnya terjadi sudah salah asuh generasi. Sistem pendidikan yang sekuler memisahkan peran agama dari kehidupannya membuat generasi tidak melibatkan iman dan takwa dalam menjalani kehidupan mereka. Alhasil, mereka hanya memiliki ambisi, tujuan dan fondasi yang bersifat fana, serta rapuh dengan keimanan yang kian terkikis budaya Barat.
Sistem sekuler pun yang telah lama di terapakan di tengah lingkungan para pelajar hanya sekadar mampu membentuk dan mencetak generasi yang hanya mengejar materi semata. Sehingga tidak heran jika output yang dihasilkan banyak yang tidak sesuai seperti yang diharapkan dan tidak berperan secara ideal di tengah lingkungan masyarakat, bahkan gagal sebelum mencapai tujuan yang diinginkan. Maka tak heran jika mereka senantiasa mencari jalan pendek jika tidak meraih impiannya, yakni dengan bunuh diri.
Berbeda dengan sistem Islam, upaya yang paling penting dan utama bagi para pelajar salah satunya memiliki mental yang sehat dengan memantapkan, menguatkan, dan mengokohkan akidah atau tauhid yang ada dalam dirinya. Sebab, dengan akidah atau tauhid yang kuat, kokoh, dan mantap maka jiwanya akan senantiasa stabil, pikiran tetap tenang dan emosi terkendali. Apalagi negara Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, maka peran pemahaman islam menjadi potensi besar sebagai kekuatan mental dan daya juang para pelajar di negeri ini.
Peranan tauhid memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa, setidaknya ada lima hal yaitu perasaan ingin dikasihi dan disayangi, perasaan aman yang menjadi kebutuhan setiap orang di dalam dirinya, rasa harga diri, rasa ingin tahu dan mengenal sesuatu dan terakhir rasa ingin sukses.
Menurut Syeikh Taquyyuddin An-Nabhani, akidah islam memerintahkan setiap individu untuk menyembah Allah. Sebagaimana yang telah diperintahkan dan ditunjukkan oleh Rasulullah. Ibadah kepada Allah tidak hanya diterapkan dalam tingkah laku pribadi saja, karena akidah Islam bukan saja mendorong terbentuknya akhlak Islam, tetapi juga memberikan penyelesaian menyeluruh terhadap semua urusan masyarakat dan pemerintahan. Dalam hal ini, akidah Islam membenarkan aspek kehidupan seorang muslim dijalankan mengikuti sesuai pandangan islam.
Oleh sebab itu, menerapkan pendidikan Islam dan seluruh sistem Islam secara global merupakan kebutuhan untuk memperbaiki generasi. Sekularisme seharusnya dihapus dan digantikan dengan sistem terbaik yaitu sistem islam. Sebagaimana yang telah di jelaskan dalam QS. Ar-Ra’d ayat 11 yang artinya : “ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri”.
Sebagaimana juga telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. di Madinah dan dilanjutkan oleh kekhalifahan selama lebih dari 1300 tahun. Beliau telah menghapuskan kejahiliyahan menuju cahaya keimanan yang kokoh dan memperkuat menuju sistem kehidupan yang adil dan manusiawi. Sehingga setiap kebutuhan menjadi terjamin dan aman sentosa.
Wallahu a'lam bishawwab.