Kebijakan Ala Kapitalistik, Buat Rakyat Kian Tercekik



Oleh: Putri Efhira Farhatunnisa

Pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar dengan menggunakan aplikasi atau website MyPertamina akan diberlakukan mulai 1 Juli 2022. Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution menyampaikan, masyarakat yang merasa berhak menggunakan Pertalite dan Solar dapat mendaftarkan datanya melalui website, untuk kemudian menunggu apakah kendaraan dan identitasnya terkonfirmasi sebagai pengguna yang terdaftar. (otomotif.okezone.com 1/7/2022)

BBM bersubsidi dinilai masih belum tepat sasaran, lantaran masih banyak pembeli dari kalangan kelas menengah yang menggunakannya. Kebijakan ini dibuat agar penyaluran BBM bersubsidi bisa tepat sasaran, data yang ada di aplikasi akan menentukan berhak atau tidaknya seseorang mendapat BBM jenis ini dan histori pembelian akan tercatat secara digital. Uji coba pembelian BBM bersubsidi dilakukan di beberapa kota/kabupaten yang tersebar di lima provinsi, diantaranya Sumatra Barat, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, DI Yogyakarta dan Sulawesi Utara.

Metode pembelian seperti ini dinilai menyulitkan rakyat, pasalnya pengguna BBM bersubsidi tak semuanya melek teknologi. Dan tentu hal ini juga menjadi sangat sulit bagi yang tak memiliki smartphone. Jika BBM Pertalite ini memang diperuntukkan bagi rakyat miskin, lalu bagaimana bisa mereka yang minim akses internet bisa menjangkau BBM bersubsidi? Jangankan untuk membeli smartphone, untuk memenuhi kebutuhan perut saja sudah sulit. Terlebih sekarang ini harga bahan pokok kian meroket, lengkap sudah penderitaan rakyat.

Kebijakan ini dinilai sebagai cara halus paksa rakyat menggunakan BBM non-subsidi, yang harganya lebih mahal dengan kemudahan transaksi. Tekanan ekonomi semakin membebani rakyat, slogan “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat” yang selalu dibanggakan, hanya menjadi satu dari sekian banyak janji manis demokrasi. Karena nyatanya kebijakan menyesakkan dada terus diterbitkan, air mata dan jeritan pilu rakyat tak pernah digubris sang penguasa. Padahal sejatinya masyarakat merupakan tuan yang harus dilayani oleh penguasa yang tak lain hanya pelayan rakyat.

Namun yang ada hanya pelayan yang kian sejahtera, dan tuan yang makin sengsara. Program pembelian BBM bersubsidi berbasis digital ini hanya akan menguntungkan penyedia aplikasi, seiring banyaknya pengguna. Dan rakyat akan dikenai biaya admin disetiap transaksinya, sudahlah dipersulit rakyat pula yang rugi. Alih-alih mempermudah rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat malah disulitkan dengan metode pembelian yang rumit dan harga yang terus naik. Mau dibawa kemana nasib rakyat katulistiwa ini?

Dalam Islam ada aturan kepemilikan, ada yang namanya kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Dan sumber daya alam (termasuk BBM) merupakan kepemilikan umum, tidak bisa dimiliki oleh individu atau kelompok. Dalam kata lain kekayaan alam yang Allah berikan, akan dinikmati oleh manusia yang ada disekitarnya. Jika hal ini diberlakukan maka masyarakat akan mendapatkan BBM dengan mudah dan murah, sehingga tak lagi membebani finansial.

Lalu bagaimana bisa rakyat menderita di atas Tanah Air yang kaya ini? Jawabannya bukan pada “siapa penguasanya”, namun “apa sistemnya”. Sistem kapitalisme menjadikan para pengusaha berpengaruh besar terhadap dunia perpolitikan, sehingga kebijakan yang dikeluarkan penguasa bukan lagi berdasar kepentingan rakyat, namun kepentingan pengusaha. Mengapa ini bisa terjadi? Tentu karena mahalnya biaya kontestasi politik, yang membuat seseorang perlu bekingan pengusaha untuk mendapat kursi jabatan.

Ketika politik dipengaruhi pengusaha dan SDA dikuasai swasta, maka penguasa tak lagi memiliki kekuasaan penuh untuk mengurusi urusan rakyatnya, lagi-lagi rakyat lah yang menderita. Masyarakat tak boleh tinggal diam dan hanya bersabar, karena berdiam diri dibawah kedzaliman adalah sikap yang salah. Agar kebijakan seperti ini tak terulang kembali, maka harus ada penolakan yang ditunjukan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Penolakan pun tidak cukup sampai disini saja, namun harus dilanjutkan dengan penolakan terhadap sistem yang melahirkan kebijakannya pula. Karena disadari atau tidak masalah yang diderita rakyat terjadi secara sistemik, maka harus diselesaikan dengan solusi yang sistemik pula. Yakni penerapan Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah, dimana institusi ini mengurusi seluruh lini kehidupan masyarakat. Sehingga rakyat terurusi dengan baik sepenuhnya, tidak seperti keadaan masyarakat saat ini. Wallahua'lam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak