Oleh : Anastasi S. Pd.
Sungguh malang nasib guru honorer di Indonesia, dengan gaji yang kecil ditambah jam kerja yang padat, namun dengan pengorbanan yang besar itu, mereka masih saja berjibaku dengan kepastian statusnya di masa depan. Seperti yang kita ketahui saat ini, pemerintah telah resmi menghapus status tenaga kerja honorer mulai 28 November 2023, dengan terbitnya Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang ditandatangai pada Mei 2022, (Tempo, 2/06/2022). Di sisi lain pemerintah akan melakukan skema perekrutan honorer melalui seleksi PPPK, seperti yang dikutip dalam Surat Menpan RB nomor 185/M.SM.02.03/2022, yang berbunyi " Para Pejabat Pembina Kepegawaian agar melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing dan bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan/diberikan kesempatan mengikuti seleksi Calon PNS maupun PPPK,"
Namun Faktanya seleksi PPPK sendiri dinilai sulit, dan Seleksi Kompetensi Penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK guru dinilai tidak berkeadilan. Keberpihakan pemerintah terhadap guru honorer pun dipertanyakan seperti apa yang disampaikan oleh Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyebut, seleksi PPPK 2021 justru menyulitkan para guru dan tidak berpihak pada guru honorer yang telah lama mengabdi. Sebagai contoh, Kata dia, pemerintah menyamaratakan nilai afiramsi seluruh guru honorer. Padahal, ujar dia, besaran nilai afiramsi semestinya disesuaikan dengan lama pengabdian guru. Belum lagi ditambah masalah lainnya, seperti masalah teknis Satriwan menyebutkan, "Semua masalah teknis ini terjadi sampai H-1 sebelum mulainya pelaksanaan tes. Bayangkan, bagaimana mereka enggak makin stres. Ini laporan dari P2G Kab. Bogor, Karawang, Sidoarjo, Blitar, Aceh Timur, Bima (NTB), dan Ende (NTT)," Detikedu, 15/08/2021.
Sungguh sangat ironi nasib mereka hidup di negeri ini, tak sebanding dengan jasa mereka. penghapusan guru honorer merupakan pukulan berat bagi para guru honorer yang selama ini telah berjuang meraih asanya, yaitu diangkat menjadi PNS, namun apa dikata kebijakan negara tidak mampu mengakomodasi keinganan mereka. Padahal pengabdian mereka begitu besar, mereka bersabar meniti kairi puluhan tahun demi terjaminnya kehidupan di masa tua menjadi pegawai negara.
Kebijakan yang Tidak Berpihak
Indonesia negara kaya akan sumber daya alam, ditambah dengan demografi yang tinggi seharusnya menjadikan itu semua menjadi peluang bagi bangsa kita, menjadi bangsa yang besar. Namun hal tersebut tidak berlaku saat ini, demografi yang tinggi malah menciptakan peluang kerja yang semakin kecil, hal ini pun berimbas pada banyaknya honorer yang harus gigit jari menerima kenyataan pahit, yang mana mereka harus yang siap-siap didepak dari sekolah. Bukan hanya sekedar itu, tentu kita sangat prihatin dengan nasib para guru, yang notabenenya merupakan pekerjaan mulia, namun pemerintah abai dalam memberikan kebijakan yang mampu melindungi kiprah mereka dalam dunia pendidikan. Seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang jelas dalam memberikan anggaran dana dalam bidang pendidikan, termasuk memberikan kesejahteraan dan gaji yang memadai, serta memberikan kejelasan status mereka di masa depan.
Kegagalan Sistem
Carut marutnya masalah guru honerer berakar dari kegagalan sistem kapitalisme, dalam memberikan kesejahreraan guru. Hal ini terlihat dari pandangan mereka yang beranggapan, bahwa kahadiran guru honorer selama ini hanya membebani negara dan daerah. Peran negara dalam sistem kapitalisme sangat terbatas, sehingga negara tidak memberikan solusi permasalahan bagi rakyatnya, tak terkecuali nasib honorer yang saat ini di ujung tanduk. Padahal di sisi lain pemerintah tengah membuka kerjasama besar-besaran dengan pihak swasta melalui UU Investasi dan Cipta kerja, yang melegalkan pekerja asing masuk ke Indonesia. Inilah bukti kegagalan penerapan sistem kapilaisme di Indonesia.
Guru Sejahtera dalam Naungan Islam
Dalam Islam pendidikan merupakan aspek yang sangat penting, selain itu, keharusan dalam mencari ilmu merupakan dorongan aqidah, mencari ilmu pun merupakan aktivitas ibadah dalam mencari kebenaran. Sehingga Islam memberikan perhatian yang sangat besar dalam bidang pendidikan, tak terkecuali peran Islam dalam mensejahterakan para gurunya. Guru merupakan sosok yang sangat penting dalam membangun generasi dan peradaban. Melihat peran penting itulah, seorang khalifah akan memberikan hak dan kewajibannya kepada para pegawainya termasuk guru, baik itu fasilitas maupun gaji. Islam tidak mengkotak-kotakan guru mulai dari perlakuan kebijakan maupun gaji, selama menjadi warga negara Islam maka semua mempunyai hak yang sama. Islam memberikan pengharagaan yang besar kepada para guru dengan memberikan gaji yang fantastis, seperti pada Umar bin Khatthab, yang mampu memberikan gaji 15 Dinar, senilai dengan Rp 30.000.000. Dengan demikian jelaslah sudah bahwa hanya Islam yang mampu memberikan kesejahteraan kepada guru. Wallahu'Alam.
Tags
Opini