Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Kaum muslim di dunia, termasuk di Indonesia, kembali merayakan Idul-adha pada hari yang berbeda. Miris, karena perbedaan ini terus saja berulang, dan belum menemukan solusi menyelesaikannya.
Dalam hal ini, tidak sedikit kaum muslim yang meyakini berdasarkan dalil syar’i, bahwa petetapan Idul-adha wajib berdasarkan rukyat global serta merujuk pada apa yang terjadi di Makkah sebagai pusat ibadah haji. Hal ini wajar karena rangkaian ibadah terkait Idul-adha, seperti saum dan berkurban, sangat berkaitan dengan ritual ibadah haji, terutama wukuf di Arafah.
Kalau kita perhatikan lebih mendalam, perbedaan penentuan Idul-adha 1443 H lebih karena faktor nasionalisme. Akibatnya, wilayah yang secara astronomis sama, bisa jadi berbeda melaksanakan Idul-adha, padahal, seharusnya bisa sama.
Penetapan Idul-adha, sebagaimana yang kita ketahui harus berdasarkan rukyatulhilal. Dalam hal ini, jelasnya, berdasarkan rukyatulhilal penguasa Hijaz sebagaimana hadis riwayat Abu Dawud, “Bahwasanya Amir Makkah (Wali Makkah) berkhotbah dan menyatakan, ‘Rasulullah saw. memerintahkan kita agar memulai manasik (haji) berdasarkan rukyat. Apabila kita tidak melihat (rukyat)nya, sementara dua orang yang adil menyaksikan (munculnya hilal), maka kita harus memulai manasik dengan kesaksian dua orang tersebut.’”
Sehingga kalau berdasarkan rukyatulhilal, mestinya di negara mana pun Idul-adhanya sama. Karena berdasarkan hadis Rasulullah, rujukannya adalah penguasa Makkah. Hanya saja, ia menyayangkan, di Indonesia sekarang bukan lagi berdasarkan dalil syar’i, tetapi ikatan nation. Hal ini terlihat dengan fakta, bahwa Kementerian Agama melakukan rukyatulhilal berdasarkan imkanur rukyah atau kesepakatan Kementerian Agama se-ASEAN di mana kalau tidak sampai 60, maka tidak diterima
Sejatinya 10 Zulhijah yang bertepatan dengan 9 Juli adalah hari yang penuh keberkahan karena jutaan saudara kita berkumpul di Tanah Suci melakukan ibadah haji. Sungguh adalah hal penting untuk mengedukasi masyarakat bahwa sesungguhnya pelaksanaan ibadah haji dan Idul-adha itu mempersatukan kaum muslim yang berasal dari beragam suku bangsa tanpa membedakan warna kulit dan bahasa.
Dan perbedaan penentuan hari raya ini akan hilang kalau di dalam tubuh kaum muslim tidak tercabik-cabik dalam ikatan nation. Melainkan disatukan dalam satu sistem Islam yang begitu luar biasa dalam satu perintah imam atau khalifah. Untuk itu, perlu upaya menyadarkan kaum muslim tentang sistem Islam tersebut yang bisa mempersatukan kaum muslim.
Wallahu a’lam bi ash showab.