Oleh : Nabila Sinatrya
Promosi Holywings beruntut panjang karena promosi minuman keras gratis bagi yang bernama Muhammad dan Maria. Dalam islam Muhammad SAW adalah Rosul yang harus dimuliakan, juga dengan Maria yang dikenal umat islam dengan Maryam, Ibunda Nabi Isa as. Postingan tersebut mendapat kecaman dari politikus dan netizen karena jelas sebagai bentuk penistaan agama.
Enam staf Holywing ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat pasal penistaan agama. Mereka dijerat pasal 14 ayat 1 dan 2 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, pasal 156 atau pasal 156A KUHP, dan juga pasal 28 ayat 2 UU ITE mengenai hoax dan penistaan agama.
Kasus yang seperti ini seringkali berujung pada permohonan maaf dan ketidakjelasan realisasi hukum, sehingga kasus pelecehan terhadap agama kerap kali terjadi. Dilansir dari news.detik.com/26/06/2022 Holywings menyampaikan permintaan maaf atas promosi yang melibatkan nama Muhammad dan Maria, dia juga berbicara nasib 3.000 karyawan yang bergantung di perusahaannya dan pihak Holywings berjanji untuk menjadi lebih baik lagi.
Lebih ironis lagi ketika kemaksiatan mendapat panggung dan dilindungi oleh negara. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. Pasal 14 Ayat 1 sampai 3 membagi lokasi yang dibolehkan untuk menjual minuman beralkohol menjadi dua, yakni tempat penjualan yang dibolehkan untuk minum di tempat dan tidak. (nasional.kompas.com/25/06/2022)
Pasal 15 berbunyi, “Penjualan minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat 1, Ayat 2, dan Ayat 3 hanya dapat diberikan kepada konsumen yang telah berusia 21 tahun atau lebih dengan menunjukan kartu identitas kepada petugas/pramuniaga”. Wakil Ketua PW GP Ansor DKI Jakarta Muhammad Sufyan Hadi yang menyatakan bahwa GP Ansor tidak pernah mempermasalahkan berbagai aktivitas Holywings selama mematuhi aturan dan norma hukum yang berlaku.
Inilah turunan dari diadopsinya sistem sekulerisme dimana agama terpisah dari kehidupan, sehingga melahirkan kebebasan (liberalisme) dalam bertingkah laku, termasuk kebebasan dalam promosinya mencantumkan nama Muhammad dan Maria. Sekulerisme juga tidak mempermasalahkan jika keharaman minuman keras beredar luas, karena menjadi hak bagi siapapun untuk melakukannya.
Sangat berbeda dengan sistem islam dalam khilafah yang menjadikan aqidah islam sebagai landasan, halal dan haram dijadikan pertimbangan. Mengenai kasus penistaan agama, negara akan bertindak tegas agar kejadian serupa tidak terulang. Ulama besar Mahdzab Maliki dalam Kitabnya Mukhtashar al-Khalil menjelaskan “siapa saja mencela Nabi, melaknat, mengejek, menuduh, merendahkan, melabeli dengan sifat yang bukan sifatnya, menyebutkan kekurangan pada diri dan karakternya, merasa iri karena ketinggian martabat, ilmu dan kezuhudannya, menisbahkan hal-hal yang tidak pantas kepadanya, mencela dan sebagainya, maka hukumannya adalah dibunuh.”
Pada masa Khalifah Abdul Hamid II, ketika beliau memberi peringatan Perancis dan Inggris yang hendak mementaskan drama yang menghina Rasulullah SAW, beliau langsung memanggil legasi Prancis dan mengatakan “Akulah Khalifah umat islam Abdul Hamid Han. Aku akan menghancurkan dunia disekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut”. Ketegasan dari seorang pemimpin kaum muslimin ini akhirnya membuat Prancis ketakutan dan akhirnya membatalkan pertunjukan tersebut.
Begitulah cara khilafah dalam mengatasi penista agama, sehingga kejadian tidak terus berulang. Dalam Khilafah kehormatan umat islam dan ajarannya juga terlindungi.
Wallahu a’lam bishshowab.