Oleh: Salis F. Rohmah
Sudah menjadi umum dalam obrolan rakyat bawah jika tiap pagi mengeluhkan kehidupannya semakin terhimpit. Karena biaya hidup yang tambah besar mau tidak mau harus dikeluarkan, namun pendapatannya tak bertambah. Ibu-ibu yang semakin resah dengan biaya untuk menghidupan dapur yang semakin melangit, bahkan rakyat kecil pun merasa hidupnya semakin sulit dijalani. Realita itu kian banyak terjadi ketika harga BBM kian naik membuat kebutuhan hidup yang lain pun juga semakin mahal.
Dikutip dari tirto.id bahwa PT Pertamina (Persero), lewat anak usaha Pertamina Patra Niaga resmi mengumumkan kenaikan harga sejumlah produk bahan bakar khusus (BBK) atau BBM non subsidi, Minggu (10/7/2022). Kenaikan harga meliputi Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite serta LPG non subsidi seperti Bright Gas. Pertamina beralasan kenaikan harga mengacu pada harga minyak saat ini. Mereka juga menilai kenaikan harga sesuai aturan yang berlaku.
Banyak opini menganggap kenaikan BBM non subsidi tidak berdampak pada daya beli masyarakat. Faktanya, BB dan Gas bersubsidi sendiri makin dibatasi persediaan dan cara membelinya maka kenaikan ini jelas berpengaruh pada naiknya pengeluaran. Hal tersebut menambah daftar panjang lepas tangannya peran pemerintah untuk bertanggung jawab penuh pada rakyatnya.
Hari ini BBM menjadi kebutuhan dasar masyarakat secara umum. Seharusnya BBM dijual kepada rakyat dengan harga murah agar memudahkan kehidupan. Sayangnya konsep liberalisasi pada sektor kebutuhan dasar masyarakat diberlakukan menjadi biang masalah yang dirasakan masyarakat semakin sulitnya beban kehidupan. Bagaimana tidak? Rakyat dipaksa bertahan sendiri mengurusi kebutuhan dasarnya. Hilangnya peran negara dalam pengadaannya menjadi bencana di tengah masyarakat. Rakyat kecil semakin dibuat sulit. Alhasil hanya rakyat yang berduit saja yang bisa menjangkau kebutuhannya dengan baik.
Beginilah sistem kapitalisme menghasilkan rezim neolib yang menempatkan dirinya hanya sebagai regulator saja. Rezim yang melepas pengaturan ekonomi kepada pasar sehingga lebih mudah dikuasai oleh kapitalis. Tidak ada tanggung jawab penuh dalam memegang amanah besar untuk melayani masyarakat. Bahkan dalam sistem inilah negara bak pembisnis yang ikut bermain untuk memberikan jalan saudagar mana yang dapat memberikan keuntungan yang lebih besar bagi dirinya. Maka wajar jika hajat masyarakat pun terbengkalai. Tidak ada pengaturan kehidupan yang menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
Berbeda jika penguasa menerapkan aturan yang berlandaskan syariat Islam yang memiliki aturan cantik untuk mengatur kehidupan masyarakat termasuk layanan untuk mengatur kebutuhan dasar publik seperti BBM dan gas. Islam melarang berbisinis dengan kebutuhan dasar publik karena hal tersebut jelas penting bagi keberlangsungan aktivitas kehidupan normal setiap individu. Dalam Islam negara bertanggung jawab langsung dan menjamin akses setiap individu terhadap kebutuhan dasarnya dengan baik, harga yang murah karena hanya mengganti biaya produksi, bahkan bisa jadi gratis. Islam pastinya juga melarang keras kebutuhan dasar publik dikuasai individu atau entitas bisnis tertentu apa lagi asing kafir penjajah.
Kesadaran penuh yang dimiliki penguasa bahwa pelayanan kepada rakyatnya adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hari akhir menjadi pendorong sang penguasa untuk selalu memikirkan yang terbaik untuk rakyatnya. Sesuai sabda Nabi, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal itu yang membuat seorang Khalifah Umar bin Khattab memikirkan siang dan malam cara agar jalan yang dia buat tidak sampai menyakiti siapapun rakyat yang melewatinya, bahkan unta sekalipun. Bahkan beliau juga rela memanggul sendiri bantuan yang harus diberikan kepada rakyatnya yang sedang membutuhkan. Karena beliau memahami betul akan hisabnya di hadapan Allah tentang pengurusannya kepada rakyat. Dan paradigma penguasa layaknya Umar hanya ada di sistem Khilafah Islamiyah yang menerapkan Islam secara kaffah dan menjaga ketakwaan individu di dalamnya. Tidak seperti sistem kapitalisme sekuler yang hanya melahirkan penguasa neolib yang zalim tak peka keluhan rakyatnya yang bisa mati kapan saja. Wallahua’lam.
Tags
Opini