Haji Juga Butuh Kesatuan Politik Islam



Oleh: Bunda Wiwi 
(Praktisi Pendidikan)



Labbaika Allahumma labbaik, Labbaika Allahumma labbaik, Labbaika laa syariika laka labbaik, Innal hamda wa ni’mata  laka wal mulk laa syariikalaka.

Lafadz bacaan talbiyah terus berkumandang, merupakan pernyataan seorang hamba yang datang ke Baitullah memenuhi panggilan sang khalik. Setiap umat Islam pasti menginginkan panggilan ini terwujud dengan pasti, yaitu dengan datangnya dan hadirnya kaki ini menginjak tanah suci Mekah Al Mukaromah. Untuk melaksanakan ibadah haji sebagai perwujudan rukun Islam yang ke 5.

Menunaikan ibadah haji ke tanah suci ini adalah wajib bagi yang mampu baik dari pendanaan dan fisik. Sebagaimana perintah Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 97, yang artinya “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”

Umat Rasulullah SAW dengan penuh keimanan sudah banyak yang mendaftarkan dirinya untuk melakukan ibadah haji. Di negeri tercinta yang penduduknya mayoritas beragama Islam, mereka berbondong-bondong menunggu panggilan Allah SWT. Sebab sudah dipastikan akan banyaknya antrean dalam pelaksanaan ibadah haji ini. Beribu-ribu umat Islam menanti  dengan sabar. Apalagi dengan dampak pandemi covid 19, antrean ini semakin mengular berharap tahun berikutnya tiba gilirannya. 

Semoga kuota haji setiap tahunnya untuk negeri ini selalu bertambah, sehingga tidak ada antrean yang panjang. Pemerintah khususnya kementerian Agama sangat berperan besar dalam hal ini. Melobi kerajaan Arab Saudi sangatlah penting.

Kerajaan Arab Saudi akhirnya sudah memberikan tambahan kuota haji kepada pemerintah kita sebesar 10.000 bagi jemaah haji Indonesia, akan tetapi kesempatan ini tidak diambil, padahal kita sangat membutuhkannya.

Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan Kementerian Agama (Kemenag) agar tidak buru-buru menolak tambahan kuota haji sebanyak 10.000 bagi jemaah Indonesia. Menurutnya, tambahan kuota tersebut merupakan niat baik pemerintah Saudi yang harus diapresiasi. (detiksnews, 1 Juli 2022)

Hal ini sangat disayangkan sekali. Surat resmi pemberitahuan penambahan kuota haji ini disampaikan pada tanggal 21 Juni 2022. Penambahan kuota haji yang dinantikan sepertinya dilewatkan begitu saja. Penambahan kuota 10.000 ini akan mampu memangkas antrean jemaah haji untuk beberapa tahun ke depannya.

Seperti kita ketahui bersama, para calon tamu Allah ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Ada Jemaah haji yang sehat, masih muda dan dimudahkan untuk berhaji. Namun ada pula yang sudah sakit-sakitan, sudah menginjak usia tua dan terkendala dengan berbagai hal. Semisal terkendala kehamilan, sedang merawat orang yang sakit dan lain-lain. Padahal penambahan kuota haji dapat mempercepat antrean ini, guna mewujudkan cita-cita mulia ini.

Pemerintah harusnya memberikan apresiasi dahulu terhadap niat baik pemerintah Arab Saudi ini. Penambahan kuota ini dapat dipastikan juga merupakan aspirasi rakyat Indonesia. Patut diacungkan jempol, tentunya ini juga merupakan hasil lobi-lobi tingkat tinggi antara pemerintah yang secara maksimal mampu mendorong pemerintahan Arab Saudi untuk membuka tambahan kuotanya untuk jemaah haji Indonesia.

Dalam kondisi ini terlihat para penentu kebijakan seolah tidak konsekuen dengan tujuan awal yang telah disepakati. Mengajukan tambahan kuota hasil melobi dengan kerja keras. Setelah dikabulkan malah ditolak.

Hal ini menjadi refleksi juga untuk pemerintah kita ke depannya. Pemerintah seharusnya melihat sisi kemaslahatannya bagi seluruh bangsa Indonesia. Sepertinya tidak ada kendala yang signifikan sampai pemerintah menolak kuota haji ini.

Para calon tamu Allah SWT ini sudah siap dan menunggu dengan setia. Apabila tiba gilirannya terpanggil untuk menjadi tamu Allah mereka sudah siap.  Terbukti dengan sudah terdaftarnya para jamaah ini di urutan pendaftar haji di Kemenag.

Penolakan kuota haji ini juga bisa dikarenakan waktu yang terlalu dekat dengan pemberangkatan haji. Hal ini bisa jadi karena minimnya kemampuan dan lemahnya diplomasi yang dilakukan pemerintah kita dalam menangani urusan haji ini. Terutama dalam pengurusan visanya.

Penantian para tamu Allah SWT ini seharusnya tidak menunggu terlalu lama, apalagi dengan biaya ONH yang terus naik. Pengurusan haji yang semakin rumit, memerlukan penanganan yang optimal.

Pelaksanaan ibadah haji adalah kegiatan yang rutin yang biasa dilakukan oleh pemerintah yang didelegasikan pada Kemenag. Sebaiknya sudah semakin baik dalam penanganannya.

Pengurusan haji seharusnya optimal dengan memangkas antrean panjang ibadah haji dan membenahi regulasi pelaksanaan ibadah haji. Selain itu, posisi diplomasi antara pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi membutuhkan kesatuan politik umat Islam.

Kesatuan politik Islam yang mematuhi hukum-hukum Islam akan memudahkan penanganannya. Dana haji yang dikelola dengan tepat dan benar, jauh dari penggunaan riba akan banyak membawa keberkahan. 

Dengan sistem Islam yang digunakan bagi semua muslim sedunia (khilafah) akan mampu membuat regulasi haji optimal. Pada akhirnya dengan ikhtiar yang maksimal permasalahan diplomasi dan kuota haji tidak akan menjadi kendala.  

Wallahua’alam bi shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak