Oleh Endang Rahayu, Apt.
Stunting masih menjadi permasalahan pelik yang dihadapi para balita di Indonesia, tak terkecuali di Kota Palembang Sumatera Selatan (Sumsel). Pada tahun 2022 ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Palembang dan Keluarga Berencana (KB) Palembang menemukan ada ratusan ribu balita di Kota Palembang Sumsel mengidap stunting atau gagal tumbuh seperti balita pada umumnya. Diperkirakan ada sekitar 100.000 orang balita di Palembang alami stunting, kasus paling banyak ada di Kecamatan Ilir Timur III Palembang (sumse.antaranews.com).
Ketua Percepatan Penurunan Stunting Palembang yang juga adalah Wawako Palembang Fitrianti Agustinda mengatakan, ada beberapa faktor utama kenapa tingginya stunting di Kota Palembang. Beberapa diantaranya yaitu bayi terlahir dengan kecacatan dan gizi buruk karena rendahnya ekonomi, ada juga karena menikah muda, yang menyebabkan orang tua yang masih muda tidak paham bagaimana merawat bayi.
Adapun Pemerintah Kota Palembang hingga Juni 2022 memantau pertumbuhan dan perkembangan 1.000 anak usia di bawah lima tahun (balita) yang berpotensi menjadi stunting. Pemantauan ini dilakukan agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dengan bantuan pangan sehat dan bergizi itu serta pemantauan intensif pertumbuhan dan perkembangannya. Dengan begitu diharapkan anak-anak stunting hingga berusia di atas lima tahun bisa tumbuh secara normal dan sehat.
Diantara penyebab yang paling utama dari kejadian stunting yang tinggi adalah kurangnya akses terhadap makanan sehat dan bergizi bagi ibu dan bayi. Meskipun ada pernyataan bahwa stunting sebenarnya tidak hanya dialami oleh rumah tangga/keluarga yang miskin saja, bisa saja dialami oleh rumah tangga/keluarga yang mampu. Sehingga harus ada upaya edukasi pencegahan stunting dengan memberikan pengetahuan gizi bagi orang tua/keluarga. Hal itulah yang banyak dilaksanakan sekarang oleh unit-unit kerja pemerintahan.
Edukasi sebagai salah satu cara pencegahan stunting tentu tidak salah, sebab stunting juga terjadi karena ketidaktahuan mayoritas masyarakat mengenai kesehatan reproduksi, kehamilan, persalinan, pasca persalinan, serta penjagaan gizi bagi anggota keluarga. Namun kita perlu menilai, apakah masalahnya hanya sekedar minimnya pengetahuan?
Jika dilihat secara umum, angka kejadian stunting mayoritas dialami oleh keluarga miskin/tidak mampu. Keadaan itu dikarenakan warga miskin tidak memiliki sumber daya untuk memberikan makanan pada anggota keluarganya secara layak. Menjadi lumbung pangan nasional dengan luas lahan tanam produk padi saja mencapai 867.433 ha, tidak menjadikan seluruh warga Sumatera selatan bisa menikmati Kesejahteraan pada musim panen.
Melihat keadaan ini, tentu kita bisa menilai yang menjadi permasalahannya bukan produksi pangan (dalam hal ini yang ditargetkan swasembada nasional), tapi bagaimana agar komoditas pertanian bisa terdistribusikan merata ke seluruh masyarakat. Distribusi menjadi masalah yang pelik sebab prinsip ekonomi kapitalis menjamin kebebasan dipasar. Yang bisa mengakses barang dan jasa adalah yang memiliki modal. Sementara bagi yang tidak memiliki modal atau dana maka tidak akan bisa mengakses kebutuhannya meskipun barang pemenuhan kebutuhannya tepat ada dihadapan matanya. Maka pepatah bagai tikus mati dilumbung padi benar adanya.
Adapun Islam adalah agama sekaligus ideologi yang diturunkan oleh Allah dengan seperangkat aturan yang sempurna. Islam juga mengatur bagaimana agar distribusi terhadap bahan-bahan pokok bisa diakses oleh warga negara siapapun. Baik yang miskin maupun yang kaya. Islam memiliki mekanisme langsung dan tidak langsung dalam upaya memenuhi kebutuhan warga negaranya. Secara langsung Islam menjamin tersedianya pelayanan kesehatan, pendidikan dan penjaminan keamanan bagi warga negara. Berobat bisa gratis dan murah, begitu juga dengan pendidikan akan mudah diakses siapa saja.
Secara tidak langsung Islam memiliki mekanisme pertanggungjawaban atas pemenuhan kebutuhan masyarakatnya. Ada yang disebut sebagai rijalul qadir yaitu orang laki-laki yang memiliki kemampuan dalam mencari nafkah bagi orang-orang yang berada dibawah perwaliannya. Adapun bagi mereka yang tidak masuk kategori rijalul qadir akan dibantu oleh negara dalam upaya memenuhi kebutuhan dasarnya.
Seperti kisah teladan yang kita peroleh dari Umar bin Khattab yang mengangkat sendiri sekarung gandum untuk warga negaranya yang tidak memiliki wali. Dihadist yang lain juga dijelaskan, bahwa negara adalah wali bagi mereka yang tidak memiliki wali.
Mekanisme ini tentu bukan mekanisme sederhana yang bisa dilakukan setengah-setengah. Dibutuhkan iklim politik ekonomi yang stabil dan itu hanya bisa dicapai dengan adanya institusi Islam. Institusi ini yang akan menjamin semua lini kehidupan berjalan sesuai dengan syariat Allah dan akan mendatangkan keberkahan dari Allah Swt.
Wallahu a'lam bishawab.