BBM, Kalau Ada Yang Mudah, Mengapa dipersulit?





Oleh : Nia Amalia Sp

PT Pertamina akan berlakukan batasan pembelian BBM, dengan menggunakan aplikasi My pertamina. Uji coba dilakukan untuk 11 kota dalam 5 provinsi. Dalam tempo.co disebutkan Direktur Pemasaran Regional PT Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra menjelaskan alasan penentuan lokasi diberlakukannya kebijakan beli Pertalite pakai MyPertamina. Menurut dia, keputusan itu merujuk pada hasil diskusi dengan pemerintah daerah. Pemerintah di sebelas kota itu, ucap Mars, mendukung perseroan dalam menerapkan uji coba. Kebijakan ini dinilai tidak efektif, seperti dikatakan oleh Pakar ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, kewajiban penggunaan aplikasi MyPertamina untuk membeli pertalite dan solar tidak akan efektif. Menurutnya, ada potensi rakyat di daerah tidak memperoleh subsidi lantaran tidak bisa mengunakan aplikasi tersebut, atau bisa juga karena tidak memiliki gadget dan akses internet. 

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengkritik keras kebijakan yang disusun pemerintah dan Pertamina. Sebab, ia menilai ini cara halus atau tidak langsung untuk memaksa masyarakat menggunakan pertamax. Nia Amalia:
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengkritik keras kebijakan yang disusun pemerintah dan Pertamina. Sebab, ia menilai ini cara halus atau tidak langsung untuk memaksa masyarakat menggunakan pertamax.

My Pertamina, mampukah merangkul rakyat miskin? Saat ini rakyat yang berada di garis kemiskinan, jangankan untuk mendownload aplikasi tersebut, gawai saja kadang tidak punya. Rakyat disibukkan dengan pemenuhan kebutuhan pokok yang kian melambung tinggi. Harga minyak, cabe, bawang merah dan putih, semua menggerogoti keuangan rakyat. Justru pemberlakuan aplikasi My Pertamina ini akan menjauhkan rakyat dari membeli pertalite. Seakan-akan kebijakan ini memberi solusi rakyat miskin, karena kalangan menengah atas akan terbatasi dalam membeli pertalite. Namun nyatanya, rakyat juga perlu mengetahui, bahwa pangkal masalah di hulu adalah pemerintah kewalahan memberikan subsidi BBM.

Miris memang jika APBN tumbang dikarenakan kewalahan memberikan subsidi. Padahal Indonesia yang banyak sekali sumber minyaknya. Rakyat hanya bisa gigit jari melihat sumber-sumber minyak tersebut di kuasai oleh swasta. Subsidi BBM dalam perundang-undangan migas internasional memang tidak akan diakui. Pasalnya dalam pasal 28 ayat (2), memuat tentang pelepasan harga minyak dan gas bumi yang mengikuti harga pasar (harga internasional). Otomatis, subsidi migas wajib dikurangi, bahkan dicabut. Dimulailah babak liberalisasi migas.

Masalah ketersediaan bahan bakar minyak, sudah sejak lama tidak ada penyelesaian yang menguntungkan bagi rakyatnya. Jauh dari solusi Islam. Betapa tidak, sejak kapitalis ini diterapkan, rakyat selalu dipersulit dalam memenuhi kebutuhan yang satu ini. Mulai dari kenaikan harganya, keterbatasan stoknya, sampai dipersulit dengan aplikasi yang ribet. Islam tidaklah anti teknologi. Namun pemerintah seharusnya menyadari, tingkat kemampuan rakyat. Belum semua mampu membeli gawai. Belum semua bisa akses internet dan aplikasinya. Hanya akan mempersulit rakyat kecil saja.

Dalam hal ini Rasulullah bersabda :
Rasulullah saw. pernah mengingatkan dalam sabdanya, “Ya Allah, siapa yang mengurusi satu perkara umatku, lalu ia menyulitkan umat, maka persulitlah ia. Dan siapa yang mengurusi perkara umatku, lalu ia memudahkannya, maka permudahlah ia.” (HR Muslim). 
Hadist diatas harus menjadi muhasabah bagi penguasa saat ini. Bahwa penguasa sesungguhnya adalah pelayan umat. Bukan pemeras umat. Sudah saatnya umat kembali pada Islam Kaffah. Aturannya datang dari Al Khaliq. Hidup dibawah naungan Islam sungguh mensejahterakan dan memberikan ketenangan hidup manusia. Wallahua'lam bishowab.

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak