Apa di Balik Pemberitaan Masif tentang Kekerasan Seksual dan ACT?


 
Oleh : Ummu Aimar

Kasus pelecehan yang dilakukan oleh Moch Subchi Azal Tsani atau Mas Bechi terhadap sejumlah santriwati di pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, bikin geger Tanah Air. Komnas HAM menyebut aparat penegak hukum perlu menerapkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
"Komnas HAM meminta aparat penegak hukum, khususnya kepolisian sudah seharusnya menerapkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk menindak para terduga pelaku tersebut sesegera mungkin," ujar Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin dalam keterangannya, Sabtu (9/7/2022).
( https://news.detik.com)

Kasus yang menimpa Pesantren Shiddiqiyyah dan ACT memang miris. Hanya saja, mengapa kasus seperti ini diberitakan sangat masif kala oknum pelakunya berkaitan dengan simbol keislaman? Beritanya begitu trus diungkap dan digembor seakan akan ketika kasus dari Islam harus dipublikasikan mencoreng citra Islam.

Direktur An Nasr Institute For Strategic Policy Munarman S.H. pernah membeberkan tentang adanya aktor utama, agenda, serta alur isu dan strategi antek-antek AS dan Zionis Yahudi untuk mendiskreditkan kelompok Islam dengan berbagai stigmatisasi, seperti  fundamentalis, radikal, intoleran, terorisme, dsb. Di antaranya berbentuk NGO yang fokus mengampanyekan antisyariat Islam dan antiformalisasi syariat.

Menurutnya pula, lembaga-lembaga itu kerap membenturkan kelompok Islam serta  berupaya melemahkan dan membelokkan pemahaman Islam, seperti jihad dan sebagainya. Mereka juga membuat program bersama deradikalisasi dengan sasaran bidiknya adalah ormas Islam, majelis taklim, para kiai dan ustaz/ustazah, berbagai institusi perguruan tinggi, dan masyarakat.

Dalam dokumen tersebut tercantum beberapa rekomendasi untuk menyerang kelompok muslim yang mereka sebut fundamentalis. Mereka juga membunuh karakter tokoh-tokoh agama dan lembaga kemanusiaan Islam, terlepas tokoh atau lembaga donasi tersebut betul-betul melakukan penyelewengan di depan hukum ataukah hanya fitnah. Jelas mereka para antek akan melakukan cara apapun untuk mencoreng simbol Islam. 

Mereka mendorong media untuk memublikasikan kesalahan tokoh atau pengelola pesantren, seperti korupsinya, kemunafikannya, atau berbagai tindakan tidak bermoral lainnya. Tujuannya agar masyarakat tidak percaya lagi kepada simbol pendidikan Islam, semisal pesantren dan lembaga kemanusiaan Islam. Inilah yang diinginkan para antek sehingga menimbulkan ketakutan pada masyarakat khususnya. 

Mereka juga mengaitkan tokoh atau pengelola lembaga kemanusiaan Islam tersebut dengan kelompok yang dicap teroris atau radikal agar masyarakat menjauhi mereka dan enggan menyumbangkan dana. Karena kepercayaannya berkurang, itulah cara satu meraka.

Isu Islamofobia dari Masa ke Masa
Islamofobia sudah ada sejak zaman Rasulullah. Sejak awal dakwah beliau, Rasulullah dan kaum muslim banyak mendapat ujian berupa celaan, fitnah, hingga ancaman fisik berupa siksaan hingga pembunuhan. Orang-orang kafir gencar memfitnah dan memprovokasi orang-orang Makkah untuk melakukan aksi kekerasan terhadap Rasulullah dan para pengikutnya. Para sahabat banyak yang menjadi syahid kala itu.

Pada jaman kekaisaran Bizantium dan Gereja Roma menggunakan sentimen anti-Islam untuk merebut Yerusalem dari tangan kaum muslim. Wajah anti-Islamisme atau islamofobia terus bergulir hingga saat ini. Tidak heran saat ini Islam dan tokoh-tokoh ulamanya terus didera opini negatif.

Jadi jelas , Islamofobia muncul karena ketakutan orang kafir Barat terhadap ideologi Islam yang makin berkembang dan sinergis dengan dakwah Islam kafah ke seluruh penjuru dunia. Barat dengan ideologi kapitalisme sekulernya, cemas kedudukan mereka akan tergeser oleh Islam. Mereka khawatir ideologi Islam akan menaklukkan budaya, gaya hidup, dan peradaban sekuler.

Perang ideologi ini telah berlangsung lama sampai detik ini. Barat telah mencium aroma kebangkitan Islam ini. Pada 2022 ini, Islam menempati posisi kedua dengan jumlah pengikut terbanyak di dunia setelah Kristen. Oleh karenanya, upaya apa pun akan Barat lakukan Barat demi mencegah Islam kembali bangkit layaknya singa yang akan bangun dari tidur panjangnya. 

Munculnya fenomena islamofobia tentu harus dihadapi dengan tepat agar umat Islam tidak termakan konspirasi Barat. Umat harus terus dibina agar memiliki keimanan yang kukuh, mempunyai wawasan politik yang kuat, sekaligus paham syariat Islam kafah sebagai solusi seluruh problem kehidupan yang justru dibutuhkan pada era kekinian.

Umat juga harus didorong untuk bersama-sama berupaya mewujudkan kekuatan politik Islam demi memenangi perang peradaban. Dengan kekuatan politik inilah, segala problem yang dihadapi umat akan mampu diselesaikan, termasuk melawan arus islamofobia yang diorganisasi oleh negara-negara pengusung kapitalisme yang ingin melanggengkan penjajahan.

Sejarah menunjukkan, hadirnya kekuatan politik umat Islam—Khilafah—terbukti mampu menjaga kemuliaan Islam dan kaum muslim. Selama belasan abad, umat Islam tampil sebagai umat terbaik yang disegani lawan maupun kawan.

Khilafah memiliki mekanisme untuk menghadapi segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang akan melemahkan posisinya. Selain itu, juga dalam menghadapi ancaman Islamofobia yang akan terus disusupkan di tengah umat Islam.

Negara akan gencar mendakwahkan Islam kafah kepada penduduknya, baik muslim maupun nonmuslim. Warga negara muslim akan siap menjalani ketaatan dengan landasan ketakwaan, sedangkan warga negara nonmuslim akan melihat indahnya penerapan syariat Islam yang yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Mereka akan merasakan kenyamanan dan keadilan hidup dalam naungan Islam.

Negara membangun persepsi publik dengan memanfaatkan media yang dikuasai negara, baik luring maupun daring. Negara akan membuat gambaran positif terhadap Islam, para tokoh Islam, ustazd/ustadzhnya, lembaga-lembaga pendidikan, dan lain-lain. Bahkan, negara akan menjadikan media sebagai salah satu kekuatan politik yang tidak bisa diremehkan.

Wallahu'alam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak