Ada Apa Dibalik Penghapusan Honorer?




Oleh: Tri S, S.Si

Sungguh pilu sekali nasibmu wahai para guru honorer, setelah menunggu lama berharap diangkat menjadi Guru tetap atau ASN atau P3K, malah muncul wacana akan di hapuskan. Dan yg lebih menyakitkan adalah akhirnya terjadi apa yg ditakutkan itu. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menegaskan, strategi ini adalah amanat Undang-undang No. 5/2014 tentang ASN yang disepakati bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pasalnya, masih ditemukan tidak jelasnya sistem rekrutmen tenaga honorer berdampak pada pengupahan yang kerap kali dibawah upah minimum regional (UMR). Wakil Ketua DPRD Jawa Barat (DPRD Jabar) H.Soleh saat menghadiri Musda I Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori Usia 35 Tahun Ke atas (GTKNHK 35+) di Bandung, Rabu (2/2/2022), mengaku, prihatin dengan kondisi atau nasib guru honorer. Khususnya, pada mereka yang berusia di atas 35 tahun yang cenderung kurang mendapat perhatian dari pemerintah pusat atau daerah (finance.detik.com, 5 Juni 2022).                                    


Guru honorer bekerja tidak kenal lelah dalam mencerdaskan bangsa terutama generasi muda. Mereka sangat bermanfaat dan pengabdian mereka tanpa batas waktu dan tanpa batas wilayah. Semua jasanya itu dikerahkan demi meningkatkan kecerdasan anak bangsa. Namun di sistem kapitalisme hari ini, guru honorer selalu terkatung-katung  nasibnya dan tidak terperhatikan. Sistem kapitalisme yang masih bercokol di negeri ini masih menggantungkan nasib guru honorer dengan gaji seadanya, yang akhirnya hanya menyisakan derita berkepanjangan bagi guru.      


Sekali lagi, kapitalisme sejatinya menjadikan negara abai pada profesi guru, padahal itu semua demi pendidikan generasi. Sementara itu banyak sekali profesi lain yang membodohi umat malah banyak mendapat panggung dengan bayaran selangit, seperti apa yang sering kita saksikan dalam layar kaca sehari-hari. Sungguh pemandangan yang sangat bertolak belakang bukan? Padahal, kalau mau jujur,    honorer itu justru memberi manfaat besar bagi pendidikan kita.



Berdasarkan data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, terdapat 3.357.935 guru yang mengajar di 434.483 sekolah. Sementara jumlah siswa mencapai 52.539.935. Dengan demikian, rasio rata-rata perbandingan guru dan siswa adalah 1:16. Rasio yang ideal dalam pemenuhan layanan belajar. Ditinjau dari status kepegawaian, guru honorer masih lebih banyak dibanding guru ASN. Guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) saat ini baru 1.607.480 (47,8 persen) sedangkan 62,2 persen sisanya merupakan guru honorer. Berarti, ditinjau dari status kepegawaian, terang-benderang lah peran signifikan guru honorer di negeri ini.


Dalam Syariat Islam, penyelenggaraan pendidikan berikut pembangunan sarana prasarana yang mendukung pendidikan ditopang oleh sistem ekonomi berbasis Baitul Mal. Sumber-sumber dana Baitul Mal tidak hanya cukup mendanai pembangunan infrastruktur, tetapi juga cukup digunakan untuk menggaji para guru. Begitu mulia dan sangat di hargainya seorang guru pada jaman kekhalifahan Islam sehingga tdk ada yg namanya guru sengsara atau miskin dikala itu.                                                Dalam Islam begitu mulianya seorang guru. Maka wajarlah Islam meninggikan derajatnya. 
Dalam al-Quran surat al-Mujadilah ayat 11 Allah Swt. berfirman : 


“Wahai Orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kalian “ Luaskanlah tempat duduk “ di dalam Majlis-majlis maka luaskanlah (untuk orang lain), Maka Allah SWT akan meluaskan Untuk kalian, dan apabila dikatakan “berdirilah kalian” maka berdirilah, Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat, Allah maha mengetahui atas apa-apa yang kalian kerjakan.”

                          
Telah masyhur dalam lembaran sejarah pada masanya, Khalifah Umar bin Khaththab menggaji guru sebanyak 15 dinar atau setara 63,75 gram emas. Ini menggambarkan penghargaan negara atas peran strategis guru. Negara juga dapat melakukan ujian kepegawaian, dan ini sah-sah saja selama berkaitan dengan pekerjaannya.


Sebagaimana dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab yang menguji kemampuan Ammar bin Yasir untuk mengurus wilayah Kufah. Kala itu, Umar memecat Ammar karena melihat kurangnya pengetahuan Ammar di bidang itu. Namun, negara akan tetap memenuhi kebutuhan para guru meski sudah berusia senja dan tidak lagi mampu mengajar. Hal ini adalah bentuk penghargaan kepada para guru, pun sebagaimana negara memenuhi kebutuhan rakyatnya individu per individu dengan pemenuhan yang sempurna. Seperti pada masa Umar bin Khaththab dahulu yang memberlakukan sistem tunjangan sesuai jasa yang diberikan.


Inilah wujud nyata hadirnya negara. Tidak hanya memuliakan guru sebagai ahli ilmu, tetapi juga memenuhi kebutuhan mereka secara manusiawi dalam rangka membangun peradaban Islam yang cemerlang.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak