Oleh : Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Derita rakyat terus berlanjut. Setelah kenaikkan bahan bakar pertamax dan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) kini giliran tarif dasar listrik (TDL) 3000 Volt Ampere (VA) yang naik. Kenaikkan listrik ini menuai banyak polemik namun telah disetujui oleh pemerintah. Menteri keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa kenaikkan ini merupakan wujud berbagi beban antara pemerintah dengan masyarakat ekonomi keatas yang merupakan pengguna 3000 VA.
Direktur Riset Center Of Reform on Economics (CORE) Pitter Abdullah menilai meskipun kenaikan itu ditujukan bagi pelanggan 3000 VA yang notabene adalah masyarakat ekonomi keatas namun ujungnya, masyarakat miskin akan tetap menerima dampaknya meskipun tidak langsung.
Selain itu menurut Pitter Abdullah, pemerintah tak punya pilihan lain selain menghadapi kenaikkan inflasi sebagai dampak konflik geopolitik yang terjadi ditengah meningkatnya harga komoditas energi. (https://www.jpnn.com :22 Mei 2022)
Hidup dalam negeri bersistem kapitalis, rakyat tak ubahnya seperti pengemis yang selalu meminta pelayanan dan subsidi. Pelayanan gratis hanyalah mimpi, karena segala hal berbayar.
Negara dengan teganya berdagang dengan rakyatnya sendiri dan hal itu merupakan hal yang wajar karena azas yang digunakan dalam sistem kufur ini adalah azas manfaat yang materialis. Sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak dan harusnya digunakan untuk sebesar-sebesar kemakmuran rakyat malah diperjual belikan. Dijual pada pihak swasta atau individu, kemudian rakyat membelinya. Subsidi pun semakin lama semakin menurun nilainya. Sungguh Ironis.
Belum lagi rakyat harus berhadapan dengan meningkatnya harga barang hasil produksi sebagai dampak kenaikkan Tarif dasar listrik 3000 VA yang meningkatkan biaya produksi karena pengguna 3000 VA adalah Produsen. Tak ada rasa empati terhadap rakyat yang ekonominya masih kesulitan berdiri akibat pandemi, kenaikan demi kenaikan harga kebutuhan terus dilakukan oleh pemerintah. Padahal negeri ini kaya akan sumber daya alam yang merupakan bahan bakar pembangkit energi listrik, namun tak mampu menyediakan kebutuhan listrik rakyatnya dengan harga murah.
Sepatutnya pemerintah memilih kebijakan yang tidak memberatkan masyarakat yakni dengan mengubah paradigma dan sistem pengelolaan sumber daya energi dengan Islam. Sistem Islam mengharamkan penguasaan atas sumber daya alam kepada individu atau swasta karena kaum muslim berserikat dalam 3 perkara yaitu padang rumput, air dan api. listrik termasuk kategori api, maka pengelolaannya berada ditangan negara. Negara wajib menyediakan sarana dan prasarana yang memadai dalam pengelolaan sumber daya alam, dan secara mandiri melakukan pengelolaan sumber daya alamnya, kemudian menyalurkannya kepada rakyat dengan harga yang murah atau gratis.
Keuntungan yang diambil dari listrik, dikembalikan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Melalui Baitul mal pada pos kepemilikan umum, pembiayaan dalam penyediaan dan pengelolaan barang tambang dapat digunakan. Demikianlah Islam menempatkan negara sebagai pengurus dan pelayan rakyatnya bukan sebagai pedagang sebagaimana yang dilakukan sistem kufur kapitalis
Tags
Opini