Syariat Di Debat, Buah Kebebasan Sistem Kapitalis Sekuler



Oleh: Hamnah B. Lin

Tidak henti-hentinya syariat Islam dipermasalahkan bahkan beraninya di debat. Kami lansir dari Populis, 1/6/2022, bahwa pegiat media sosial sekaligus Dosen Universitas Indonesia atau UI Ade Armando menegaskan peraturan wajib berhijab masih bisa diperdebatkan. Memutuskan untuk berhijab atau tidak kata Ade adalah sebuah pilihan yang tidak dapat dipaksakan oleh siapapun. 

Pernyataan itu disampaikan Ade setelah dirinya mendapat laporan tentang seorang siswi yang dipaksa berjilbab di sebuah Sekolah Negeri. Ade tidak mengungkapkan secara detail soal siswi tersebut. Namun, katanya, siswi tersebut tinggal di Jawa barat.

Ade menjelaskan, di dalam Islam tidak ada peraturan yang dengan tegas mengatur para muslimah  untuk berhijab. Jadi menurutnya ketika seseorang memilih untuk tidak berhijab sebaiknya tidak dipersoalkan apalagi sampai melakukan pemaksaan. 

“Jadi, sebenarnya berjilbab seharusnya menjadi pilihan yang bisa diikuti atau tidak. Karena itu, kewajiban berjilbab adalah yang tidak bisa diterima,” katanya lagi. 

Ade melanjutkan pemahaman masyarakat mengenai penggunaan hijab kadang - kadang keliru karena dicekoki ajaran dari pemuka agama tertentu sehingga mereka menggap penggunaan hijab adalah peraturan yang mutlak diikuti semua muslimah. 

 “Atau yang lebih penting, mudah-mudahan umat Islam bisa terbuka kesadaran dan mata hatinya bahwa berjilbab adalah sebuah pilihan yang bisa diikuti atau tidak oleh semua perempuan tanpa harus dipaksa,” tuturnya. 

Sungguh miris, lagi dan lagi ade armando bebas berkicau menebar fitnah yang luar biasa terhadap syariat Islam. Kerancuan demi kerancuan terus akan ditebar oleh mereka para pembenci Islam. Hingga umat akan menjadi bimbang dengan syariatnya sendiri, hingga umat akan bingung dengan para ulamanya yang ikhlas menyampaikan syariatNYA. Yang pada akhirnya umat akan takut, aneh dan meninggalkan syariatNYA. Sungguh sangat mengkhawatirkan jika hal ini terjadi.

Ada beberapa akar penyebab kenapa Islam terus diusik:
1.Menguatnya islamfobia. 
Islamofobia dimaknai sebagai sinisme, prasangka buruk, salah paham, ketidaksukaan dan kebencian terhadap Islam dan umat Islam. Islamofobia sesungguhnya memiliki akar sejarah yang panjang. Ia tidak dapat dipisahkan dari sejarah perseteruan antara Islam dan Nasrani. Titik kulminasinya pada peristiwa Perang Salib yang berlangsung lebih dari dua abad (antara 1095-1291 M). Karena itu Islamofobia sesungguhnya merupakan bentuk dari Perang Salib di era modern saat ini.
2.Menguatnya ide HAM dan sekuler.
Serangan terhadap Islam semakin bertambah seiring menguatnya pemahaman tentang hak asasi manusia (HAM) dan pemikiran sekuler di tengah masyarakat. Dengan berlindung dibalik kebebasan untuk menyatakan pendapat dan kebebasan berekspresi, kaum kafir dan kaum munafik dengan begitu terbuka menunjukkan ketidaksukaan terhadap Islam dan umat Islam. Dan pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah terhadap para pelaku kebebasan ini merupakan bentuk restu pemerintah terhadap serangan kepada Islam.
3.Adanya kepentingan politik praktis.
Pada beberapa situasi, serangan pada Islam dilakukan secara terencana untuk kepentingan politik praktis. Khususnya untuk tujuan menyingkirkan lawan-lawan politik maupun pihak yang bersuara kritis terhadap rezim. Kita tentu masih ingat dengan peristiwa Pilkada DKI Jakarta. Rezim mendiskreditkan dan menuduh umat Islam menggunakan isu agama dan isu SARA untuk menjatuhkan calon gubernur yang didukung oleh rezim, Basuki Thahaja Purnama alias Ahok. Aroma persaingan Pilkada DKI Jakarta 2017 tersebut berlanjut pada Pilpres 2019. Sesungguhnya sampai saat ini, pendukung Ahok masih menyimpan dendam kepada umat Islam karena telah menggagalkan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Inilah yang menurut Schmid (2013)3, bahwa pada beberapa tahun terakhir, istilah ‘radikalisasi’, sebagaimana istilah terorisme, menjadi sangat terpolitisasi, yaitu telah digunakan dalam permainan politik pelabelan (labeling) dan penyalahan (blaming). Termasuk pemakaian tolok ukur Barat dengan paham multikulturalisme yang liberal-sekular.

4.Penindakan hukum lemah.
Vonis hukum yang ringan kepada para pelaku penistaan agama Islam, sejatinya akan memunculkan banyak penista agama yang lain. Akibatnya, alih-alih akan membuat jera para penista agama, yang terjadi justru sebaliknya. Islam seolah-olah bebas untuk dinodai dan dihina.

5.Merupakan rancangan global barat.
Masifnya serangan kepada Islam ini tak lepas dari strategi yang telah dirumuskan Rand Corporation untuk memecah-belah umat Islam. Hal itu juga merupakan bagian dari strategi War on Islam. Pada tahun 2004, Daniel Pipes, pendiri Middle East Forum yang juga dikenal sebagai dalang gerakan Islamophobia menulis sebuah artikel berjudul “RAND Corporation and Fixing Islam”. Pipes merasa bahwa Islam harus dimodifikasi sedemikian rupa agar bisa sejalan dengan nilai-nilai Barat. Harapan Pipes untuk memodifikasi Islam tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam sebuah strategi oleh peneliti Rand Corporation, Cheryl Benard. Istilahnya religious building, yaitu upaya untuk membangun agama Islam alternatif, yang bisa menerima peradaban Barat dan tidak membahayakan peradaban Barat.

Dengan sangat detail mereka mengelompokkan umat Islam ke dalam empat kelompok, yaitu a) kelompok fundamentalis, yang menginginkan formalisasi syariat Islam, tidak mau berkompromi dengan Barat dan ingin menegakkan kepemimpinan Islam dan negara Khilafah; b) kelompok tradisionalis yang berpegang teguh pada nilai-nilai Islam, dapat menerima sebagian nilai-nilai Barat, tetapi tidak memedulikan upaya formalisasi syariat; c) kelompok sekularis yang menghendaki pemisahan Islam dari urusan negara/politik dan membatasi hanya pada urusan pribadi; serta d) kelompok modernis yang menginginkan Islam itu berubah sesuai tuntutan zaman, agar tetap up to date dengan fakta-fakta di dunia saat ini.

Langkah berikutnya, menurut Rand, adalah mengadu-domba antarkelompok. Tujuan pertamanya adalah “menghabisi” kelompok fundamentalis karena dianggap sebagai penghalang terbesar upaya pencapaian cita-cita Barat. Selanjutnya Amerika dan sekutunya akan memberikan dukungan kepada kaum modernis, apa pun yang mereka minta.

Langkah licik dan tersistem ini jangan sampai terus dibiarkan, umat Islam harus makin cerdas bahwa kita sedang di adu domba. Maka bangkitlah melawan dengan sekuat tenaga dan jiwa raga. 

Umat Islam tidak boleh diam akan hal ini, sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang artinya “Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu, dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (HR Muslim).

Umat juga harus makin gencar memahami agamanya secara kaffah atau keseluruhan dari syariat Islam. Menyadarkan bahwa Islam tidak hanya mengatur aspek ritual dan spiritual semata. Islam juga mengatur seluruh aspek kehidupan manusia seperti sistem pemerintahan, ‘uqûbât (sanksi hukum), interaksi laki-laki dan perempuan, pendidikan, kesehatan dan aspek lainnya.

Dengan memahami kesempurnaan dan menyeluruhnya Islam, umat Islam tidak terjebak hanya mengamalkan sebagian ajaran Islam. Ia  akan mengamalkan ajaran-ajaran Islam di setiap aspek kehidupan. Termasuk menjadikan Islam sebagai panduan dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara serta menjadikan Islam sebagai  landasan dalam merumuskan berbagai kebijakan dan kemaslahatan bagi masyarakat.

Kemudian membangun kesadaran politik ditengah umat. Kesadaran politik Islam adalah suatu pandangan kepada alam semesta (universal) dengan sudut pandang yang khas Islam. Membangun kesadaran politik umat dimulai dengan dengan menanamkan akidah Islam yang kukuh di benak umat, kemudian menjelaskan mengenai arah politik Islam yang harus diperjuangkan, serta menelaah dan mengkaji setiap peristiwa politik yang terjadi serta menganalisisnya dari sudut pandang Islam. Dengan itu, umat menjadi paham dan mempunyai kesadaran politik Islam yang khas. Umat yang sadar politik dapat mengindra pergolakan politik yang terjadi dan mampu memahami adanya campur tangan Barat yang sedang bermain di sana.

Selanjutnya, membongkar kejahatan penguasa. Kaum kafir yang didukung oleh penguasa yang menjadi anteknya di negeri-negeri Islam akan senantiasa mengopinikan stigma negatif terhadap Islam, ajaran dan umat Islam. Tujuannya untuk terus melanggengkan penjajahan mereka di negeri-negeri Islam.

Karena itulah harus ada upaya membongkar konspirasi jahat (kasyf al-khuththat) kaum kafir penjajah dengan menjelaskan kepada umat kejahatan-kejahatan mereka. Demikian pula kejahatan para penguasa di negeri-negeri Islam yang telah menjadi kaki-tangan penjajah. 

Dengan itu diharapkan umat sebagai sanad al-hukmi (sandaran kekuasaan) yang hakiki mengalihkan dukungan kepada kelompok yang istikamah membela hak-hak mereka. Kelompok inilah yang berjuang siang dan malam untuk membebaskan umat dari penjajahan dengan menerapkan Islam secara kafah. Di sinilah aktivitas kasyf al-khuththat menjadi sangat penting dan mendesak untuk terus dilakukan.

Sebagai langkah paripurna adalah membuang sistem kapitalisme saat ini dan menegakkan sistem khilafah Islam. Jika ingin sejahtera dan mulia sebagai manusia, maka sumber segala bencana dan kesusahan umat manusia saat ini yakni kapitalisme harus segera dibuang. Dan segera menyambut dan menegakkan sistem Islam yaang membawa rahmat atas seluruh alam. Kebebasan yang menjadi jalan merongrong aqidah umat akan sirna. Serangan terhadap Islam akan berubah menjadi pujian terhadap kemulian Islam, karena penerapan Islam secara menyeluruh.
Wallahu a'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak